Gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat pada beberapa waktu lalu, menimbulkan kesadaran banyak orang, untuk mulai mengedukasi diri sendiri dan orang terdekat mengenai mitigasi bencana.
Baca Juga: Hidup Di Negeri Cincin Api, Ini Cara Mahasiswa UNY Beri Mitigasi Bencana Untuk Anak-anak
Terutama untuk warga Indonesia, yang diketahui tinggal di wilayah gugusan cincin api (ring of fire) dunia. Bukan hanya memiliki potensi bencana terkait kegunungapian, melainkan juga bencana karena pergeseran lempeng.
Mengingat hal itu, maka pengetahuan atas lempengan bumi menjadi perlu ditingkatkan. Edukasi soal lempeng bumi yang berpotensi menimbulkan bencana alam ini, juga disampaikan oleh akademisi di bidang alam dan kebencanaan Universitas Gadjah Mada.
Pasca gempa bumi di Cianjur, para akademisi universitas itu mendorong masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta agar mewaspadai gempa serupa terjadi di kota ini. Sebab DIY dikenal memiliki riwayat kegempaan yang tinggi.
Baca Juga: Jangan Lakukan Ini Saat Terjadi Gempa Bumi
Bahkan pada 2006 silam, korban jiwa akibat gempa di Bantul jauh lebih besar dari gempa di Cianjur. Selain ada lebih dari 70.000 bangunan rumah mengalami rusak berat, terdapat 4.143 orang menjadi korban jiwa dalam gempa 5,9 M tersebut.
Masyarakat Perlu Edukasi Rumah Tahan Gempa
Dekan Fakultas Geografi UGM, Danang Sri Hadmoko mengatakan, mempersiapkan diri menghadapi bencana yang mungkin datang adalah hal yang penting. Karena gempa bumi tidak bisa dicegah atau dihindari.
Kajian mengenai dampak kerusakan dan kehilangan akibat gempa bumi, paling utama diperlukan di pemukiman.
Menurut Danang, masyarakat perlu memahami perilaku dan karakter bencana, agar tahu hal-hal apa yang harus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga perlu mendapat edukasi untuk membangun rumah yang tahan terhadap gempa bumi.
Baca Juga: Ini yang Harus Dilakukan Saat Terjadi Gempa Ketika Berada di Dalam Mobil
"Selain yang berkaitan dengan struktur bangunan, penempatan barang-barang di rumah perlu memperhatikan berbagai hal. Untuk mengurangi ancaman bagi penghuni rumah ketika terjadi bencana," tuturnya, dikutip dari laman UGM, Rabu (30/11/2022).
Adaptasi dari masyarakat sangat dibutuhkan, agar tidak semakin banyak korban akibat gempa bumi. Standar Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tahan gempa yang sudah digulirkan pemerintah perlu ditaati.
"Rumah itu menjadi tempat aman untuk bernaung, atau sebaliknya menjadi mesin pembunuh bagi orang yang tinggal didalamnya. Karenanya perlu edukasi rumah tahan gempa," tandasnya.
Wawasan Keberadaan Lempeng Dan Aktivitasnya
Danang menambahkan, bukan hanya Cianjur, Daerah Istimewa Yogyakarta juga perlu waspada karena daerah rawan gempa. Kewaspadaan ini sangat penting. Apalagi saat ini sudah memasuki musim penghujan.
"Gempa bumi yang terjadi, bisa mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah dan pada akhirnya longsor saat hujan besar turun," sebutnya.
Ia mengungkap, di DIY tercatat ada beberapa sesar seperti Opak, Subduksi, Progo, Dengkeng dan Oya. Sesar opak tergolong aktif dan sejak 2006 konsisten memproduksi gempa meski kecil.
Sesar opak membentuk zona yang cukup lebar dari arah Parangtritis hingga ke Prambanan. Tepatnya dari daerah Parangtritis kemudian ke Pleret, Piyungan, Prambanan.
Untuk mengantisipasi kerugian yang diakibatkan gempa bumi di DIY maupun daerah-daerah lain yang rawan gempa, sebenarnya ada berbagai teknologi yang bisa digunakan untuk mendeteksi gempa bumi.
Misalnya dilakukan oleh Fakultas Teknik UGM dengan memantau GPS Diferensial setiap hari. Sedangkan tim Fakultas Geografi menggunakan citra radar atau satelit yang mereka kembangkan. Pemantauan deformasi tanah dilakukan sebelum dan sesudah gempa bumi.
"Jadi kita tahu seberapa besar pergeseran horisontal dan vertikal tanah akibat gempa. Teknologi ini sangat murah, citra satelitnya gratis, resolusi tinggi," ungkapnya.