Pemerintah Indonesia telah menerbitkan syarat terbaru bagi masyarakat dalam melakukan perjalanan baik di luar maupun dalam negeri. Kini, kita bisa menghirup napas tanpa masker, meskipun sedang bepergian dan berada di tempat umum maupun transportasi umum.
Aturan terbaru itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) No.1/2023 tentang Protokol Kesehatan pada Masa Transisi Endemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). SE ini ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Jumat (9/6/2023).
"Diperbolehkan tidak menggunakan masker apabila dalam keadaan sehat dan tidak berisiko tertular atau menularkan Covid-19 dan dianjurkan tetap menggunakan masker yang tertutup dengan baik apabila dalam keadaan tidak sehat atau berisiko Covid-19, sebelum dan saat melakukan perjalanan dan kegiatan di fasilitas publik," tulis regulasi tersebut, dikutip pada Sabtu (10/6/2023).
Baca Juga: G-Shock Kolaborasi dengan Merek Streetwear Mewah BBC, Hadirkan Koleksi BBC Ice Cream
Meski demikian, seluruh pelaku perjalanan dalam dan luar negeri, pelaku kegiatan di fasilitas publik, dan pelaku kegiatan berskala besar tetap diminta berupaya melakukan perlindungan secara pribadi dari penularan Covid-19.
Pemerintah juga tetap meminta kita mengikuti imunisasi Covid-19 sampai dengan booster kedua atau dosis keempat, terutama bagi masyarakat yang memiliki risiko tinggi penularan Covid-19.
"Bagi orang dalam keadaan tidak sehat dan berisiko tertular atau menularkan Covid-19, dianjurkan menjaga jarak atau menghindari kerumunan orang untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19. Dianjurkan tetap menggunakan aplikasi SATUSEHAT untuk memantau kesehatan pribadi," kutip kami kembali dari SE tersebut.
Dengan adanya tambahan kelonggaran penggunaan masker seperti demikian, tentunya kita ingin tahu, seperti apa kondisi Covid-19 di Indonesia saat ini? Terlebih usai WHO mencabut status darurat untuk penyakit ini?
Terhitung pada hari ini, siang tadi, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 melaporkan ada 10.597 kasus aktif terkonfirmasi positif Covid-19. Sehingga, total kasus infeksi Virus Corona di Indonesia mencapai 6.809.821 kasus positif, 6.637.404 sembuh, 161.820 meninggal dunia. Demikian dipublikasikan oleh laman resmi Satgas.
Kemudian bagaimana dengan keadaan ekonomi kita di masa transisi pandemi menjadi endemi?
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa Indonesia dapat belajar untuk menghadapi kemungkinan pandemi-pandemi lainnya yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Hal itu ia sampaikan, karena dunia bukan hanya dihadapkan syok berupa pandemi, tetapi keterkejutan yang mempengaruhi fundamental dan struktural dunia.
Melansir Bisnis Indonesia, keterkejutan tersebut meliputi:
Pertama, dunia termasuk Indonesia berpotensi mengalami keterkejutan dari sisi fragmentasi politik. Kompetisi kekuatan ekonomi dunia yang memunculkan fragmentasi dan menimbulkan ancaman dikavling, yang akhirnya persaingan dibidang ekonomi.
Kedua, potensi syok yang sudah mempengaruhi banyak kondisi kegiatan ekonomi dunai adalah perkembagnan ekonomi digital, seperti munculnya AI dan GPT yang mampu mempengaruhi ekonomi. Bahkan praktik kemanusiaan dan hubungan antar manusia.
Ketiga, shock mungkin terjadi akibat perubahan iklim.
Syok yang bertubi-tubi akan mempengaruhi berbagai kinerja ekonomi dunia, tambahnya. Sesudah pandemi, ternyata pemulihan ekonomi tidak semudah membalikan telapak tangan. Adanya ketidaksinkronan antara pemulihan sisi demand-supply secara global setelah pandemi, ditambah geopilitik, perang, ancaman dikavling, menimbulkan ancaman ekonomi global.
"Bagi pembuat kebijakan, pilihan-pilihan kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan ekonomi seperti perdagangan dan investasi menjadi semakin rumit, situasi yang tidak bersahabat telah membuat perekonomian dunia menjadi melemah," tuturnya.
"Ini adalah situasi yang tidak biasa bagi banyak negara di dunia, kita harus mampu menjaga resilien kita," katanya.