Perhatikan detak jantungmu, apakah ia berdetak dengan beraturan atau tidak. Kemudian, bila ternyata detaknya tak beraturan, kamu bisa merefleksikannya dengan udara di lingkungan sekitar yang jadi tempatmu beraktivitas.
Bukan tanpa alasan kami mendorongmu untuk melihat dan merasakan udara yang kamu hirup setiap hari. Sebuah studi baru, menemukan polusi udara dapat berkontribusi pada kondisi yang disebut aritmia, di mana pasien mengalami detak jantung tidak teratur.
Ada dua jenis aritmia, yakni fibrilasi atrium dan atrial flutter. Jika tidak diobati, keduanya dapat menyebabkan pembekuan darah atau penyakit jantung.
Menurut American Heart Association, penyakit jantung memengaruhi sekitar 244 juta orang di seluruh dunia pada 2020. Beberapa penyebab di antaranya seperti genetika, sebuah faktor yang lebih sulit diubah. Sedangkan faktor yang dapat diubah adalah cara orang-orang berinteraksi dengan polutan berbahaya, yang meningkatkan risiko masalah kardiovaskular.
Baca Juga: Demam dan Berkeringat Bukan Pertanda Tubuhmu Membaik
Laman Study Finds menyebutkan, ada bukti kuat yang menghubungkan polusi udara dengan penyakit jantung, tetapi sedikit yang diketahui tentang pengaruhnya terhadap aritmia. Studi saat ini mencari untuk menemukan hubungan potensial antara keduanya.
Peneliti mengumpulkan data medis pasien di 2.025 rumah sakit, di 322 kota di China yang menunjukkan gejala aritmia mendadak. Tim mencatat tingkat kualitas udara dari stasiun pemantauan di dekat rumah sakit tersebut.
"Ada 190.115 orang dengan aritmia simptomatik onset mendadak. Ini termasuk orang yang didiagnosis dengan fibrilasi atrium, atrial flutter, detak prematur yang dimulai di atrium atau ventrikel jantung, dan takikardia supraventrikular," tulis laman yang kami kutip pada Selasa (9/5/2023) itu.
Sementara itu, seorang peneliti di Universitas Fudan, Renjie Chen, mengatakan kalau ia dan tim peneliti lain menemukan bahwa paparan akut polusi udara ambien dikaitkan dengan peningkatan risiko aritmia simtomatik.
"Risiko terjadi selama beberapa jam pertama setelah terpapar dan dapat bertahan selama 24 jam. Hubungan paparan-respons antara kira-kira 6 polutan dan 4 subtipe aritmia linier, tanpa ambang konsentrasi yang dapat dilihat," ungkap Chen.
Menghirup udara dari daerah dengan tingkat polusi udara tinggi, menunjukkan hubungan yang paling kuat dengan atrial flutter dan supraventricular tachycardia, diikuti oleh fibrilasi atrium dan detak jantung prematur.
Di antara enam polutan, nitrogen dioksida memiliki hubungan terkuat dengan keempat jenis masalah jantung. Semakin banyak pasien terpapar polutan udara, semakin kuat hubungannya dengan aritmia.
"Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya dipahami, peneliti mengamati kalau hubungan antara polusi udara dan aritmia akut yang diamati secara biologis dinilai masuk akal.
Dari beberapa bukti menunjukkan, polusi udara mengubah aktivitas elektrofisiologis jantung dengan menginduksi stres oksidatif dan peradangan sistemik, memengaruhi banyak saluran membran, serta merusak fungsi saraf otonom.
Chen menambahkan, temuan ini memberi satu lagi alasan mengapa polusi udara merupakan masalah yang mengancam jiwa. Inilah yang kemudian perlu ditekankan, yakni bagaimana penyelesaian atas polusi udara perlu menjadi prioritas utama secara global. Termasuk penciptaan langkah-langkah yang melindungi orang yang paling berisiko dari polusi berat.
Baca Juga: Peneliti Mahasiswa: Jintan Hitam Bisa Atasi Diabetes
Ternyata efek polusi udara tak berhenti di aritmia dan detak jantung tak beraturan. Sebuah studi diterbitkan dalam Canadian Medical Association Journal, menemukan ada tiga masalah tubuh ditengarai paparan polusi udara. Apa saja masalah itu? Simak di bawah ini.
Demensia
Demensia atau pikun ditandai dengan penurunan setidaknya dua fungsi otak, seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai.
Orang yang tinggal di dekat jalan raya yang sibuk lebih mungkin mengembangkan potensi demensia pada otaknya.
Peneliti dari Harvard School of Public Health, T.H. Chan, mengatakan bahkan paparan polusi udara dalam jumlah kecil di bawah batas keamanan saat ini memicu penurunan kognitif.
Sumber paparan partikel halus termasuk asap diesel, asap kayu, bantalan rem, ban, dan debu jalan.
Standar peraturan tahunan EPA saat ini adalah 12 mikrogram per meter kubik (µg/m3). Namun, hasil penelitian ini menunjukkan risiko demensia 42 persen lebih besar yang mengkhawatirkan untuk setiap peningkatan konsentrasi rata-rata dua µg/m3.
Obesitas
Para ilmuwan di University of Michigan melaporkan pula hasil penelitian mereka, terkait efek polusi udara.
Penulis utama studi itu, Xin Wang, mengatakan bahwa sekelompok perempuan paruh baya yang lebih tua yang mengalami paparan polusi udara dalam jangka panjang cenderung: menambah berat badan, mengembangkan indeks massa tubuh yang lebih tinggi, lingkar pinggang yang lebih besar, dan lebih banyak lemak tubuh.
"Perempuan berusia akhir 40-an dan awal 50-an terpapar polusi udara jangka panjang - khususnya partikel halus, nitrogen dioksida, dan ozon yang lebih tinggi-, mengalami peningkatan ukuran tubuh dan ukuran komposisi mereka," kata Wang, yang juga penyelidik penelitian epidemiologi di Fakultas Kesehatan Masyarakat University of Michigan itu.
Artritis reumatoid
Menghirup debu dan asap dari berbagai uap, gas, dan pelarut yang umum di tempat kerja, dapat meningkatkan risiko pengembangan artritis reumatoid. Demikian diungkap penelitian lainnya.
Rheumatoid arthritis (RA) adalah kondisi kronis yang menyebabkan nyeri dan peradangan sendi autoimun, memengaruhi satu dari seratus orang di seluruh dunia.
Tim peneliti dalam studi ini menemukan, hampir tiga perempat dari mereka dengan rheumatoid arthritis tes positif (73%) dan negatif (72%) untuk antibodi protein anti-citrullinated ACPA, adalah orang-orang yang terkena setidaknya satu dari debu atau asap di tempat kerja. Itu dibandingkan dengan sekitar 67% dari mereka yang berada dalam kelompok kontrol.