Penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi komitmen internasional untuk secara bersama menahan laju pemanasan global.
Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan usaha sendiri, dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional pada 2030.
Untuk memenuhi target tersebut, Kementerian ESDM telah dilakukan berbagai aksi mitigasi.
Baca Juga: 4 Teknik Digital Marketing yang Jadi Tren Tahun Ini, Bisa Kamu Contek
Tercatat berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sejak 2019 capaian penurunan emisi karbondioksida sektor ESDM selalu melebihi target yang sudah ditetapkan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan, progress penurunan emisi pada 2022 cukup baik.
"Target bisa sedikit dilampaui. Pada 2023 tentu saja akan ada penambahan-penambahan target penurunan emisi di sektor energi," kata dia, dalam laman kementerian terkait, Senin (30/1/2023).
Ia mengklaim, track record dalam kemampuan menurunkan emisi selalu mengalami kenaikan, imbuhnya. Misalnya saja pada 2019 realisasi penurunan emisi mencapai 54,8 juta ton dari target 51 juta ton.
Pada 2020, dari target yang ditetapkan sebanyak 58 juta ton, realisasi 64,4 juta ton. Selanjutnya pada 2021, target 67 juta ton sementara realisasi 70 juta ton.
Selanjutnya ketika pihaknya menargetkan penurunan emisi sebesar 91 juta ton, dapat direalisasi sampai 91,5 juta ton.
"Capaian lainnya, saat ini intensitas energi kita saat ini mencapai 0,335 ton per penduduk. Yang harus terus kita terus kampanyekan adalah agar intensitas ini dapat meningkat menjadi 0,5 ton per penduduk, dan kemudian terus meningkat," lanjut Arifin.
Komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi, sesuai yang sudah ditargetkan diperkuat melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), yang disampaikan kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), imbuhnya.
Baca Juga: Indeks Dell WE Cities 2023: London Masuk Daftar Kota Paling Support Perempuan Entrepreneur
Sebelum ini Arifin mengungkap, pemerintah terus berkomitmen untuk mengejar target Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) pada 2060, -atau lebih cepat dari itu-.
Ia menyebut, Indonesia akan menghasilkan 1,5 giga ton CO2 pada 2060.
"Nilai emisi tersebut terjadi, apabila kita hanya melakukan business as usual tanpa ada upaya untuk bergeser menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan," sebut dia.
Maka menurut dia, beralih menggunakan kendaraan listrik bisa menjadi salah satu upaya untuk menurunkan emisi. Karena kendaraan listrik tidak mengeluarkan emisi gas buang, sehingga lebih ramah lingkungan.
Lebih lanjut, Arifin menggambarkan kondisi sektor transportasi saat ini yang memperlihatkan ada sebanyak lebih dari 140 juta unit kendaraan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, bila dirinci, didominasi oleh kendaraan roda dua (motor), yang jumlahnya sekitar 120 juta unit.
Ia menggambarkan, apabila sepeda motor mengonsumsi 1 liter bahan bakar per hari, itu setara dengan sekitar 1 juta barel minyak. Dan jika disesuaikan dengan harga minyak sekarang ini, maka nominal uang yang dibakar lebih dari USD 100 juta per hari.
Baca Juga: Ngantuk Saat Nyetir? Coba 6 Trik Ini
Baca Juga: 10 Tips Mengemudikan Mobil Saat Malam Hari
"Karena itulah, pemerintah memiliki program mengonversikan motor berbasis BBM menjadi motor listrik," terangnya.
Sebagai informasi, pada roadmap transisi energi untuk mencapai NZE, pemerintah menargetkan pada 2021-2025, jumlah kendaraan listrik di Indonesia bisa mencapai 300.000 unit mobil dan 1,3 juta unit motor.
Sedangkan pada tahap 2026-2030, jumlah kendaraan listrik ditargetkan 2 juta unit mobil dan 13 juta unit motor.