Diplomasi dan pengembangan ekonomi masyarakat bukan hanya bisa dilakukan lewat diplomasi politik, melainkan juga diplomasi kuliner.
Istilah tersebut muncul, usai dikemukakan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Angela Tanoesoedibjo, di sela perhelatan ASEAN Women Entrepreneurs Network (AWEN) Millennial Series, Jumat (15/7/2023).
Angela mengawali pandangannya itu dengan mengatakan, saat berwisata pengeluaran rata-rata wisatawan nusantara itu sebesar 17% untuk makan minum, belanja 12,44%, dan suvenir 5,4%. Sedangkan wisatawan mancanegara, mereka menghabiskan pengeluaran sebanyak 21,94% untuk kuliner, 10% untuk belanja, dan 3,2% untuk suvenir.
Baca Juga: Spesifikasi Samtaesong 8: Smartphone Produksi Korea Utara, Chip Snapdragon 8 Gen 2 dan RAM 12GB
Baca Juga: Gubernur DIY Terima Kunjungan UNESCO, Bahas Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai Warisan Dunia
"Saya melihat peningkatan tren menarik dari tahun ke tahun untuk makan dan minum (Food and Beverages). Ini menjadi modal kita untuk melebarkan dan meningkatkan nilai tambah UMKM di tanah air dengan cara diplomasi kuliner," kata dia, dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (15/7/2023).
Angela menjelaskan, Kemenparekraf mendukung pengembangan industri kuliner, karena dari 17 subsektor ekonomi kreatif, kuliner penyumbang PDB ekonomi kreatif terbesar secara konsisten.
Berdasarkan data, subsektor kuliner menyumbang Rp455,44 triliun atau sekitar 41 persen dari total PDB ekonomi kreatif sebesar Rp1.134,9 triliun pada 2020. Dan juga penyerap tenaga kerja terbesar di bidang ekonomi kreatif sebesar 9,5 juta. Bila dilihat dari potensi, kuliner juga sebagai langkah untuk melestarikan dan diplomasi budaya melalui gastronomi juga membantu promosi pariwisata Indonesia.
"Oleh karena itu, Kemenparekraf memiliki berbagai program untuk mendukung industri kuliner di Tanah Air, demi meningkatkan resiliensi pelaku kuliner selama pandemi dengan digitalisasi dan untuk meningkatkan daya saing; baik secara nasional maupun global," ungkapnya.
Baca Juga: China Resmi Menerapkan Regulasi AI Generatif, Bulan Depan
Salah satu caranya melalui program Indonesia Spice Up the World, yang memiliki dua misi utama. Yakni untuk mendorong pengembangan potensi bumbu atau rempah-rempah di Indonesia hingga dikenal di kancah internasional. Selain itu, program tersebut juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan restoran asli Indonesia di luar negeri.
Indonesia Spice Up the World menjadi program percepatan pencapaian target pembukaan 4.000 restoran Indonesia di luar negeri, dan peningkatan ekspor bumbu rempah hingga 2 miliar dolar AS.
Sementara itu, salah satu negara yang saat ini sedang dituju sebagai wilayah ekspor rempah Indonesia adalah Belanda.
Kemenparekraf mencatat, saat ini terdapat sebanyak 400 lebih bisnis kuliner Indonesia yang tersebar di Belanda. Bisnis kuliner tersebut mulai dari restoran, toko, hingga bisnis katering rumahan. Hal ini menunjukkan terbukanya peluang besar untuk pengembangan Belanda sebagai Hub Kuliner Indonesia di Eropa baik dari kualitas, konsep, maupun kuantitas.
Baca Juga: Sebuah Perusahaan di India, Memecat 90% Karyawannya Karena Dianggap Kalah Gesit dari Chatbot
Kemenparekraf melihat pertumbuhan restoran dan ekspor bumbu Indonesia ke Belanda cukup pesat. Ditunjukkan dengan di antaranya terdapat 'Lapek Jo' dan 'Nona Manis' serta start up 'Ambah Arnawa', yang merupakan pengembangan usaha minimarket dan platform ekspor bumbu masakan Indonesia di Belanda.
Kementerian berharap, upaya yang dibangun bersama ini mampu meningkatkan akselerasi ekspor produk UMKM Indonesia. Sebanyak 10% dari target dalam program Indonesia Spice Up The World sudah diserap oleh Belanda.