Indonesia dikenal sebagai negara cincin api, karena ada begitu banyak gunung berapi di setiap titik wilayahnya. Salah satu daerah cincin api di Pulau Jawa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.
Baca Juga: Indonesia Negara Rawan Bencana, Menteri PUPR Dorong Kampus Hasilkan Inovasi Teknik Rekayasa Gempa
Kenaikan status Gunung Merapi menjadi level III (Siaga) pada 5 November 2020 yang lalu hingga sekarang, -mengharuskan warga DIY-, khususnya yang tinggal di kawasan lereng Merapi selalu siap bila terjadi erupsi Gunung Merapi. Bencana erupsi Gunung Merapi pada 2006 dan 2010 menjadi pengalaman yang tak terlupakan, mengingat banyaknya warga yang terdampak akibat kejadian tersebut.
Besar potensi bencana erupsi terjadi lagi sewaktu-waktu. Maka, setiap warga harus memiliki kemampuan mitigasi bencana.
Mitigasi bencana adalah segala upaya untuk mengurangi risiko bencana dan korban berjatuhan akibat peristiwa itu. Program mitigasi bencana dapat dilakukan melalui pembangunan secara fisik maupun peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Baca Juga: Riset CfDS UGM x Fairwork Foundation: Gojek dan Grab Paling Perhatian Kepada Driver
Kemampuan mitigasi bencana tidak hanya perlu dimiliki oleh orang dewasa, melainkan juga anak-anak. Hal itulah yang mendorong mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang tergabung dalam UKM Pecinta Alam Madawirna, untuk memberikan peningkatan kemampuan kesiapsiagaan bencana gunung berapi, bagi siswa Sekolah Dasar (SD).
Sekolah-sekolah di lereng Merapi kebetulan belum sempat mendapatkan sosialisasi mitigasi bencana Merapi, dikarenakan adanya pandemi Covid-19. Sehingga, para mahasiswa merasa bertanggungjawab memberikan perbaruan dan menajamkan kembali ingatan anak-anak terhadap upaya mitigasi bencana.
Sosialisasi Dan Simulasi Dilakukan di DIY Serta Jateng
Sosisalisasi Mitigasi Bencana itu dilaksanakan di SD Negeri Glagaharjo, Tegal Gading, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman dan SD Negeri Balerante, Banjarsari, Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten.
Ketua UKM Madawirna Hasib Aldhian mengatakan, rangkaian sosialisasi tersebut dilaksanakan dengan tahap penyampaian materi umum mengenai bencana alam, simulasi peragaan gunung meletus, simulasi bencana gempa bumi dan simulasi respon bencana meletusnya gunung berapi.
“Pada sosialisasi ini tim Madawirna dibagi menjadi dua peran, yaitu sebagai pemateri dan sebagai peraga” kata Hasib, Kamis (29/9/2022).
Anak-anak Dikenalkan Bencana Erupsi dan Gempa Bumi
Seorang anggota UKM Madawirna, Kukuh Aprilianto menambahkan, kegiatan yang mereka lakukan untuk meningkatkan respon anak-anak SD, mengenai apa saja yang harus dilakukan jika terjadi suatu bencana.
"Tahapan penyampaian materi di masing-masing sekolah sedikit berbeda," tuturnya.
Baca Juga: Kata Siapa Pestisida Beracun? Coba Dulu Pestisida Nabati Satu Ini
Di SD N Glagaharjo, anak-anak diberi materi tambahan tentang mitigasi bencana gempa bumi. Sedangkan di SD N Balerante tidak terdapat simulasi bencana gempa bumi, namun langsung dilanjutkan dengan simulasi bencana gunung meletus. Perbedaan itu dikarenakan beberapa alasan teknis.
"Pihak kedua sekolah dan para siswa merespon dengan baik kegiatan ini," terangnya.
Kukuh berharap, sosialisasi dan simulasi yang mereka beri dapat meningkatkan kesadaran para siswa SD yang berada di sekitar lereng Gunung Merapi, untuk tetap waspada dalam menghadapi potensi bencana. Baik itu bencana gempa bumi, gunung meletus, dan bencana alam lainnya.
"Mitigasi bencana perlu ditanamkan kepada anak-anak, khususnya kepada warga di wilayah KRB (Kawasan Rawan Bencana)," imbuhnya.
Menurut Dara Ninggar, mahasiswa Pecinta Alam harus turut ikut andil dalam misi kemanusiaan jika terjadi suatu bencana. Bencana alam yang sering terjadi di DIY menggerakkan hati nurani mereka untuk dapat berperan aktif dalam misi kemanusiaan. Salah satu bencana yang menjadi perhatian besar bagi masyarakat DIY adalah bencana erupsi Gunung Merapi.
"Madawirna turut ikut andil menjadi relawan bencana ketika terjadinya Erupsi Gunung Merapi pada 2006 dan 2010 silam," kenang Ninggar.