Review Film Budi Pekerti, Cancel Culture Itu Nyata dan Berbahaya

Rahmat Jiwandono
Minggu 05 November 2023, 21:18 WIB
Poster film Budi Pekerti arahan sutradara Wregas Bhanuteja. (Sumber : Istimewa)

Poster film Budi Pekerti arahan sutradara Wregas Bhanuteja. (Sumber : Istimewa)

Techverse.asia - Kekinian hampir semua orang memiliki akun media sosial dan menggunakannya untuk menyiarkan berbagai aktivitasnya. Namun, apabila aktivitas yang dilakukan telah melewati batas, maka konsekuensinya adalah mendapat hujatan hingga bullying dari warganet.

Ini dapat memicu cancel culture yang memang nyata adanya, suatu praktik di media sosial yang berupaya menggalang dukungan - umumnya netizen - guna menolak kemunculan seseorang - tidak peduli apakah dia publik figur maupun influencer - jika mereka telah menyatakan atau bertindak yang 'dinilai' bertentangan dengan norma sosial di masyarakat. 

Praktik cancel culture adalah pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui film Budi Pekerti garapan Wregas Bhanuteja yang sudah tayang di bioskop di seluruh Indonesia pada awal bulan ini. Situasi tersebut jadi konflik utama yang menimpa seorang guru Bimbingan Konseling (BK) bernama Bu Prani (Sha Ine Febriyanti) akibat video viralnya berdurasi 20 detik yang disalah artikan oleh warganet. 

Itu bermula ketika sore hari Bu Prani sedang menunggu antrean untuk membeli kue putu di pasar tradisional, tapi tiba-tiba ada seorang pria yang menyerobot antrean. Melihat hal tersebut, ia langsung menegurnya dan terjadilah cek cok. Di sela-sela keributan itu, Bu Prani mengucapkan 'ah suwi' dalam bahasa Jawa yang berarti 'terlalu lama'. 

Kejadian itu pun direkam oleh pembeli lainnya yang juga sedang antre membeli putu. Nah, perkataan yang keluar dari mulutnya terekam, tapi kemudian justru disalahartikan oleh netizen yang mengira bahwa Bu Prani sedang mengumpat dengan kata kasar yaitu 'asu' atau anjing.

Baca Juga: Review Detective Conan: Black Iron Submarine, Teknologi Pengenal Wajah yang Mengancam Ai Haibara

Apalagi saat kejadian dia memakai masker karena diceritakan saat masih pandemi Covid-19. Sehingga tak jelas artikulasi yang dikatakan Bu Prani, apakah 'ah suwi' atau memang kata 'asu' yang ia bilang. Singkat cerita, video itu lantas jadi viral di media sosial. 

Siapa sangka bahwa video viral tersebut membawa dampak yang begitu serius terhadap keluarganya. Bu Prani digambarkan memiliki dua orang anak, yaitu Tita (Prilly Latuconsina) dan Muklas (Angga Yunanda), serta suaminya Didit (Dwi Sasono). Tita dan Muklas sendiri memang sangat aktif di media sosial. 

Muklas adalah seorang konten kreator yang menggunakan terminologi hewan untuk membahas self-love dan memiliki ratusan ribu pengikut. Lalu Tita sebenarnya adalah vokalis dari sebuah grup band, tapi pandemi membuatnya sepi job hingga dia banting setir berjualan baju awul-awul atau istilah sekarang disebut thrifting. Sedangkan, Didit mengidap bipolar dan harus berkonsultasi dengan psikolog dan minum obat. 

Viralnya Bu Prani pun merambet ke seluruh aspek kehidupannya, mulai dari rumah tangga hingga pekerjaan. Kedua anaknya tersebut juga ikut menanggung dampaknya. Prani mendapatkan penolakan dari lingkungan senamnya bersama ibu-ibu, Muklas kehilangan brand yang akan meng-endorse-nya, hingga Tita terpaksa harus didepak dari bandnya lantaran ikut-ikutan 'problematik' seperti ibunya. 

Itulah yang disebut dengan cancel culture karena mereka semua mendapat penolakan dari lingkungan sosialnya, jadi pesan moral yang ingin disampaikan oleh Wregas lewat film berdurasi 1 jam 51 menit ini adalah jangan terlalu gegabah menghakimi seseorang di media sosial. Sebab, kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi dan ia mengimbau agar masyarakat bijak dalam memakai 'jempolnya'. 

Baca Juga: Review John Wick Chapter 4: Sulitnya Menumbangkan Si Baba Yaga

Meskipun pesannya kuat, akan tetapi akhir filmnya gampang untuk ditebak. Entah itu karena memang sudah menjadi ciri khas dari setiap film karya Wregas atau memang saking realistisnya cancel culture, sehingga harus berakhir seperti bagaimana harapan orang-orang. Selain itu, yang jadi catatan saya selama menonton film ini adalah porsi peran Muklas dan Tita amat menonjol dibanding Prani yang berkonflik sebagai lakon utama. 

Ya, harus diakui bahwa akting mereka berdua sangat luar biasa dalam membawakan perannya. Pasalnya, film ini banyak menggunakan dialog Bahasa Jawa, apalagi dalam beberapa percakapan, Prilly dapat berbicara Basa Jawa Krama Inggil atau Bahasa Jawa Halus yang digunakan saat berbincang dengan orang yang lebih tua.

Begitu juga dengan Angga. Prilly sendiri pun mengaku butuh waktu kurang lebih tiga bulan untuk bisa menguasai setiap dialog dalam Bahasa Jawa. Walau upayanya terbayar lunas dengan peran yang ia mainkan, tapi menurut saya justru 'mengkerdilkan' peran Ine yang harusnya paling ditonjolkan. Saya yakin Ine dapat berakting total, terlebih mereka semua aktor papan atas Tanah Air. 

Terakhir, cancel culture yang dialami Bu Prani dalam film Budi Pekerti ini membuatnya sering mengeluarkan kata-kata 'jika terlalu sering mendengar omongan di sekitar kita, maka tidak bisa lagi mendengar suara kita sendiri' selama film diputar. Ungkapan seperti ini bukan pertama yang saya lihat dalam sebuah film, seperti pada film Ziarah (2016) karya BW Purba juga terdapat dialog tersebut. 

Jika ditilik lagi ke belakang, sependek pengetahuan saya bahwa ungkapan seperti itu sebelumnya pernah disampaikan oleh sutradara film Schindler's List (1993) besutan Steven Spielberg. Spielberg memakai kata-kata yang sama ketika dia memberikan sambutan wisuda di Universitas Harvard pada 2016 silam. Entah siapa yang lebih dahulu mengucapkannya tak terlalu penting, tapi itu patut untuk kita refleksikan, seperti cara Bu Prani memberi 'pelajaran' kepada muridnya yang bandel. 

Baca Juga: Review Film Once Upon a Time in Hollywood, Duet Brad Pritt dengan Leonardo DiCaprio

Follow Berita Techverse.Asia di Google News
Berita Terkait Berita Terkini
Startup22 Januari 2025, 18:56 WIB

Openspace Ventures Beri Pendanaan Lanjutan untuk MAKA Motors

Pendanaan ini datang setelah startup tersebut melansir motor listrik pertamanya, MAKA Cavalry.
MAKA Cavalry.
Techno22 Januari 2025, 18:34 WIB

Huawei FreeBuds SE 3: TWS Entry-level Seharga Rp400 Ribuan

Gawai ini akan menghadirkan keseimbangan sempurna antara performa dan kenyamanan.
Huawei FreeBuds SE 3. (Sumber: Huawei)
Techno22 Januari 2025, 16:28 WIB

Apa yang Diharapkan pada Samsung Galaxy Unpacked 2025, Bakal Ada S25 Slim?

Galaxy Unpacked Januari 2025: Lompatan Besar Berikutnya dalam Pengalaman AI Seluler.
Samsung Galaxy Unpacked 2025 akan digelar pada Rabu (22/1/2025). (Sumber: Samsung)
Startup22 Januari 2025, 16:02 WIB

Antler Salurkan Pendanaan Senilai Rp49 Miliar kepada 25 Startup Tahap Awal di Indonesia

Antler Pertahankan Momentum Kuat di Indonesia, Mencatatkan 50 Investasi Selama Dua Tahun Terakhir Di Tengah Tantangan Pasar.
Antler. (Sumber: antler)
Automotive22 Januari 2025, 15:33 WIB

Harga dan Spesifikasi New Yamaha R25, Bawa Kapasitas Mesin 250CC

Tampil Sebagai Urban Super Sport, New Yamaha R25 Siap Geber Maksimal.
Yamaha R25 2025. (Sumber: Yamaha)
Techno22 Januari 2025, 14:51 WIB

Tak Disebut Pada Pelantikan Presiden AS Donald Trump, Bagaimana Nasib Bitcoin?

Bitcoin terkoreksi ke US$100 ribu pasca Presiden AS Donald Trump tidak menyebut soal kripto pada sesi pelantikan.
ilustrasi bitcoin (Sumber: freepik)
Techno21 Januari 2025, 18:55 WIB

Insta360 Luncurkan Flow 2 Pro, Tripod Khusus untuk iPhone

Gimbal ini memungkinkan pembuatan film menggunakan kamera iPhone dan punya fitur-fitur AI.
Insta360 Flow 2 Pro. (Sumber: Insta360)
Techno21 Januari 2025, 18:37 WIB

Fossibot S3 Pro: Ponsel Entry Level dengan Pengaturan Layar Ganda

Gawai ini menawarkan fitur premium, tapi harganya ramah di kantong.
Fossibot S3 Pro. (Sumber: istimewa)
Startup21 Januari 2025, 18:24 WIB

Chickin Raih Pendanaan Pinjaman Sebesar Rp280 Miliar dari Bank DBS Indonesia

Chickin didirikan pada 2018, tepatnya di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Chickin. (Sumber: East Ventures)
Startup21 Januari 2025, 17:13 WIB

Banyu Dapat Pendanaan Awal Sebanyak Rp20 Miliar, Merevolusi Industri Rumput Laut

BANYU berkomitmen untuk mendukung petani dengan bibit berkualitas tinggi, teknik budidaya modern, dan akses pendapatan stabil.
Ilustrasi startup Banyu. (Sumber: istimewa)