Netflix berinvestasi besar-besaran untuk membuat konten baru di pasar Asia seperti Korea Selatan, Jepang dan India. Mereka merekrut mitra dan mencari bakat-bakat baru untuk menjaring pemirsa di wilayah yang semakin penting ini.
Saat berada di Seoul bulan lalu, co-CEO Netflix Ted Sarandos mengatakan, platform streaming ini ingin meningkatkan kemitraan dengan para produser konten Korea Selatan. Ia bertemu dengan para eksekutif perusahaan produksi dan kreator sebagai bagian dari perjalanannya.
Laman Netflix mengungkap bahwa mereka telah menikmati kesuksesan besar dengan film dan acara Korea Selatan. Dimulai dengan perilisan Squid Game pada 2021, yang telah menjadi serial terpopuler sepanjang masa, dan diikuti oleh The Glory, sebuah kisah balas dendam melawan perundungan.
"Sekitar 60% dari sekitar 200 juta pelanggan di seluruh dunia, kini telah menonton judul-judul Korea Selatan, dan jumlah penonton konten Korea Selatan telah meningkat enam kali lipat dalam empat tahun," dikutip dari laman mereka, Senin (10/7/2023).
Sarandos juga bertemu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, dalam kunjungannya ke Washington, April 2023. Sarandos berjanji untuk menginvestasikan 2,5 miliar dolar AS di Korea Selatan dalam empat tahun ke depan, dua kali lipat dari angka 2016 hingga 2022. Hal ini bertujuan untuk membina para kreator muda, dengan harapan minat terhadap penulis dan sutradara Korea yang sedang naik daun akan tumbuh.
Menurut Reuters, saham-saham perusahaan produksi dan hiburan Korea Selatan menguat, dengan Showbox dan Studio Dragon masing-masing naik 8,75% dan 2,26%, dibandingkan dengan penurunan 2,21% pada indeks Kosdaq (0.KQ11) yang lebih kecil.
Selain itu, mengutip survei terbaru oleh federasi bisnis Korea berjudul 'Persepsi Publik tentang Penyebaran Gelombang Korea', menemukan bahwa kehadiran dan pengaruh global dari Gelombang Korea telah meningkat lebih dari 40 kali lipat pada 2023 (dibandingkan dengan awal tahun 2000-an).
Baca Juga: Med-PaLM 2: Chatbot AI Medis Milik Google, telah Diujicoba di Rumah Sakit
Netflix yang Bertumbuh di Asia
Netflix didirikan pada 1997 sebagai layanan penyewaan DVD melalui pos, kemudian beralih ke layanan streaming satu dekade kemudian. Layanan ini mulai membuat kontennya sendiri di Amerika Serikat pada 2012, dan sejak saat itu berekspansi ke pasar lain seperti Jepang.
Konten orisinal pada awalnya merupakan cara untuk menarik penonton lokal di pasar luar negeri. Tetapi, Netflix sekarang melihat lebih banyak judul buatan Asia menjadi hits global.
"Untuk pekan yang berakhir pada 2 Juli 2023, tujuh dari 10 drama non-Inggris yang paling banyak ditonton di platform ini berasal dari Asia," ungkap laman Variety.
Netflix dapat menginvestasikan $1,9 miliar untuk konten baru di kawasan Asia-Pasifik tahun ini, menurut perusahaan riset Media Partners Asia. Dengan kocek yang dalam, platform ini juga memperluas tim produksi di Jepang dan India.
Dorongan Netflix di Asia, terjadi ketika platform ini menghadapi persaingan yang ketat di dalam negeri, yang memperlambat pertumbuhannya.
Menurut laman Nikkei Asia, pendapatan platform streaming 'Si Merah' ini meningkat sekitar 4% pada tahun ini menjadi $8,16 miliar pada Januari-Maret, jauh di bawah ekspektasi pasar. Laba bersih turun 18% menjadi $1,31 miliar.
Lebih dari 80% pelanggan baru diperoleh pada kuartal tersebut, dan sekitar 60% dari peningkatan bersih pada 2022, berasal dari Asia. Ini dikarenakan platform ini menghadapi pembatasan di China, pasar lain di kawasan ini menjadi semakin penting untuk pertumbuhan.
Namun, para pesaing juga berfokus pada Asia. Pada 2021, Jepang menyumbang jumlah penonton terbesar di Amazon Prime Video setelah AS.
Amazon berencana untuk meningkatkan konten original sekitar 50% di seluruh dunia pada 2023. Mereka juga berharap untuk memperluas program asli Jepang secara signifikan pada 2025.
Pasar Legit di Jepang dan India Turut Dibidik
Sanctuary, sebuah drama Jepang tentang seorang pegulat sumo yang bercita-cita tinggi; telah menduduki peringkat di antara 10 acara TV non-Inggris teratas di Netflix selama dua pekan berturut-turut, setelah dirilis pada Mei 2023.
Seorang eksekutif Netflix langsung menyetujui proyek ini setelah mendengar presentasi, karena ingin memberikan gambaran sekilas tentang dunia sumo yang sering kali tertutup.
Netflix secara agresif mengiklankan serial ini selama turnamen sumo akbar selama musim panas. Ketua Asosiasi Sumo Jepang, Hakkaku, dilaporkan juga menonton acara tersebut.
Baca Juga: Sedih Banget, Ini Empat Jenis Kelinci yang Langka dan Terancam Punah
Bulan lalu, Netflix menandatangani kontrak lima tahun dengan Yuji Sakamoto, yang memenangkan skenario terbaik untuk film Kaibutsu di Festival Film Cannes tahun ini, untuk mengembangkan judul-judul eksklusif untuk platform tersebut.
Netflix juga bermitra dengan The Seven, sebuah unit produksi dari lembaga penyiaran yang berbasis di Tokyo, TBS Holdings, dan para pemain industri lainnya.
"Dengan Netflix memproduksi lebih banyak serial TV dan film di Jepang, negara ini dapat menyumbang setidaknya 25% dari pendapatan platform ini di kawasan Asia-Pasifik tahun ini," menurut seorang analis industri, kepada Nikkei Asia.
Lalu di India, Netflix menandatangani kontrak multi-tahun dengan sutradara Hansal Mehta menyusul kesuksesan drama kriminalnya Scoop. Netflix juga mulai menawarkan hibah sebesar $10.000 untuk membuat film pendek tahun lalu untuk menemukan bakat-bakat baru di negara ini.
Di tengah meletupnya ambisi bisnis Netflix, mereka masih memiliki tantangan yang membayangi. Bila dijelaskan, maka seperti berikut: platform ini memegang hak kekayaan intelektual untuk sebagian besar judul orisinal, perusahaan produksi mengatakan mereka tidak dapat memanfaatkan konten yang mereka kerjakan ke dalam peluang bisnis terkait.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di Korea Selatan, kalau-kalau perusahaan produksi dapat terjebak sebagai pemasok subkontraktor untuk Netflix.