Techverse.asia - Tahun 2019, dunia dihebohkan oleh merebaknya virus corona. Virus yang berasal dari sebuah pasar di kota Wuhan, China itu kemudian merebak dan menyebar ke hampir seluruh negara di dunia. Di Indonesia, virus pertama kali terdeteksi tanggal 2 Maret 2020 dan kemudian menyebar menjadi pandemi di seluruh negeri.
Hingga Februari 2023, jumlah total penderita Covid-19 mencapai 6.732.618 dengan jumlah meninggal sebanyak 160.860 orang. Untuk mengatasi wabah Covid-19 ini Pemerintah Indonesia membentuk Satgas Covid-19 dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1/2020 Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang kemudian menjadi Undang-undang nomor 2/2020.
Dengan Undang-undang itu pemerintah memiliki landasan hukum dalam strategi untuk melakukan langkah-langkah kebijakan dan penanganan pandemi Covid-19 baik dari aspek kesehatan, ekonomi dan sosial di seluruh wilayah dan menjangkau seluruh rakyat Indonesia. Lalu bagaimana dengan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri? Apakah mereka yang tinggal di luar negeri saat wabah Covid-19, termasuk para pekerja migran Indonesia juga tercakup dalam skema UU No.2/2020?
Data dari Kementerian Luar Negeri RI menyebut jumlah WNI yang terjangkit virus Covid-19 mencapai 70.445 orang dan yang meninggal 413 orang. Sebagian diantara yang menjadi korban adalah para pekerja migran Indonesia. Kisah tentang pekerja migran yang terdampak dalam pusaran wabah Covid-19 muncul pertama kali saat pemerintah Indonesia mengirimkan misi kemanusiaan untuk mengevakuasi Warga Negara Indonesia yang terjebak di kota Wuhan, CHina.
Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha menceritakan akhir bulan Januari 2020, pemerintah mengirim tim untuk mengevakuasi WNI di Wuhan. Setelah melalui proses menegangkan, tanggal 1 Februari 2020, 273 WNI berhasil diterbangkan dari Wuhan dan mendarat di Natuna, Kepulauan Riau keesokan harinya.
Namun sesaat setelah pesawat mendarat di Natuna, perwakilan Indonesia di Beijng, China mendapat informasi, ada tiga pekerja migran Indonesia yang tidak terangkut. Menurut Judha, hal itu disebabkan perwakilan RI di Beijing tidak memiliki data tentang mereka, karena Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tidak terevakuasi itu bekerja di Cina secara ilegal atau unprosedural.
“Simply, karena mereka tidak terdata. But its too late”, ujar Judha Nugraha, Kamis (9/3/2023).
PMI di luar negeri memang menjadi kelompok rentan saat Covid-19 melanda dunia. Lebih khusus lagi para PMI yang berstatus undocumented. Kisah pekerja migran Indonesia saat wabah Covid-19 inilah yang diangkat dalam film dokumenter terbaru produksi Watchdoc Documenteray berjudul Undocumented. Film ini mengangkat nasib para pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Film Undocumented menggambarkan bagaimana PMI di Malaysia terkurung di kongsi (bedeng tempat tinggal mereka selama bekerja di Malaysia) yang kelaparan karena tidak bisa bekerja dan tidak bisa membeli makanan akibat kebijakan lockdown yang diberlakukan Kerajaan Malaysia. Film berdurasi 1 jam 15 menit ini juga mengisahkan sejumlah pekerja migran yang meninggal akibat Virus Covid-19 dan harus dimakamkan di Malaysia dengan biaya sendiri.
Termasuk PMI yang terinfeksi virus Covid-19 dan harus menjalani isolasi mandiri dengan biaya sendiri. Biaya isolasi mandiri dan pemakaman itu bervariasi dari 1.000 hingga 1.800 (Rp3.413.000 sampai Rp6.143.000). Film Undocumented sudah launching tanggal 7 Maret 2020 silam dengan kegiatan nonton bareng di amphiteater Visinema Picture, Cilandak, Jakarta Selatan.
Acara nonton bareng ini dilanjutkan dengan diskusi yang menghadirkan Edy Purwanto (Sutradara film Undocumented), Dede Aminah (mantan pekerja migran), Hariyanto Suwarno (Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia/SBMI), Budiono (Koordinator Pelindungan Kawasan Amerika Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI) dan Ali Tsabit Kholidin (Sub Koordinator Bidang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Sebelum dan Setelah Bekerja, Direktorat Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/P2PMI, Kementerian Tenaga Kerja RI)
Dalam diskusi Edy Purwanto menyebut proses pembuatan film berlangsung sekitar 6 bulan. Dimulai dari riset tentang permasalahan pekerja migran Indonesia saat wabah Covid-19 dan dilanjutkan dengan pengambilan gambar di berbagai daerah di Indonesia seperti Lumajang (Jawa Timur), Klaten (Jawa Tengah), Pontianak (Kalimantan Barat), hingga Pos Lintas Batas Negara Aruk di Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat). Pengambilan gambar juga dilakukan di dua kota di Malaysia yakni Kuala Lumpur dan Kuching, Serawak.
Dede Aminah yang juga pernah bekerja sebagai pekerja migran di Malaysia membenarkan kisah yang digambarkan dalam film bahwa pekerja migran ilegal atau undocumented adalah kelompok pekerja migran yang paling rentan menghadapi berbagai masalah seperti kekerasan hingga tidak digaji, karena Dede Aminah mengalami sendiri berbagai pengalaman pahit itu.
Hariyanto Suwarno menyebut tanggung jawab negara dalam memberikan pelindungan terhadap pekerja migran selama Covid-19 kurang maksimal karena tidak muncul kesamaan paradigma pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Pelindungan ekerja migran Indonesia memang sudah diatur dalam UU No.18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Namun, pekerja migran tetaplah warga negara yang dalam situasi darurat seharusnya dilindungi dengan menggunakan UU No.39 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Budiono dari BP2MI memastikan bahwa pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia terutama yang menghadapi masalah termasuk saat wabah Covid, tidak dibeda-bedakan antara pekerja migran yang berstatus documented ataupun yang undocumented.
Sebagai respons terhadap wabah Covid-19, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) RI sudah menyiapkan mitigasi kasus kedaruratan serupa. Dalam diskusi, Ali Tsabit Kholidin menyebut jawatannya sudah mengeluarkan Kepmenaker nomor 249/2020 tentang Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Dalam Kepmenaker tersebut diatur aturan protokol kesehatan selama proses pengiriman dan penempatan pekerja migran Indonesia ke luar negeri.
Acara nonton bareng ini sendiri dihadiri oleh berbagai kalangan mulai dari mantan pekerja migran, organisasi pekerja migran, kelompok aktivitas perempuan, aktivis lingkungan, aktivitas hukum dan HAM serta aktivis anak-anak muda. Setelah launching dan premiere, saat ini dibuka musim nonton bareng yang pendaftarannya bisa akses melalui sosial media Watchdoc (IG @watchdoc_insta, Twitter @watchdoc_ID dan SBMI (IG: @sbmi.or.id, Twitter: @dpnsbmi).