Jaringan listrik tanpa emisi di masa depan akan membutuhkan lebih banyak produksi energi terbarukan. Energi terbarukan juga butuh medium untuk menampungnya. Di sanalah peran baterai.
California menjadi kota terdepan dalam mengadopsi energi terbarukan. Mereka mampu menghasilkan daya baterai kali ini mencapai 6% dari kapasitas listrik maksimum negara bagian, demikian menurut media Bloomberg.
Walaupun angka tersebut terlihat kecil, namun 60 kali lebih besar daripada lima tahun ke belakang. Dan produksi baterai melampaui produksi dari tenaga angin atau nuklir di negara bagian itu. Hal ini dapat terulang di tempat lain, di Texas misalnya, mereka telah memiliki 2.300 megawatt baterai yang terpasang pada jaringannya hingga hari ini.
Dengan pengesahan Undang-Undang Pengurangan Inflasi akhir-akhir ini, diperkirakan akan memacu penambahan yang lebih dari 2.300 pembangkit baterai dengan sekala besar kejaringan Amerika Serikat pada tahun 2030.
Secara internasional, fenomena ini bisa dibilang mirip. Misalnya dari Amerika Latin hingga ke Eropa begitu juga Asia tenggara dan sekitarnya. Permintaan untuk proyek baterai skala utilitas, hari ini dapat menyediakan empat hingga enam jam listrik dengan penarikan maksimum sedang meningkat. Bahkan, pasar dari baterai akan berlipat ganda tahun ini hingga 2023.
Dalam Forbes diungkap, periode pertumbuhan baterai yang intens ini dimungkinkan karena sebagian kendaraan listrik atau electronic vehicle. Wakil Presiden Senior Solusi Penyimpanan Energi di Mitsubishi Power Americas, Tom Cornell menjelaskan, dengan setiap produsen mobil terbesar di dunia yang mendukung baterai lithium, pasokannya akan naik dan biaya produksinya akan turun.
Cornell yang juga Ketua dari Oriden,-perusahaan pengembangan terbarukan dari Mitsubishi Power- itu menambahkan, dari semua lithium global yang saat ini diproduksi, 90% digunakan untuk kendaraan listrik.
"10 persen lainnya digunakan untuk penyimpanan seperti yang telah diterapkan Mitsubishi Poer di California, Texas, dan New York, dan akan segera diterapkan di Chili dan Irlandia," ujarnya, dikutip pada Rabu (9/11/2022).
Namun, pada 2030 besok, beberapa analis memperkirakan rasio tersebut akan lebih dari 50/50.
“Kami hanya akan berada di puncak apa yang akan terjadi dengan baterai,” imbuh Cornell.
Dengan adanya perusahaan raksasa otomotif seperti Volkswagen, Ford, dan BMW, diperkirakan EV akan menghasilkan 50% atau lebih dari penjualan global mereka pada 2030, kebutuhan akan infrastruktur pengisian daya kemungkinan akan tumbuh dengan lebih cepat.
Begitu juga dengan kebutuhan akan solusi untuk penyimpanan skala grid, yang dapat menunjang lamanya umur dari baterai EV.
Begitu mereka hanya dapat mencapai 80% dari muatan maksimumnya, mereka tidak dapat lagi menyalakan mobil. Tetapi mereka masih berguna untuk digunakan di tempat lain. Baterai dari EV bekas tersebut masih dapat menyimpan dan mengirimkan daya ke jaringan selama 10 tahun lagi, menciptakan pasokan daya bebas karbon yang sehat.
Sementara itu, pasar yang berkembang untuk baterai skala grid telah mendorong peningkatan teknologi lithium iron phospate (LFP). Karena baterai ini tidak menggunakan nikel atau kobalt, logam yang sangat mahal dan sulit diperoleh dengan cara yang ramah lingkungan. Produsen seperti Ford dan Tesla telah menyatakan minatnya.
Produsen mobil pun juga belum selesai untuk berinovasi. Teknologi baterai solid-state siap untuk periode pengembangan, sebagian didanai oleh investasi dari Volkswagen, Ford, dan BMW.
Hal itu didorong oleh kekhawatiran tentang akses ke bahan dan teknologi utama yang secara historis diproduksi terutama di China, pembuat mobil dan pemain lain juga telah memperluas rantai pasokan baterai ke Amerika Serikat, Eropa, dan kawasan lainnya.
Gerakan ini semakin dapat meningkatkan penawaran dan menurunkan kurvanya.