Setiap negara di dunia tentunya memiliki kebijakan sendiri-sendiri dalam mengatur warga negara mereka, agar bijak dalam bermedia sosial. Namun di Myanmar, pemerintahan Militer Myanmar memilih untuk menerapkan larangan keras kepada warga negaranya dalam beraktivitas di media sosial. Sekeras apa larangan tersebut?
Jadi, Pemerintah Myanmar mengancam penjara bagi pendukung atau pihak-pihak lain terkait, bila mereka menyukai, membagikan konten lawan atau oposisi junta militer di media sosial. Apa ancamannya? Hukuman penjara hingga 10 tahun!
Hal ini terang-terangan diumumkan oleh pemerintah junta militer setempat, pada Selasa (20/9/2022). Diketahui, junta militer memperingatkan masyarakat agar tidak menunjukkan dukungan moral untuk gerakan perlawanan 'teroris'.
Baca Juga: Wattpad Akan Luncurkan Podcast di Spotify Asia Tenggara: Gandeng Penulis Asal Indonesia
Kekerasan terus menjadi pemberitaan mengenai Myanmar sejak militer merebut kekuasaan di negara yang punya sebutan Burma itu, awal tahun lalu. Bentrokan di berbagai front antara pasukan junta dan milisi yang bersekutu dengan pemerintah bayangan dan kelompok pro-demokrasi tak dapat terelakaan terus menjadi kabar buruk dari negara ini.
Baca Juga: Mengenal Ponsel yang Diklaim Tertipis dan Teringan di Dunia: Honor X40 5G
Menteri Penerangan dan juru bicara junta, Zaw Min Tin mengatakan, 'teroris' mencari dana untuk membunuh orang tak bersalah dalam kampanye mereka untuk mengacaukan negara, jadi dukungan untuk mereka akan ditindak tegas.
Dia mengatakan, dukungan media sosial dari National Unity Government (NUG) atau afiliasi bersenjatanya, Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF), dapat menyebabkan hukuman penjara tiga hingga 10 tahun, dan lebih buruk lagi bagi mereka yang menyediakan bahkan sejumlah kecil uang.
"Jika Anda menyumbangkan uang atau mendukung teroris dan tindakan mereka, Anda akan menghadapi hukuman yang lebih berat. Kami melakukan ini untuk melindungi warga sipil yang tidak bersalah," katanya, dalam jumpa pers yang disiarkan televisi, seperti dikutip dari CNA yang melansir Reuters.
Dalam jumpa pers itu, Min Tin juga mempresentasikan dan merinci hukuman untuk orang-orang yang dianggap membantu kelompok perlawanan.
Sejak kudeta, penentang militer telah menggunakan platform media sosial untuk mencoba mengkomunikasikan pesan mereka secara lebih luas. Para jurnalis warga sering menunggah gambar protes dan dugaan kekejaman oleh tentara. PBB menuduh junta melakukan pembunuhan massal dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dalam tindakan kerasnya terhadap lawan sejak kudeta tahun lalu. Ribuan orang telah ditangkap dan banyak yang dipenjara selama persidangan rahasia.
Junta Militer di negeri bunga paduak kuning itu, terkenal keras dengan para aktivis demokrasi. Bahkan baru-baru ini mereka mengeksekusi empat aktivis, menuduh mereka memfasilitasi serangan oleh kelompok-kelompok milisi.
Hal itu dilakukan oleh otoritas militer Myanmar, usai peradilan tertutup di negara itu. Putusan pengadilan itu dikabarkan oleh media pemerintah Myanmar. Dalam media pemerintahan setempat dinyatakan bahwa empat aktivis tersebut dituduh "Memimpin aksi teror brutal dan tidak manusiawi," tulis surat kabar Global New Light of Myanmar.
Global New Light juga melaporkan, bahwa keempatnya telah didakwa di bawah undang-undang anti-terorisme dan hukum pidana. Menurut media tersebut, eksekusi dilakukan di bawah prosedur hukuman penjara. Keempatnya dijatuhi hukuman mati pada Januari lalu dalam sebuah persidangan tertutup. Mereka dituduh membantu kelompok sipil untuk memerangi tentara yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun lalu.
Eksekusi kepada empat aktivis pro demokrasi itu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, merupakan eksekusi pertama tahun ini bagi junta militer, setelah kali terakhir mereka mengeksekusi aktivis pro demokrasi pada 1988, di negara tersebut.