Review The Zone of Interest: Visualisasi Suara untuk Gambarkan Kengerian Peristiwa Holocaust

Rahmat Jiwandono
Kamis 07 Maret 2024, 19:39 WIB
Review The Zone of Interest. (Sumber: A24)

Review The Zone of Interest. (Sumber: A24)

Techverse.asia - Sudah banyak film yang menampilkan kengerian dan kekejian mengenai peristiwa Holocaust saat Perang Dunia (PD) II yang dilakukan oleh tentara Nazi terhadap orang Yahudi. Sebut saja film seperti Schindler's List (1993), The Pianist (2002), Life is Beautiful (1997) dan Son of Saul (2015).

Di film-film tersebut audiens dapat melihat sendiri bagaimana Nazi melakukan praktik genosida pada orang-orang Yahudi. Namun, film The Zone of Interest arahan Jonathan Glazer memilih elemen suara guna 'memvisualisasikan' gambaran tersebut kepada penonton.

Ya, film ini sudah tayang di bioskop CGV di Indonesia sejak Rabu (6/3/2024) kemarin. The Zone of Interest sejatinya sudah tayang secara global pada akhir Desember 2023.

Sinopsis The Zone of Interest menghadirkan sebuah keluarga yang tinggal di Auschwitz, Polandia pada 1943 silam, di sebelah kamp konsentrasi yang terkenal. Kamp Auschwitz digunakan untuk secara sistematis memusnahkan orang-orang Yahudi dan musuh-musuh lainnya sambil menampung mereka dalam kondisi paling mengerikan dalam sejarah modern.

Baca Juga: Jisoo Jadi Musisi Pertama untuk Duta Merek Fesyen Self Potrait

Ide film ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa orang-orang di lingkungan sekitar menjalani kehidupan mewah dalam upaya mengejar kesuksesan.

Komandan Auschwitz, Rudolf Hoess (Christian Friedel), menjalankan tugas militernya, sambil membesarkan keluarganya dan memenuhi kebutuhan istrinya, Hedwig (Sandra Hueller). Sambil mengabaikan dampak buruk dari lingkungannya.

Film dibuka dengan layar kosong yang warnanya biru kelam selama beberapa menit sebelum menampilkan keluarga Hoess yang tengah bercengkerama di pinggir sungai sambil menikmati makanan, layaknya orang sedang berlibur.

Setelah itu scene berganti dengan kondisi rumah mewah yang ditempati oleh Hoess bersama istri dan anak-anaknya. Di rumah ini mereka menjalani aktivitas seperti keluarga normal, misal istrinya Ludwig memiliki hobi berkebun dan menanam sejumlah tumbuhan di pekarangan rumahnya.

Baca Juga: Review Film Oppenheimer: Berjasa Besar untuk Amerika Serikat tapi Dituding Antek Uni Soviet

Lalu, anak-anaknya yang sedang berenang hingga perkumpulan ibu-ibu layaknya sosialita yang membicarakan soal pakaian bermerek dan parfum-parfum yang mahal harganya.

Namun di lain sisi, sejengkal dari rumah mereka adalah kamp Auschwitz yang menjadi saksi bisu bagaimana jutaan nyawa orang Yahudi dihabisi di tempat tersebut.

Selama menonton film ini, angle kamera tak pernah melewati tembok pembatas antara kamp Auschwitz dengan kediaman Rudolf Hoess. Ini sengaja dilakukan oleh sang sutradara untuk mengajak penonton membayangkan peristiwa yang terjadi di kamp itu melalui suara-suara teriakan, jeritan, benturan, dan banyak lagi.

Secara alur, The Zone of Interest berjalan dengan lambat, tapi ini dimaksudkan untuk menampilkan bagaimana Hoess dan keluarganya menjalani kehidupan yang normal sehari-harinya. Hal ini sukses disampaikan melalui akting Ludwig beserta anak-anaknya yang tampil secara natural.

Mereka dengan santainya bermain-main di dalam atau di luar rumah, tanpa pernah sekali pun merasa terusik dengan apa yang sebetulnya terjadi di kamp Auschwitz.

Baca Juga: Review Film Eksil: Dicap Antek PKI dan Terpaksa Terasing di Negeri Orang

Selain itu, di dalam film ini juga menyiratkan pesan-pesan tersembunyi kaitannya dengan Holocaust. Namun, jika tak begitu jeli, adegannya akan terlewatkan begitu saja, salah satunya yang saya tangkap ialah adegan Hoess melepas sepatunya dan lalu dicuci oleh pekerjanya di bawah keran air, tiba-tiba airnya berubah menjadi warna merah.

Seperti yang saya bilang kalau Glazer memakai visualisasi suara untuk memberikan 'imajinasi' kepada penonton tentang Holocaust. Dia sengaja tidak membagikan gambar-gambar ataupun menunjukkan pemandangan di kamp Auschwitz.

Untuk merealisasikan visualisasi suara-suara yang dialami oleh tahanan Yahudi, Glazer mempercayai Johnnie Burn sebagai perancang suara The Zone of Interest. Burn memasukkan suara-suara yang justru bertentangan dengan gambar yang muncul, sehingga hal ini membingungkan penonton.

Sebab, pada umumnya di film-film, scoring disesuaikan dengan vibes yang tengah ditampilkan, misal akan ada instrumen musik yang mendayu-dayu dalam adegan yang sedih. Tapi suara yang muncul di film ini antara lain suara kepulan asap dari krematorium yang berada di kejauhan saat Hoess dan Ludwig sedang ngobrol.

Baca Juga: Review Film Anatomy of a Fall: Mempertahankan Alibi di Tengah Kendala Bahasa

Juga ketika anak laki-laki yang paling tua mengunci adiknya di rumah kaca sembari ia menirukan bunyi suara gas yang mendesis. Ya, ini adalah suara saat para tahanan Yahudi diesekusi mati di ruang gas (gas chamber) beracun.

Dan penonton mendengar suara gonggongan anjing yang suram, bahkan anjing ini berulang kali mengendus-endus tanah di dekat tembok pemisah antara kamp Auschwitz dengan rumah Hoess, pun terdengar suara tembakan di kejauhan.

"Ada 80 eksekusi sehari selama periode itu hanya dengan tembakan, di luar tindakan pembunuhan acak dan di dalam ruangan. Jadi, kami harus memutuskan seberapa sering kami harus menampilkan suara itu tanpa menimbulkan sensasi apa pun," jelas Burn.

Selain visualisasi suara, jelang kredit di akhir film, muncul scene para petugas kebersihan yang membersihkan suatu ruangan yang penuh dengan barang-barang milik tahanan Yahudi, seperti tas, sepatu, celana, hingga pakaian. Scene tersebut juga sangat menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi saat PD II, utamanya tentang Holocaust.

Baca Juga: Review Film Dune: Part Two, Upaya Balas Dendam Muaddib Terhadap Harkonnen

Follow Berita Techverse.Asia di Google News
Berita Terkait Berita Terkini
Startup22 Januari 2025, 18:56 WIB

Openspace Ventures Beri Pendanaan Lanjutan untuk MAKA Motors

Pendanaan ini datang setelah startup tersebut melansir motor listrik pertamanya, MAKA Cavalry.
MAKA Cavalry.
Techno22 Januari 2025, 18:34 WIB

Huawei FreeBuds SE 3: TWS Entry-level Seharga Rp400 Ribuan

Gawai ini akan menghadirkan keseimbangan sempurna antara performa dan kenyamanan.
Huawei FreeBuds SE 3. (Sumber: Huawei)
Techno22 Januari 2025, 16:28 WIB

Apa yang Diharapkan pada Samsung Galaxy Unpacked 2025, Bakal Ada S25 Slim?

Galaxy Unpacked Januari 2025: Lompatan Besar Berikutnya dalam Pengalaman AI Seluler.
Samsung Galaxy Unpacked 2025 akan digelar pada Rabu (22/1/2025). (Sumber: Samsung)
Startup22 Januari 2025, 16:02 WIB

Antler Salurkan Pendanaan Senilai Rp49 Miliar kepada 25 Startup Tahap Awal di Indonesia

Antler Pertahankan Momentum Kuat di Indonesia, Mencatatkan 50 Investasi Selama Dua Tahun Terakhir Di Tengah Tantangan Pasar.
Antler. (Sumber: antler)
Automotive22 Januari 2025, 15:33 WIB

Harga dan Spesifikasi New Yamaha R25, Bawa Kapasitas Mesin 250CC

Tampil Sebagai Urban Super Sport, New Yamaha R25 Siap Geber Maksimal.
Yamaha R25 2025. (Sumber: Yamaha)
Techno22 Januari 2025, 14:51 WIB

Tak Disebut Pada Pelantikan Presiden AS Donald Trump, Bagaimana Nasib Bitcoin?

Bitcoin terkoreksi ke US$100 ribu pasca Presiden AS Donald Trump tidak menyebut soal kripto pada sesi pelantikan.
ilustrasi bitcoin (Sumber: freepik)
Techno21 Januari 2025, 18:55 WIB

Insta360 Luncurkan Flow 2 Pro, Tripod Khusus untuk iPhone

Gimbal ini memungkinkan pembuatan film menggunakan kamera iPhone dan punya fitur-fitur AI.
Insta360 Flow 2 Pro. (Sumber: Insta360)
Techno21 Januari 2025, 18:37 WIB

Fossibot S3 Pro: Ponsel Entry Level dengan Pengaturan Layar Ganda

Gawai ini menawarkan fitur premium, tapi harganya ramah di kantong.
Fossibot S3 Pro. (Sumber: istimewa)
Startup21 Januari 2025, 18:24 WIB

Chickin Raih Pendanaan Pinjaman Sebesar Rp280 Miliar dari Bank DBS Indonesia

Chickin didirikan pada 2018, tepatnya di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Chickin. (Sumber: East Ventures)
Startup21 Januari 2025, 17:13 WIB

Banyu Dapat Pendanaan Awal Sebanyak Rp20 Miliar, Merevolusi Industri Rumput Laut

BANYU berkomitmen untuk mendukung petani dengan bibit berkualitas tinggi, teknik budidaya modern, dan akses pendapatan stabil.
Ilustrasi startup Banyu. (Sumber: istimewa)