Hujan di pagi hari itu membuat So Won berangkat sendiri di sekolah. So Won membawa payung kuning agar ia tak kebasahan saat menelusuri jalur menuju sekolahnya. Semua terlihat sunyi dan damai, hingga kemudian di tengah jalan, ia melihat seorang laki-laki berpenampilan berantakan memaksanya pergi dan melakukan tindakan menyakitkan padanya, memerkosa dan menyiksa gadis kecil itu.
Setelah itu terjadi, si kecil So Won mulai memahami apa yang dirasakan orang dewasa yang tertekan hingga mereka ingin bunuh diri. So Won menjalani terapi konseling yang tidak mudah, bahkan psikolog yang mendampingi So Won teramat paham betapa dalam luka yang dialaminya, karena kasus So Won mengingatkannya pada luka lama. Namun keduanya sama-sama tidak menyerah, bahkan sang ayah, Dong Hoon, rela menyewa pakaian badut favorit So Won, demi mengembalikan senyum di wajah putri tercintanya itu.
Mencoba menjalani hidup layaknya anak biasa, dengan luka di perut yang tak kunjung sembuh, trauma dan kesakitan pada tubuhnya, So Won dan keluarga harus legawa menerima kenyataan pedih lainnya. Pengadilan hanya menjatuhkan hukuman ringan bagi pelaku.
Demikian spoiler film Hope yang tayang pada 2013. Film ini kembali dibahas oleh pengguna media sosial, saat mereka sedang mengomentari adanya informasi viral dugaan pemerkosaan dan ancaman pembunuhan terhadap anak berusia kelas IV SD di Tangerang Selatan. Akun yang mengabarkan informasi itu pada Selasa (13/9/2022), juga menyertakan unggahan video pelaku sempat mengamati korban yang sedang bermain sepeda, di lingkungan yang nampak seperti area warga bermukim. Sejumlah akun bahkan mendorong film ini dbuat ulang (remake) oleh sineas Indonesia.
Pedofilia Sangat Merusak Korban
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak merilis, kasus kekerasan seksual terhadap anak pada 2022, terhitung hingga Juli ada 12 kasus. Rinciannya, sebanyak 31% kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki dan 69% menimpa anak perempuan.
Lemahnya kendali sosial masyarakat merupakan satu dari serangkaian penyebab maraknya kasus pedofilia. Penyebab lainnya, penegakan hukum yang lemah juga membuat pelaku pedofilia tidak takut untuk melancarkan aksinya. Padahal, kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak tidak hanya akan merusak fisik korban, melainkan juga berdampak pada psikis mereka, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pedofilia merupakan kelainan psikoseksual di mana individu yang mengalaminya memiliki hasrat erotis terhadap anak-anak. Mereka bukan hanya pelaku yang tidak dikenal oleh anak, tetapi juga orang-orang yang ada di sekitar mereka.
Kritik Terhadap Pencegahan dan Penegakan Hukum
Kejahatan yang dilakukan pedofil kendati sulit dicegah, --karena dilakukan oleh orang lain--, namun bisa dikenali bahayanya.
- Kenalkan Anak Dengan Tubuhnya
Dosen Universitas Islam Indonesia Neni Sitaresmi mengatakan, anak harus diajari mengenai seksual sesuai tahapan perkembangan mereka. Seorang anak harus memiliki keterbukaan kepada orang tua dan pendidik mengenai keingintahuannya soal seksualitas. Kenalkan mereka dengan anggota tubuh sedari dini dan berikan penjelasan mengenai perbedaan alat kelamin perempuan dan laki-laki.
Mereka juga harus diberikan edukasi mengenai jenis dan area sentuhan yang boleh diterima dan sentuhan yang menyakiti atau membuat tidak nyaman.
- Kenali Faktor Risiko
Kenali faktor-faktor risiko baik dari anak, orang tua, maupun lingkungan. Anak dengan usia muda, berjenis kelamin perempuan, dan berstatus anak tiri lebih berisiko untuk menjadi korban KSA. Ajari anak-anak untuk melindungi diri dari orang tidak dikenal. Misalnya, tidak lengah saat bermain, walaupun berada di lingkungan rumah. Segera menjauh atau pulang, bila saat berada di luar bertemu orang tak dikenal yang mendekati dengan tidak wajar. Misalnya, menanyakan beberapa hal sembari mendekatkan anggota tubuh kepada anak-anak
- Evaluasi dan Monitoring Kawasan Layak Anak
Pemerintah wajib memonitoring dan mengevaluasi KLA yang diampu. Selain itu, terus mengadakan edukasi mengenai kekerasan seksual terhadap anak, mengingat peristiwa kekerasan seksual terhadap anak kerap berlangsung di tempat tak terduga. Adakan pendampingan dan perlindungan terhadap keselamatan anak di seluruh lembaga dan institusi yang terdapat banyak anak di dalamnya. Mulai dari sekolah, taman anak, PAUD, dan play group
- Evaluasi dan Monitoring Penegakan Hukum
Pihak terkait, baik kementerian maupun lembaga, mengevaluasi dan memonitoring penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu memberikan masukan langsung kepada penegak hukum, agar proses peradilan memenuhi aspek keadilan bagi korban dan memberikan efek jera. Karena hukuman yang memberikan efek jera, akan menjadi langkah pencegahan agar pihak lain tak melakukan hal serupa.
- Komunikasi Terbuka Dalam Keluarga
Melangsungkan komunikasi yang terbuka dalam keluarga, agar anak tidak sungkan menceritakan apapun yang terjadi padanya kepada orang tua. Bukan menyimpannya sendiri. Hal ini akan membantu anak untuk berani mengadu bila ia menjadi korban kekerasan seksual anak, sehingga pelaku bisa ditindak
- Waspadai Orang Dewasa Yang Disukai Anak
Orang tua dan anggota keluarga mewaspadai orang dewasa, --baik dari anggota keluarga atau di luar anggota keluarga--, yang kerap bersama anak-anak. Termasuk orang-orang yang menurut kita adalah sosok yang dekat dan sering dikerubungi anak-anak.
- Menjaga dan Meningkatkan Kesadaran Sosial Masyarakat
Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai langkah-langkah praktis dalam pergaulan di lingkungan, untuk mengantisipasi terjadinya tindak pidana. Tujuannya, agar masyarakat semakin memiliki kepekaan, bila ada yang membutuhkan pertolongan. Serta saling membantu akses untuk melapor ke pihak berwajib