Ilmuwan dari Lee Kong Chian School of Medicine (LKCMedicine) di Nanyang Technological University (NTU) Singapura menemukan: orang Asia dengan jumlah lemak visceral berlebih cenderung memiliki kemampuan berpikir, belajar, dan mengingat yang lebih buruk.
Temuan itu didasarkan pada data analisis kesehatan, dari hampir 9.000 warga Singapura multietnis dan penduduk tetap, yang dikumpulkan untuk studi Health for Life in Singapore (HELIOS).
Studi Health for Life in Singapore (HELIOS) adalah studi berbasis populasi pria dan wanita Asia Tenggara di Singapura, berusia 30–84 tahun. Ilmuwan menganalisis 8769 peserta, dengan data metabolisme dan kognitif yang dikumpulkan antara 2018 dan 2021. Massa lemak seluruh tubuh dikuantifikasi dengan Dual X-Ray Absorptiometry (DEXA).
Para ilmuwan menemukan, peningkatan jenis lemak yang membungkus organ dalam –yang dikenal sebagai lemak visceral– dikaitkan dengan kinerja yang lebih buruk dalam tes kognitif memori, fungsi eksekutif, kecepatan pemrosesan, dan perhatian.
Baca Juga: Ini Perbedaan Antara 'Gangguan Mental' Dan 'Masalah Kesehatan Mental'
Saat meneliti, mereka mencoba memahami lebih dalam perihal hubungan antara lemak tubuh dan kognisi. Tim peneliti selanjutnya menggunakan analisis statistik data genetik dari database global. Ditemukan kalau indeks massa tubuh (BMI) yang lebih tinggi dan rasio pinggang-pinggul yang disesuaikan dengan BMI, juga terkait dengan penurunan kinerja kognitif.
Temuan ini, diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet Regional Health–Western Pacific edisi April 2023. Penelitian itu dilakukan memang dalam rangka menyoroti dampak pencegahan obesitas, terhadap pemeliharaan fungsi kognitif.
"Selain itu, diperkirakan 78 juta orang pada 2030, dan 139 juta orang pada 2050, akan tertimpa demensia. Ini yang membuat kita perlu memahami faktor penentu fungsi kognitif adalah prioritas utama kesehatan masyarakat," kata para ilmuwan, dilansir pada Jumat (26/5/2023).
Lewat laman The Lancet Regional Health-Western Pacific, ditemukan kalau obesitas dan gangguan metabolisme terkait termasuk diabetes, hipertensi, dan hiperlipidemia memprediksi penurunan kognitif di masa depan.
"Asia memiliki prevalensi obesitas dan penyakit metabolik yang tinggi, yang berpotensi memperbesar beban demensia di masa depan di wilayah tersebut," tulis kajian jurnal tersebut.
Penelitian dilakukan dengan cara menyelidiki dampak adipositas dan risiko metabolik dalam fungsi kognitif pada populasi Asia, menggunakan analisis epidemiologis dan studi Mendelian Randomization (MR) dua sampel.
Baca Juga: Terjadi PHK Massal, Bekali Diri dengan Lima Hal Ini
"Mempertahankan fungsi kognitif, adalah tujuan utama seorang individu menua dengan sehat. Kehilangan fungsi kognitif dapat menyebabkan demensia, penyakit kronis progresif yang dapat berdampak buruk pada kualitas hidup individu," demikian dilaporkan jurnal.
Studi observasi di antara populasi Eropa, Amerika Utara, Asia Timur, dan Afrika melaporkan bahwa obesitas dan gangguan metabolisme, merupakan faktor risiko untuk gangguan kognitif dan demensia.
Dalam studi ini, para ilmuwan diketahui menilai kognisi menggunakan baterai kognitif terkomputerisasi. Indeks kognisi umum 'g' diturunkan melalui analisis faktor.
"Kami menguji hubungan indeks massa lemak dan ukuran metabolisme dengan 'g' menggunakan pendekatan regresi. Kami kemudian melakukan MR tertimbang varian-varian dari adipositas dan faktor risiko metabolik pada 'g'. Menggunakan statistik ringkasan untuk studi asosiasi genome-wide dari BMI, jaringan adiposa visceral (VAT), rasio pinggang-pinggul (WHR), tekanan darah , kolesterol HDL, trigliserida, glukosa puasa, HbA1c, dan kognisi umum," tulis para peneliti.