Pecahnya pembuluh darah di kepala bisa menyebabkan perdarahan, berujung kematian.
Dosen Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR), Dr dr Andrianto SpJP(K) FIHA FAsCC akan membantu menjelaskan kepada kita, mengenai kondisi tubuh yang berakibat fatal ini.
Andrianto mengatakan, ada beberapa penyebab yang dapat mengakibatkan pembuluh darah di kepala pecah.
Pertama, tekanan darah tinggi atau yang sering disebut hipertensi. Beban tekanan dalam pembuluh darah melebihi kemampuannya.
Ia menjelaskan, tekanan darah yang semakin tinggi akan menyebabkan penebalan pada otot dinding pembuluh darah. Dalam jangka waktu panjang, penebalan diikuti pelebaran dinding pembuluh darah.
"Akibatnya pembuluh darah menjadi menipis dan berkurang kekuatannya dalam menahan tekanan darah. Hal ini yang menyebabkan pembuluh darah pecah," terangnya, dalam laman UNAIR, Senin (2/1/2022).
Kedua, kelainan pada dinding pembuluh darah. Kelainan ini akan membuat dinding pembuluh darah mengalami penipisan dan menggelembung yang dikenal dengan aneurisma.
"Dibandingkan dengan dinding pembuluh darah lain, pembuluh darah di kepala ini menjadi lebih tipis. Ketika ada peningkatan tekanan, meskipun tidak terlalu tinggi bisa menyebabkan pecah pembuluh darah," lanjut Andrianto.
Jika pembuluh darah yang ada di kepala pecah, maka aliran darah yang mengandung oksigen dan nutisi bagi otak akan terganggu. Kemudian berbentuk gumpalan darah di luar pembuluh darah yang mendesak jaringan otak.
Kenali Gejalanya
Sakit kepala adalah salah satu gejala yang sering terjadi, pada seseorang yang berisiko mengalami pecah pembuluh darah di kepala.
Gejala ini mirip dengan gejala penyakit lainnya. Sehingga banyak orang yang tidak sadar, kalau ada masalah yang berpotensi pembuluh darah pecah di kepala mereka.
Keluhan sakit kepala dapat terjadi secara berulang. Rasa sakit yang dirasa akan meningkat seiring berjalannya waktu. Bahkan tidak ada pembaikan berarti, ketika pasien diberi obat berupa anti nyeri yang umum digunakan.
"Kalau sampai tekanan yang ada di dalam kepala meningkat, bisa terjadi mual dan muntah," ucapnya.
Menurutnya, vertigo juga gejala yang harus diwaspadai, demikian pula kesulitan bicara, pingsan dan kelemahan otot tangan dan kaki.
Gejala di atas semakin perlu diwaspadai, terlebih bila disertai faktor risiko seperti usia lanjut, tekanan darah tinggi atau hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, riwayat merokok, dan sebagainya.
"Harus ada pemeriksaan lanjutan," ucap Andrianto.
Penanganan Pembuluh darah pecah
Andrianto menambahkan, penanganan pembuluh darah yang pecah di kepala, tidak selalu berakhir di atas meja operasi. Penanganan setiap orang berbeda tergantung dengan volume darah yang keluar.
Namun, diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa CT-Scan dan atau Magnetic Resonance Imaging (MRI), untuk mengetahui jumlah pasti volume darah yang keluar.
- Ketika volume darah yang keluar jumlahnya besar, maka darah tersebut akan berkumpul di luar pembuluh darah. Kondisi inilah yang berdampak pada proses desak ruang jaringan otak.
"Otak dilindungi oleh tulang tengkorak. Jika ada massa dalam otak karena gumpalan darah, maka tekanan dalam rongga kepala meningkat. Kemudian berpengaruh pada proses desak ruang," sebutnya.
"Jika tekanan besar maka harus dilakukan operasi," ungkapnya.
- Bila volume darah yang keluar akibat pecah pembuluh darah di kepala, jumlahnya sedikit, maka akan dilakukan observasi terlebih dahulu.
- Apabila pada pemantauan awal volume darah yang keluar hanya sedikit, kemudian meningkat menjadi lebih banyak, bisa saja terjadi perubahan penanganan.
Sebelumnya dari pemantauan awal tidak ada indikasi pembedahan. Setelah volume darah yang keluar meningkat, maka diputuskan tindakan bedah.
"Jika jumlah volume darah yang keluar tetap sedikit, sebenarnya dapat terjadi penyerapan kembali oleh sistem otak. Sehingga tidak memerlukan tindakan operasi," lanjutnya.
Mencegah pecahnya pembuluh darah kepala
Pecahnya pembuluh darah di kepala sangat erat kaitannya dengan tekanan darah tinggi atau hipertensi. Diketahui, hipertensi berhubungan erat dengan tingginya kadar kolesterol, obesitas, diabetes, stres, dan merokok.
Maka menurut Andrianto, yang harus dilakukan untuk mencegahnya adalah perubahan gaya hidup sejak muda.
Hipertensi yang tidak terkontrol, berisiko tinggi menimbulkan terjadinya komplikasi, salah satunya pecah pembuluh darah di kepala.
Namun demikian, penderita hipertensi tidak perlu sangat risau akan hal ini. Pencegahan terjadinya komplikasi bisa dilakukan dengan cara mengontrol tekanan darah dalam batas normal.
"Sudah terbukti, kalau tekanan darah bisa mencapai target normal, maka akan menurunkan risiko komplikasi," ungkapnya.
Andrianto kemudian juga membagikan strategi pengobatan, yang bisa dilakukan kepada penderita hipertensi, agar penyakit yang mereka derita tak berisiko menyebabkan pecahnya pembuluh darah di kepala.
1. Non farmakologi
Diterapkan dengan cara perubahan gaya hidup, seperti diet rendah lemak dan garam.
Mengelola faktor risiko penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dikontrol, seperti kolesterol dan diabetes, tidak merokok, obesitas dikontrol, olahraga rutin, dan pengendalian stres.
"Terapi non farmakologis ini merupakan hal yang penting sebelum menuju pengobatan farmakologis," ujarnya.
2. Farmakologi
Pengobatan farmakologis berbeda setiap individu. Pilihan obat yang digunakan, disesuaikan dengan target tekanan darah yang harus dicapai. Dilakukan pula evaluasi bertahap dalam menerapkan pengobatan farmakologi.
Disarankan penderita hipertensi memeriksakan kesehatannya secara rutin, agar risiko pecah pembuluh darah di kepala bisa dicegah.
Target tekanan darah yang dicapai, harus kurang dari 140/90 mmHg. Dengan syarat tidak ada faktor risiko penyakit lain, misalnya diabetes dan penyakit ginjal.