Techverse.asia - Pertunjukan dan Perekaman Seni Tradisi serta Aktivasi Pameran Keliling FKY 2022 telah berlangsung di Kulon Progo tanggal 19 September 2022. Seperti halnya lokasi-lokasi yang lain, Kulon Progo menjadi salah satu yang mewujudkan ketersebaran FKY 2022 agar dapat diakses oleh masyarakat serta mencatat subjek kebudayaan yang lebih luas. Ketersebaran ini juga memberikan dampak kemeriahan dan suasana panggung hiburan rakyat bagi warga sekitar, juga mengaktifkan sanggar-sanggar atau kelompok seni di sana.
Agenda Pertunjukan dan Perekaman Seni Tradisi merupakan salah satu upaya FKY mencatat subjek budaya, khususnya kesenian tradisi, yang kurang mendapat sorotan. Subjek kebudayaan yang dipilih mewakili lima wilayah DIY, yaitu Sleman, Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Proses kurasinya menitikberatkan pada kesenian-kesenian yang kurang atau bahkan tidak diketahui oleh masyarakat luas.
Pertunjukan dan Perekaman Seni Tradisi ini dilaksanakan di Taman Budaya Kulon Progo (TBK), tepatnya di ruang auditorium. Kesenian tradisi rakyat yang kerap digelar di arena, diletakkan di sebuah gedung kesenian dengan infrastruktur panggung pertunjukan yang menunjang. Selain itu, ruang pertunjukan ini juga disikapi sebagai ruang yang bersifat demokratis dan kesenian-kesenian di dalamnya, termasuk tradisi rakyat, mampu melakukan penyesuaian dan perkembangan.
Pertunjukan pertama adalah kesenian Jabur yang menjadi kontingen Kabupaten Sleman. Pertunjukan ini ditampilkan oleh Sanggar Kridho Putro dengan membawa lakon Ulamdaur Palakrama yang diangkat dari cerita Menak. Diceritakan kisah cinta yang ditentang oleh orang tua, tetapi akhirnya luluh karena keteguhan hati yang dimiliki. Jabur berakar dari tiga kesenian yang berbeda, yaitu wayang orang, wayang golek, dan ketoprak.
Pementasannya menggunakan tari seperti gerakan pada wayang golek, dialog seperti wayang orang, dan diiringi dengan musik gamelan. Dialog yang digunakan dalam pertunjukan adalah bahasa Jawa krama, krama madya, dan ngoko untuk menyampaikan pesan-pesan yang terkandung dalam cerita. Widodo, salah satu pemain jabur, menjelaskan bahwa kesenian ini di Sleman baru saja mengalami peremajaan dari sisi pengurusnya. Para anggotanya kini dari berbagai generasi, mulai dari orang tua hingga anak sekolah.
Selanjutnya, Kabupaten Bantul diwakili oleh kesenian Jathilan Carong yang ditarikan enam orang penunggang kuda dan satu orang yang membawa pecut. Jathilan Carong adalah kesenian tradisi yang mencampurkan antara jathilan oglek, ketoprak, dan wayang orang.
Kesenian ini asli berasal dari daerah Argodadi, Sedayu, Bantul dan dikelola dalam Sanggar Rumah Budaya Sanggrahan. Kemunculannya diinisiasi oleh para pemain jathilan oglek, ketoprak, dagelan, maupun wayang orang sehingga jathilan carong memiliki keunikan tersendiri. Meskipun dulunya untuk mbarang (mengamen), Jathilan Carong kini dipentaskan pada berbagai acara seni dan kebudayaan.
Dalam pementasannya, para penarinya harus memiliki kemampuan untuk dapat melakukan berbagai gerak, berdialog, dan menembang. Semedi mengungkapkan bahwa saat ini susah mencari penari yang serba bisa untuk Jathilan Carong.
"Dulu masih banyak orang yang menguasai atau bisa meniru berbagai gerakan kesenian lainnya. Perlu dukungan instansi pemerintah turut membantu kesenian ini terus berdaya," ujarnya.
Penampilan ketiga merupakan kontingen dari Kota Yogyakarta, yakni Teater Ongkek. Teater Ongkek membawakan cerita Bermana Kembar, yaitu kisah tentang lelembut yang ingin memperistri seorang wanita desa bernama Bermani dengan menyamar menjadi suaminya, Bermana. Teater Ongkek adalah grup kesenian yang menampilkan pertunjukan tradisi.
Grup kesenian ini berdiri pada 8 September 1982, di Kampung Pathuk, Gondomanan, Kota Yogyakarta. Nama ongkek sendiri diambil langsung dari nama tempat untuk menggantung gong.
Dalam pertunjukannya, cerita-cerita yang dibawakan diambil dari tradisi ataupun cerita kekinian. Teater Ongkek merupakan salah satu kesenian mbarang ‘mengamen’ yang melakukan pentas dari satu desa ke desa lainnya. Di tengah pentas, para pemainnya berkeliling ke kursi-kursi penonton dengan membawa wadah uang.
Nano Asmorondono mengungkapkan, teater Ongkek saat ini sudah tiga generasi. Ia adalah salah satu pendiri dan saat ini juga masih terlibat.
"Teater Ongkek sempat menjuarai beberapa perlombaan seni di luar kota serta menjadi pengisi acara, seperti Festival Film Indonesia (FFI) yang sempat diselenggarakan di Yogyakarta," katanya.
Gunungkidul hadir melalui kesenian langen thethelan yang berkembang di Dusun Tangkil, Desa Kemejing, Kecamatan Semin. Langen thethelan merupakan kesenian tradisional yang menggabungkan antara seni ludruk, wayang, ketoprak, dan langendriyan sehingga terdapat unsur joget, tembang, dan dialog dalam satu pertunjukan.
Mereka memainkan lakon Umpak ing Katresnan yang diambil dari babad Kadhiri dengan melibatkan pemain lintas generasi. Langen thethelan lahir dengan latar belakang ekonomi yang sulit.
Pada awalnya, pentas digelar untuk mencari uang ke tempat-tempat yang jauh dengan berjalan kaki sehingga tokoh-tokoh perempuan digantikan oleh pemain laki-laki. Namun, tokoh-tokoh perempuan kini juga diperankan oleh perempuan, kecuali untuk karakter tandak yang menarikan tayub.
Aris Yunianto sebagai ketua kelompok menerangkan bahwa Langen thethelan ini dipelopori kakeknya yaitu Pawiro Semito. Saat ini dia adalah ketua yang kelima.
"Di langen thethelan ini, semua orang bisa ikut bergabung. Saya juga berkomitmen untuk membuat catatan mengenai langen thethelan yang dapat dibaca atau dibukukan agar orang-orang dapat mengerti tentang sejarah kesenian ini dan hal-hal lainnya," paparnya.
Pertunjukan Seni Tradisi terakhir berasal dari Kulon Progo dengan Bangilun. Bangilun merupakan kesenian tradisi dari Dusun Jati, Gerbosari, Kulon Progo. Kesenian ini bernafaskan Islam dengan menggabungkan antara gerak tari, musik, dan syair. Bangilun dipelopori oleh Kyai Kasan Iman dan telah diwariskan turun-temurun dari generasi ke generasi sejak 1931.
BRujito dan Supardal, mewakili kelompok kesenian bangilun Dusun Jati, menjelaskan bahwa pada awalnya, bangilun ditarikan oleh penari putra, kemudian berkembang sehingga kini juga ditarikan oleh penari putri. Ragam gerak tari, pola lantai, dan nyanyian/syair dalam bangilun telah dimodifikasi agar terus dapat diterima zaman.
"Meskipun kelompok kesenian ini aktif melakukan latihan tiap minggunya, pewarisan tradisi bangilun cukup sulit untuk anak-anak muda," terangnya.
Sama halnya dengan kasus bangilun, sebagian besar kesenian dalam pertunjukan ini mengalami isu regenerasi sebagai tantangan pewarisan kebudayaan terberat di masa depan. Selain perlunya menumbuhkan perhatian di generasi muda dengan cara yang menarik, perhatian dari instansi terkait juga diperlukan.
Semedi, misalnya, beliau menjelaskan bahwa jathilan carong kini mendapat perhatian dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul perihal regenerasi. Ia juga menceritakan perlunya memiliki jaringan dengan instansi pendidikan agar kesenian tradisi ini dapat dipelajari lebih jauh.
Di area parkir Utara TBK, Aktivasi Pameran Keliling FKY 2022 juga digelar. Sore hari warga berkumpul di teras pendopo menyaksikan lima truk FKY yang telah di mural dan berbagai pertunjukan, mulai dari tari Angguk Putra Al-Amin, Reog Wayang “Krida Beksa Lumaksana”, Kobro Siswo “Putro Mudo”, dan Satrio Piningit “Satrio Menoreh”. Penonton juga dapat menikmati stan makanan dan stan produk seni budaya Kulon Progo yang merupakan rangkaian dari kegiatan FKY Kulon Progo.