Techverse.asia - Generasi Z atau biasa disebut Gen Z merupakan generasi yang berusia antara delapan hingga 23 tahun. Kekinian jumlah Gen Z di Indonesia mencapai 27,94 persen dari total seluruh populasi penduduk yang ada. Generasi ini dinilai paling mendominasi aktivitas di ruang siber media sosial.
Interaksi di media sosial bisa memiliki dampak positif buat perkembangan serta pertumbuhan anak dalam hal akses materi pembelajaran dan literasi digital serta pembentukan identitas dan koneksi sosial.
Baca Juga: Waspada Penularan Virus Nipah: Kemenkes Minta Pengawasan Perbatasan, Lalu-lintas Orang dan Barang
Kendati begitu, juga ada ancaman bagi anak seperti peluang menjadi korban spam, iklan, pelacakan informasi pribadi, terlibat pengunduhan materi ilegal, hingga terpapar konten pornografi ataupun perundungan siber. Oleh karena itu, orang tua punya peran sangat penting dalam melakukan pemantauan aktivitas digital anak.
Hasil riset yang dilakukan mahasiswa Program Doktor Ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Annissa Reginasari tentang pemodelan pemantauan orang tua pada aktivitas digital anak dengan melibatkan sebanyak 433 orang responden selaku perwakilan orang tua berusia di atas 36 tahun yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Riau.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor kedekatan memainkan peran penting guna mendukung penerapan pemantauan orang tua pada aktivitas digital anak, di samping terus berupaya membangun kedekatan dengan si buah hati.
Baca Juga: Anak Muda Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental, Sosiolog: Bisa Berdampak pada Ekonomi
“Orang tua perlu mengurangi intensitas dan durasi anak menggunakan gawai (gadget) yang tersambung internet dan mengalihkan perhatian kepada optimalisasi fungsi pengasuhan,” ungkap Annisa dalam ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Psikologi UGM pada Selasa (26/9/2023) lalu.
Menurut Annisa, kemampuan dalam membangun kedekatan dengan anak akan turut membantu orang tua untuk mendapatkan informasi sukarela dari anak tentang kegiatan mereka sehari-harinya, termasuk akitivitas mereka saat berselancar di dunia digital.
“Secara operasional, orang tua perlu juga memberikan perhatian penuh pada saat anak bercerita tentang kegiatan daring (online) dan luringnya (offline), dan mengikuti media sosial yang dibuat anak atau dikelola orang tua dan menjaga agar interaksi daring orang tua dan anak tidak mengancam kedekatan, ini pembentukan kepercayaan anak pada orang tua,” jelasnya.
Selain itu, orang tua, lanjut dia, pun perlu untuk mengurangi konflik dengan anak supaya mereka bisa membangun kepercayaan yang holistik kepada orang tuanya dan membuat mereka bisa terbuka untuk bercerita mengenai pengalaman luring ataupun daringnya. Pasalnya, anak dapat percaya kepada orang tuanya apabila si anak merasa amna dan tidak dihakimi atas apapun yang mereka ceritakan.
Baca Juga: Gen Z Tak Lagi Percaya dengan Mega Influencer, Yuk Pahami Influencer Fatigue
“Penting bagi orang tua memberikan penerimaan positif tanpa syarat kepada anak baik dalam konteks membangun kedekatan maupun dalam upaya melaksanakan pemantauan orang tua,” katanya.
Ihwal kesukarelaan anak bercerita pada orang tua, menurutnya, bisa menjadi pertanda bahwa orang tua sukses membangun relasi yang berkualitas kepada anak yang akan membantu orang tua menerapkan pemantauan pada aktivitas digital terutama dengan cara pemantauan dan kesepakatan.
“Anak dapat memilih untuk menceritakan pengalaman daring dan luring saat makan malam bersama dengan orang tua atau saat berkumpul dengan orang tua di hari libur sekolahnya,” tambahnya.