Sebuah perusahaan media dan surat kabar online Kamboja, Ebook Cambodia, mengatakan kalau logo ikonik yang dimiliki oleh Louis Vuitton (LV) telah terinspirasi oleh motif leluhur Khmer kuno, yang ada pada sarung para bidadari 'Apsara'.
Pernyataan itu muncul dari sebuah unggahan berupa foto, yang ada dalam akun Facebook milik Ebook Cambodia. Techverse.Asia menemukan informasi ini dari Facebook mereka, pada Rabu (8/2/2023).
Nampak pada foto, ada gambar sebuah tas tangan bermerek LV sedang diletakkan -dengan cara ditahan menggunakan tangan- berdekatan dengan sebuah patung atau relief yang diperkirakan sosok Apsara.
Terlihat ada relief pada sarung 'yang dikenakan' sang penari Apsara, dibuat dengan cara diukir pada batu. Bila diperhatikan dengan detail, nampak motif sarung itu membentuk pola bunga yang mirip dengan logo LV.
Foto itu juga dilengkapi keterangan pendek dalam bahasa dan aksara Khmer. Media The Thaiger mengungkap, tulisan itu berbunyi seperti berikut:
"Merek LV. Terkadang Anda masih tidak bisa lepas dari seni nenek moyang Khmer kuno. Sebuah patung berusia ribuan tahun, tetapi masih memiliki rasa peradaban dan keabadian. Nenek moyang Khmer luar biasa!", demikian yang tertulis.
Meskipun tidak dijelaskan apakah halaman tersebut menyindir bahwa merek Prancis itu langsung menyalin desain dari ukiran batu kuno, beberapa komentator sangat skeptis tentang gagasan untuk menghubungkan merek tersebut dengan warisan kuno Kamboja.
Seorang pengguna Facebook, menjelaskan lebih jauh bahwa pola monogram oleh Louis Vuitton sebenarnya terinspirasi oleh motif bunga persegi Jepang, dan selalu diwarnai coklat dan krem.
Lewat pencarian online, menunjukkan kalau beberapa media mendapatkan sumber yang sama. Yakni bahwa, dapat dikonfirmasi kalau Georges Vuitton (putra Louis Vuitton) yang datang dengan desain pada 1896, sebagai penghormatan kepada mendiang ayahnya, ia terinspirasi yang berasal dari motif bunga Jepang.
Tetapi sekali lagi, mudah untuk memahami bagaimana beberapa orang mungkin memiliki kesalahpahaman tentang asal-usul pola ini. Mengingat betapa miripnya pola itu dengan motif bunga pada sarung bidadari.
Untuk diketahui, Apsara berasal dari bahasa Sankrit, yang berarti roh perempuan dari awan dan air dalam mitologi Hindu dan Buddha.
Di sebuah kanal dalam ensiklopedia Britannica, didefinisikan bahwa apsara (dalam agama dan mitologi India) adalah salah satu penyanyi dan penari surgawi. Ia bersama dengan gandharva atau musisi surgawi, mendiami surga dewa Indra, penguasa surga.
Awalnya bidadari air, bidadari memberikan kenikmatan indria bagi dewa dan manusia. Mereka telah digambarkan dengan indah dalam pahatan dan lukisan di India, dan di seluruh wilayah Asia Selatan dan Tenggara; yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha.
Contoh penting adanya Apsara adalah lukisan dinding abad ke-5 hingga ke-6 di Ajanta di India dan di Sigiriya di Sri Lanka. Serta pahatan dan relief yang menghiasi kuil Angkor, Kamboja.
Di Kamboja, sosok Apsara ini terkenal dalam sebuah tarian. Tari Apsara. Sebuah laporan dalam VOV menjelaskan, menurut legenda agama Hindu tarian tersebut dipertunjukan oleh para bidadari Apsara dalam acara melayani para dewa.
Sementara menurut legenda rakyat yang lain, para bidadari Apsara adalah para bidadari awan dan air. Mereka main, menari, membuat rumput-rumputan, hewan berkembang berbiak, pepohonan berbunga dan berbuah.
"Oleh karena itu, warga menganggap Apsara sebagai dewi kemakmuran," demikian ulasan VOV.
Seorang dosen Sekolah Menengah Kesenian Kamboja, Saudara Kimsoerun mengatakan, berbeda dengan tarian-tarian tradisional dari negara-negara lain, tarian Apsara menuntut penarinya harus lambat, tidak kaku, harus lembut. Dengan demikian, mereka terlihat seperti helai-helai kain yang lembut dan halus; lewat penampilan yang demikianlah baru bisa memanifestasikan jiwa dan keindahan tarian Apsara.
Tarian Apsara sampai sekarang ini dianggap sebagai aset dan jiwa nasional Kamboja serta diakui oleh UNESCO sebagai Pusaka Budaya Nonbendawi Dunia.