Techverse.asia - Keraton Yogyakarta mengadakan rangakaian acara untuk merayakan 80 tahun usia Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X yang bertajuk Lenggahing Harjuno yang sudah dibuka sejak Kamis (20/10/2023) lalu. Kegiatan ini diawali dengan pameran yang mengusung tajuk "Lenggahing Harjuno, Sultan, Takhta, dan Kedaulatan" dengan menampilkan kronik dari sosok pangeran muda BRM Herjuno Darpito.
Pameran Lenggahing Harjuno ini juga terbuka untuk umum dan bisa dikunjungi pada Selasa-Minggu mulai pukul 08.30-14.00 WIB sesuai dengan jam operasional kunjungan wisata Keraton Yogyakarta hingga 24 Januari 2024. Jadi pameran ini tidak dapat dikunjungi setiap Senin alias libur.
Harga tiket masuk yang ingin mengunjungi Lenggahing Harjuno dipatok seharga Rp15.000 untuk wisatawan domestik, sedangkan untuk wisatawan mancanegara harganya Rp20.000. Tiket ini bisa didapatkan melalui loket tiket di Pelataran Kemandungan Lor (Keben) Keraton Yogyakarta.
Baca Juga: Kata Sri Sultan HB X Tentang ARTJOG 2023: Punya Daya Tarik Sendiri
Angka delapan dalam momentum 80 tahun menjadi refleksi dari amanat leluhur untuk tetap memegang teguh prinsip hamangku, hamengku, lan hamengkoni. Prinsip yang jadi dasar dalam meneguhkan takhta untuk rakyat dan takhta bagi kesejahteraan kehidupan sosial serta budaya rakyat.
"Panghargyan 80 tahun yang diwujudkan dalam pameran bukan hanya asa dan prestasi semata. Namun, 80 tahun merupakan perwujudan dari piwulang adiluhur dan adiluhung yang termaktup dalam setiap pengalaman dan disedimentasi dalam Serat Lenggahing Harjuno. Ketokohan Harjuno sebagai lambang kesatria sejati mendidik pada setiap pribadi yang menekuni laku hidupnya untuk terus eling lan waspada," ungkap Raja Yogyakarta ini.
Serat Lenggahing Harjuno diilhami dari surat yang ditulis oleh Sri Sultan HB X sendiri, pameran Lenggahing Harjuno menyajikan ritus kehidupannya dengan berbagai piwulang adiluhur dan adiluhung. Pada diskursus kebudayaan Jawa, catata pribadi Raja Yogyakarta tersebut merujuk pada pola didaktis dalam bentuk berbagai seni pertunjukkan.
Sementara itu, konteks Takhta dan Kedaulatan sebagai bagian dari ketokohan Sultan yang merujuk pada sosok tunggal. Sultan sebagai pimpinan tertinggi dalam institusi kebudayaan keraton secara daulat bertakhta dan diakui. Hal ini selaras dengan definisi daulat yang memiliki arti berkat dan kebahagiaan yang tercurah pada seorang raja.
"80 tahun bukanlah perkara angka, bukan pula waktu yang sebentar. Dalam konstelasi Budaya Jawa pun angka delapan punya arti yang mendalam. Masyarakat Jawa sendiri mengenal istilah tumbuk ageng atau delapan windu. Sedangkan 80 tahun sendiri telah melewati delapan windu itu, suatu peristiwa yang syarat akan makna dan kontemplasi," kata GKR Bendara.
Baca Juga: Menyusuri Desa Jatimulyo, Kawasan Eksotis di Perbatasan DIY dan Jateng
Menurut GKR Bendara, Pahargyan 80 Tahun Sri Sultan HB X sekali lagi bukan sebuah perayaan melainkan laku peneladanan dari perjalanan hidup sang pangeran, sang pemimpin, sekaligus sang pengabdi atas takhta yang ia emban.
Melalui gelaran pameran Lenggahing Harjuno ini, Keraton Yogyakarta ingin mengajak masyarakat untuk kembali mengenal sang sultan sebagai sosok pemimpin tertinggi dari institusi budaya di keraton sekaligus Gubernur untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain itu, masyarakat juga diundang untuk menjadi bagian dari gelaran pameran lewat rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta.
Pahargyan pembukaan pameran telah dilaksanakan pada 20-22 Oktober 2023 bertempat di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran dengan menyajikan tiga karya seni ciptaan Sri Sultan HB X yang terdiri dari Wayang Wong lakon Gana Kalajaya, Beksan Ajisaka, dan Bedhaya Mintaraga. Pada akhirnya, Keraton Yogyakarta mengundang masyarakat untuk mangyubagya sekaligus menjadi saksi dari perjalanan hidup sang peneguh takhta untuk rakyat.
"Semoga pameran ini menjadi jalan untuk meneladani sosok sang pemimpin, sekaligus membaca ulang perjuangan panjang, pengabdian, prestasi, serta inovasi dari Sultan untuk masyarakat Yogyakarta yang lebih luas. Selamat menyongsong 80 tahun bagi Ngarsa Dalem, semoga senantiasa dalam naungan keberkahan Gusti kang Kuwasa Cipta," ujarnya.
Baca Juga: Keraton Yogyakarta Gelar Garebeg Besar Peringati Iduladha 1444 H
Sekadar diketahui, Wayang wong dengan lakon 'Gana Kalajaya' merupakan wayang wong yang tercipta pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X, tentang kelahiran Batara Gana/Dewa Ganesha dalam versi Keraton Yogyakarta. Dimana sebagai tokoh sentral dalam pertunjukan ini Batara Gana digambarkan sebagai dewa sakti berbadan manusia berkepala gajah dan memiliki gading yang kuat.