Techverse.asia - Film Killers of the Flower Moon tayang perdana di Indonesia sejak Rabu (18/10/2023) kemarin menjadi masterpiece terbaru karya legenda perfilman dunia Martin Scorsese (80). Film ini didasarkan pada kisah nyata yang diangkat dari buku karya David Grann berjudul Killers of the Flower Moon: The Osage Murders and the Birth of the FBI.
Ini adalah film Scorsese lainnya dengan durasi tiga jam lebih yang pernah saya tonton, setelah The Irishman (2019). Buat kamu yang bukan penggemar film drama berdurasi panjang, tampaknya ini akan sangat melelahkan dan akan membuatmu merasa kantuk. Apalagi dialog-dialog yang disajikan panjang.
Killers of the Flower Moon bercerita tentang kelompok Suku Osage di Amerika Serikat (AS) yang dibunuh secara misterius tahun 1920-an yang memicu FBI melaksanakan investigasi yang melibatkan J. Edgar Hoover. Pada awal 1920-an, deposit minyak yang sangat besar ditemukan di bawah tanah tempat Suku Osage tinggal, tepatnya di Oklahoma.
Pengadilan setempat pun memberikan mereka hak atas keuntungan yang dihasilkan dari minyaknya serta menghasilkan uang yang tidak kalah banyak jumlahnya.
Dalam membuat film ini, Scorsese sangat menunjukkan kepedulian dan perhatian yang mendalam lantaran ini adalah sejarah kelam AS yang kerap dilupakan banyak orang. Dengan adanya film ini, dia berharap agar orang-orang tidak lupa bahwa Negara Adidaya ini pernah sangat rakus dan tamak terhadap sumber daya alam berupa minyak.
Guna menggambarkan sejarah yang terjadi saat itu, Scorsese berkolaborasi dengan dua aktor andalannya yaitu Robert De Niro yang berperan sebagai William Hale, pengusaha minyak berpengaruh dan misterius, serta Leonardo DiCaprio sebagai Ernest Buckhart. Selain itu penampilan memukau juga ditunjukkan oleh Lily Gladstone sebagai Mollie (gadis keturunan asli suku Osage).
Soal akting tidak perlu diragukan lagi meski DiCaprio bukan aktor utama dalam film Killers of the Flower Moon, ia hanya menjadi keponakan dari Hale tapi mampu menghubungkan semua elemen cerita dalam film.
Pada awal film, Ernest dinarasikam datang kepada pamannya untuk mencari pekerjaan dan Hale pun meminjamkan mobilnya agar keponakannya itu bisa bekerja sebagai seorang sopir taksi. Dari pekerjaannya sebagai sopir taksi, ia dipertemukan dengan Mollie.
Kemudian DiCaprio jatuh cinta dengan perempuan asli Suku Osage itu dan berniat untuk mempersuntingnya. Ernest pun menyampaikan niatnya tersebut kepada sang paman, tapi rupanya ini adalah langkah agar kaum kulit putih dapat menguasai sumber minyak yang dimiliki Suku Osage.
Sebab, dengan menikahi Mollie, harapannya mereka bisa mengalihkan keuntungan yang didapat Suku Osage kepada Hale dan kroni-kroninya. Hal lain yang mendorong upaya merampas kekayaan alam mereka karena para pengusaha minyak ini sudah mulai kehilangan uang akibat 'membantu' mendirikan sejumlah fasilitas publik, sekolah, hingga rumah sakit untuk Suku Osage.
Agar rencananya itu cepat terealisasi, timbul konspirasi pembunuhan terhadap Suku Osage, yang mengabaikan fakta bahwa penduduk asli Amerika adalah pemilik sah tanah dan keuntungannya. Faktor tersebut membuat DiCaprio dalam dilema moral dan konflik batin antara mengerjakan perintah dari pamannya atau memang benar-benar mencintai Mollie.
Lalu untuk akting DeNiro sendiri tidak jauh-jauh dari karakter antagonis dalam banyak film bertema mafia yang pernah ia bintangi. Namun kali ini aksi kekejamannya tak ditunjukkan secara eksplisit, justru dia membawakan karakter William Hale sebagai seseorang pengusaha yang dingin dan penuh simpati, tapi di balik itu semua ia punya rencana pembunuhan guna memuluskan hasratnya menguasai minyak.
Selain akting yang brilian dari kedua aktor tersebut, tak kalah dari perhatian ialah Lily Gladstone benar-benar menghayati perannya sebagai Suku Osage dan sanggup menuturkan bahasa asli mereka. Perannya ini juga menggambarkan dirinya yang rentan sekaligus kuat dalam menghadapi berbagai peristiwa menyedihkan yang dialaminya.
Baca Juga: Review Film Oppenheimer: Berjasa Besar untuk Amerika Serikat tapi Dituding Antek Uni Soviet
Berbicara mengenai sinematografi Killers of the Flower Moon, Scorsese dapat menyuguhkan luas dan hijaunya dataran tinggi Oklahoma, ditambah lagi dengan panorama alam yang spektakuler dan cakrawala terbuka. Alhasil, penonton pun seperti terbawa bagaimana rasanya tinggal di kediaman orang Indian, Osage. Tak lupa, pencahayaan yang kontras serta tajam semakin memanjakan mata penonton.
Itu ditambah dengan mobil-mobil klasik yang wara-wiri di sepanjang film Killers of the Flower Moon dan juga stasiun kereta api jadul. Komposisi musik yang dibuat oleh Robert Robertson pun semakin memberi sentuhan emosional dan dapat membuat para penonton tegang.
Secara keseluruhan, plot Killers of the Flower Moon penuh dengan intrik, yang mana menunjukkan konspirasi kriminal yang disusun secara matang, melibatkan pengusaha, polisi, penegak hukum, hingga dokter. Dengan kata lain, Scorsese menonjolkan aspek drama, manipulatif, ketidakadilan rasial perjuangan Suku Osage, dan impian Amerika dalam film ini.
Bagian akhir film ini dieksekusi dengan cara yang berbeda, jika pada umumnya film dokudrama menutupnya dengan epilog berwujud teks, tetapi sang sutradara film Hugo (2011) itu justru muncul sebagai seorang cameo. Dan menariknya lagi terdapat sajian teatrikal yang merangkum kisah nyata menyedihkan ini.