Dalam memenangkan simpati calon konsumen, serta memperoleh kesadaran publik atas suatu merek, gaya dan strategi periklanan menjadi salah satu kunci.
Tak dipungkiri, demi profit dan kontinuitas suatu bisnis, dibutuhkan usaha-usaha pemasaran lewat periklanan yang kreatif, empatik, dan berelasi tinggi dengan keseharian calon konsumen; contohnya lewat storytelling advertisement.
Selain mampu meningkatkan identitas, brand storytelling juga dibuat agar suatu brand atau merek mempunyai semacam poros, yang nantinya bisa dijadikan sebagai pedoman.
Penggunaan brand storytelling membantu pemilik usaha dan merek, mengetahui apa yang harus diprioritaskan terlebih dahulu; tanpa melupakan nilai utama yang diterapkan.
Misalnya saja dijelaskan dalam laman Marketing Insider Group, saat brand storytelling dirangkai dengan baik, maka akan memberikan beberapa keuntungan. Apa saja?
- Memberikan kejelasan terkait brand,
- Menawarkan pengalaman baru, bukan hanya produk atau jasa saja,
- Membuat para calon pelanggan merasa harus membeli produk atau jasa yang ditawarkan,
- Meningkatkan lead generation.
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Syafrizal, menjelaskan adanya korelasi storytelling advertising dalam menjelaskan suatu brand atau merek, dari segi akademik.
"Cerita-cerita (stories) dapat dimanfaatkan untuk menarik hati pelanggan, membangun reputasi perusahaan, dan membingkai imej perusahaan," kata Syafrizal, kami kutip dari laman Center for Digital Society UGM, Jumat (10/3/2023).
Menurutnya, storytelling dapat menjadi strategi advertising yang baik, karena cerita dapat ‘melekat’ di dalam hati dan pikiran publik.
Dalam konteks bisnis, cerita-cerita tersebut dibangun tak hanya demi mempengaruhi emosi calon konsumen. Namun, masa kini, cerita-cerita justru ditujukan untuk memberikan perubahan serta mendorong calon konsumen agar tertarik membeli suatu produk atau jasa.
"Yang paling menantang dari strategi storytelling advertising adalah bagaimana perusahaan dapat mengubah perilaku pembelian, menjadi nilai sosial dengan memanfaatkan emosi manusia. Karenanya, storytelling advertising pun menjadi suatu usaha untuk memanusiawikan jenama (humanizing the brand)," jelas dia.
Untuk itu, dalam memproduksi storytelling advertisement yang mengikat emosi, suatu iklan harus menghibur, dapat dipercaya (believable), mengedukasi, menciptakan koneksi (relatable), sistematis, mudah diingat, dan mengikuti tren.
Lewat pemanfaatan emosi manusia tersebut, suatu bisnis dapat membuat para calon konsumen merasa ‘dilibatkan’ dalam visi dan misi bisnis. Bisnis dapat membangun hubungan emosional antara perusahaannya sendiri, produk/jasa mereka, dan para konsumen mereka lewat storytelling advertising.
"Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibutuhkan pemahaman atas kebutuhan/gagasan konsumen, cerita yang empatik, dan perencanaan media yang matang", tutur Syafrizal lagi.
Sementara itu, Praktisi Komunikasi, Chief Creative Officer Narrada Communications, Adi S. Noegroho, ia percaya akan pentingnya penggabungan antara gaya komunikasi (dalam periklanan) dan brand story.
"Kedua elemen tersebut menjadi kunci dari pemroduksian iklan-iklan oleh Narrada Communications," terangnya, memberikan penjelasan.
Brand story dapat dibangun oleh hal-hal yang ada di kehidupan sekitar kita, lanjutnya. Hal ini dapat membantu mendorong unsur empati dalam suatu iklan, sehingga publik dapat merasa semakin relate dengan brand story suatu bisnis.
Brand story pun penting untuk dipertahankan sepanjang waktu, demi mempertahankan value dari suatu brand.
"Berangkat dari sana, brand story pun akhirnya dapat mempertahankan kontinuitas dan inovasi periklanan dari suatu perusahaan," ucapnya.
Adi mengakhiri sesi diskusinya dengan pesan bahwa: tak masalah media periklanan apa yang kita gunakan.
"Selama sebuah advertisement memiliki brand story yang kuat dan berkelanjutan, maka perusahaan dapat selalu diingat oleh publik dan menarik konsumen," tandasya.