Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyambut baik keputusan Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), yang mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Covid-19, Jumat (5/5/2023).
Kementerian yang dipimpin oleh Budi Gunadi Sadikin itu sebelumnya sudah bersiap bertransisi dari pandemi ke endemi, dengan berkonsultasi dengan WHO. WHO menilai Indonesia dipandang baik dalam menghadapi transisi pandemi ke endemi.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr.Mohammad Syahril, menyampaikan terima kasih untuk seluruh tenaga medis dan tenaga kesehatan, yang telah berjuang bersama sehingga penularan Covid-19 Indonesia dapat terkendali.
"Saat ini kita bersama-sama menuju pengakhiran kondisi kedaruratan,'' ujarnya, kami kutip dari keterangan resminya, Minggu (7/5/2023).
Syahril menambahkan, kendati status kegawatdaruratan pandemi sudah dicabut, pemerintah tetap mengedepankan kesiapsiagaan dan kewaspadaan. WHO juga menegaskan perlunya masa transisi untuk penanganan Covid-19 jangka panjang.
Diantaranya dengan surveilans kesehatan di masyarakat, kesiapsiagaan fasilitas kesehatan dan obat-obatan, serta mempersiapkan kebijakan kesehatan lainnya. Ini sebagai upaya ketahanan kesehatan nasional dan kesiapsiagaan atas kemungkinan adanya pandemi di masa yang akan datang.
Masyarakat juga diimbau agar tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan. Upaya vaksinasi juga terus dijalankan, terutama untuk meningkatkan perlindungan bagi kelompok masyarakat yang paling berisiko.
Pemerintah terus mempersiapkan langkah-langkah pencabutan status pandemi sesuai dengan Strategi Kesiapsiagaan dan Respon COVID-19 2023-2025, yang telah disiapkan oleh WHO sebagai pedoman negara-negara.
"Virus COVID-19 masih ada di sekitar kita, sehingga masyarakat harus tetap waspada. Kelompok lansia dan pasien dengan penyakit penyerta masih memiliki resiko paling tinggi, sehingga vaksinasi harus tetap dilakukan," jelas dr. Syahril.
Pemerintah juga mengapresiasi seluruh elemen masyarakat, yang telah bekerja keras dan berkorban tanpa kenal lelah menghadapi pandemi Covid-19.
Sebelumnya, WHO mencabut status kedaruratan Covid-19 dengan sejumlah pertimbangan.
Lewat laman institusi itu, WHO mengungkap bahwa selama sesi pembahasan internal, anggota Komite menyoroti beberapa hal berikut. Yakni tren penurunan kematian Covid-19, penurunan rawat inap terkait Covid-19, penerimaan unit perawatan intensif, dan tingginya tingkat kekebalan populasi terhadap SARS-CoV-2.
Meski sementara ini komite juga mengakui masih ada ketidakpastian yang ditimbulkan oleh potensi evolusi SARS-CoV-2, mereka menyarankan bahwa sudah waktunya untuk beralih ke manajemen, atau tata laksana Covid-19 untuk jangka panjang.
Setahun ke belakang, WHO mengatakan bahwa 15 juta lebih orang telah meninggal, dalam dua tahun pertama pandemi daripada waktu normal. Misalnya di Mesir, kematian berlebih kira-kira 12 kali lebih besar dari jumlah resmi Covid-19. Kemudian di Pakistan, angkanya delapan kali lebih tinggi.
Negara-negara berkembang menanggung beban kehancuran, dengan hampir delapan juta lebih banyak orang dari yang diperkirakan meninggal di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah pada akhir 2021.
The New York Post mengungkap, secara global, ada 765.222.932 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi, termasuk 6.921.614 kematian, dilaporkan ke WHO per 3 Mei 2023.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan bahwa angka-angka ini sangat sedikit dari jumlah sesungguhnya dari pandemi.
"Kami tahu jumlah sebenarnya beberapa kali lebih tinggi, setidaknya 20 juta," kata Tedros.
Tedros menegaskan, keputusan untuk mencabut keadaan darurat tidak menandakan berakhirnya pandemi. Ia juga memeringatkan, agar negara-negara tidak menganggap ini sebagai alasan untuk membongkar sistem tanggap Covid-19.
"Fase darurat sudah berakhir, tetapi Covid belum," katanya.