Kekerasan seksual terhadap laki-laki seringkali tidak dianggap sebagai suatu hal yang serius.
Laporan Studi Kuantitatif Barometer Kesetaraan Gender, yang diluncurkan Indonesia Judicial Research Society (IJRS) dan INFID Tahun 2020 menguak, ada 33% laki-laki yang mengalami kekerasan seksual khususnya dalam bentuk pelecehan seksual.
Mengutip publikasi IJRS, dalam laporan mereka diketahui, berdasarkan survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) yang melibatkan 62.224 responden menunjukkan, 1 dari 10 laki-laki pernah mengalami pelecehan di ruang publik.
Dari data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mereka menemukan, korban kekerasan seksual di tahun 2018 lebih banyak dialami oleh anak laki-laki. Secara persentase, ada 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan menjadi korban kekerasan seksual.
Kasus MS yang mengalami pelecehan seksual di lingkungan kerja, sempat menjadi sorotan banyak pihak, pada 2021. MS mengaku sudah berulang kali mencoba melaporkan pelecehan yang dialaminya kepada banyak pihak, namun nyaris tak ada yang percaya kisahnya, justru ia dinonaktifkan sebagai ASN setelah melaporkan apa yang ia alami.
Kabar tidak mengenakkan, pada 2020 muncul kasus yang cukup menghebohkan publik, kasus Reynhard Sinaga. Ada 48 laki-laki yang disebut sebagai korbannya. Reynhard melakukan 159 kasus perkosaan dan serangan seksual di Inggris.
Kekerasan Terhadap Laki-laki Sering Disepelekan
Laporan-laporan tadi menunjukkan, bukan kejadiannya yang sedikit. Tetapi rendahnya tingkat pengaduan kekerasan seksual dengan laki-laki sebagai korban.
Publik sering menilai laki-laki adalah makhluk yang agresif secara seksual, sehingga ketika mereka mengadu bahwa mereka telah menjadi korban, laki-laki justru dituding 'menikmati' apa yang ia alami. Hal itulah yang membuat laki-laki seringkali diabaikan dan kekerasan seksual yang mereka alami tidak dilaporkan.
Masih dalam laporan IJRS, yang mengutip jurnal Perceptions of male victims in depicted sexual assaults: A review of the literatur (Michelle Davies & Paul Rogers, 2006), publik masih sulit untuk membayangkan ‘perempuan yang submisif’ memaksa seorang pria yang menolak untuk berhubungan seks. Atau adanya laki-laki yang menolak kesempatan untuk berhubungan seks.
Efek Buruk Kekerasan Seksual Terhadap Mental Laki-laki
Penelitian terhadap kasus menunjukkan, laki-laki juga mengalami banyak reaksi seperti yang dialami perempuan ketika menjadi korban. Mulai dari depresi, kemarahan, rasa bersalah, menyalahkan diri sendiri, disfungsi seksual, trauma, dan keinginan untuk bunuh diri.
Masalah lain yang harus dihadapi laki-laki korban kekerasan seksual adalah gangguan stress pasca trauma (PTSD), peningkatan perasaan tidak berdaya, citra diri yang rusak dan adanya jarak emosional dengan orang lain (emotional distancing).
Tidak jarang seorang laki-laki korban perkosaan justru menyalahkan diri sendiri atas peristiwa yang dialami, mempercayai bahwa dirinya yang memberikan kesempatan kepada pelaku.
Apa Yang Harus Dilakukan?
- Pahami bahwa kekerasan terjadi bukan salah korban
- Ketika mengalami atau menjadi korban kekerasan seksual, hal yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu keamanan dan keselamatan diri. Segera jauhi tempat kejadian dan minta bantuan pertolongan.
- Berani bertindak, rekam kejadian menggunakan gadget atau berpura-pura merekamnya untuk membuat pelaku membatalkan aksinya. Bila kekerasan tetap terjadi, rekaman bisa menjadi bukti.
- Simpan seluruh bukti kekerasan seksual. Misalnya seperti pakaian, foto, video, rekaman percakapan, atau keterangan saksi yang melihat kekerasan seksual. Bukti-bukti tersebut sangat membantu penanganan kasus.
- Berusahalah memiliki teman bercerita, agar masalah itu tidak hanya dipendam. Memendam masalah justru bisa memperburuk keadaan
- Cari informasi dari lembaga yang memberikan bantuan
Baca Juga: Thailand Talent Cup: Pebalap Astra Honda Raih Podium Tertinggi untuk Indonesia