Menyambut Pemilihan Umum 2024, media memainkan peran penting dalam mempengaruhi wacana politik dan memobilisasi berbagai bentuk partisipasi politik.
Media memiliki kapasitas untuk melakukan penggiringan opini, pemilahan subjek dari arena publik, hingga pemegang kendali dalam memberikan pengaruh publik untuk mencapai tujuan pemangku kepentingan.
Pada intinya, menjelang Pemilu 2024, media memiliki kekuatan terstruktur dan peran yang krusial dalam konteks negara demokrasi.
Namun, yang paling penting di sini adalah bahwa masyarakat perlu untuk memiliki kemampuan literasi digital yang baik. Tujuannya, agar tidak muncul kesalahpahaman dalam menginterpretasi suatu artikel yang ditampilkan oleh media.
Urgensi itu disampaikan oleh peneliti Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (CfDS UGM), M. Perdana Sasmita, dalam konferensi pers, di kampus setempat, Selasa (14/11/2023).
Pasalnya, sejak awal 2022, lima media nasional terkemuka secara aktif memunculkan berita dan artikel terkait calon presiden dengan frekuensi dan sentimen yang beragam.
Baca Juga: Politik Identitas di Media Sosial Masih Didominasi Kata Kunci Cebong, Kadrun, Kampret
Baca Juga: Menjelang Pemilu 2024, Apakah Politik Identitas Masih Laku di Media Sosial Kita?
"Meskipun sebagian besar berita bersifat netral, tetapi tetap terdapat beberapa artikel dengan sentimen positif maupun negatif. Melalui penelusuran lebih lanjut, ditemukan beberapa headline yang bersifat problematis dan berfungsi sebagai clickbait," jelasnya, menyampaikan hasil riset Peran Media di Masa Pemilu.
Perdana mengungkap, CfDS UGM dalam risetnya itu ingin melihat kecenderungan media digital dalam mempublikasikan artikel terhadap satu atau dua belah pihak yang berkontestasi di Pemilu 2024 Indonesia.
Untuk meraih pemahaman yang menyeluruh, CfDS mengambil data terhadap artikel-artikel yang dipublikasikan oleh media nasional secara digital, sejak 1 Januari 2022 hingga 10 Oktober 2023.
Media-media yang menjadi perhatian meliputi detik.com, tribunnews.com, kompas.com, cnbcindonesia.com, dan cnnindonesia.com.
Data yang diperoleh diolah menggunakan proses data collection hingga work cloud. Data tersebut mencakup headline artikel yang memuat penyebutan nama capres dan kata pemilu, yaitu 'Anies', 'Ganjar', 'Prabowo', 'pemilu', dan 'capres'.
Perdana menyampaikan, riset ini berhasil menemukan 47.305 data yang menunjukkan dominasi media Detik dalam penyebutan nama capres dengan total 23.070 artikel. Disusul Tribun sebanyak 15.388 artikel, CNN sebanyak 5.320 artikel, CNBC sebanyak 1.793 Artikel, dan Kompas dengan total 1.734 artikel.
Baca Juga: Begini Cara Hapus Akun Threads Tanpa Menghapus Akun Instagram Kamu
"Mengacu pada perolehan data, CfDS mendapatkan temuan terkait unbalanced coverage pada media, yang mencerminkan sentimen yang secara eksplisit maupun implisit, menuturkan bias media terhadap salah satu pihak yang berkepentingan dalam Pemilu 2024," terangnya.
Lebih jauh ia mengungkap, penyebutan nama 'Ganjar' mendominasi pada headline artikel Detik, Kompas, dan Tribun. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan media CNBC yang mendominasi dalam penyebutan nama 'Anies' dan 'Prabowo' dibanding 'Ganjar'.
Selain itu, empat dari lima media yang menjadi subjek riset ini menunjukan tendensi penyebutan nama 'Prabowo' lebih sedikit dibandingkan dua nama capres lainnya selama satu tahun terakhir.
"Kecenderungan penyebutan nama capres dalam headline artikel ini kemudian perlu juga ditilik lebih jauh, terkait jenis sentimen negatif/positif/netral yang dibawa oleh media kepada nama capres bersangkutan," imbuh Perdana.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, ditemukan tingkat kecenderungan yang berbeda bagi masing-masing media dalam memberikan sentimen terhadap nama capres melalui headline artikel yang ditulis.
Ia menilai, beberapa sentimen yang muncul mulai dari judul ‘Real Battle: Anies-Prabowo-Ganjar Adu Kekuatan di Jawa Barat’ hingga ‘Janji Ganjar Berat, Prabowo Cuma Ngulang, Anies Tanpa Solusi', menunjukkan diferensiasi jenis sentimen yang dimunculkan oleh masing-masing media melalui artikelnya.
Baca Juga: Bukti Cinta Produk Dalam Negeri Nih! Samsung Kuasai 85 Persen Pasar Smartphone di Korea Selatan
CfDS mendapati, sebanyak 95% jumlah rata-rata artikel yang dipublikasikan oleh kelima media bersentimen netral. Tetapi juga tidak luput dari adanya campuran antara sentimen positif dan negatif kepada satu atau dua belah pihak.
Peneliti CfDS UGM yang lain, Irbah Asfarina, menyatakan bahwa mereka juga menemukan beberapa artikel yang bersifat problematis.
"Kurang memiliki relevansi substansial yang konkret dengan headline yang disajikan," demikian Perdana menekankan.
Hal itu menyebabkan tidak memungkinkannya identifikasi sentimen dengan akurat terhadap substansi yang dimunculkan.
Salah satu contohnya yaitu artikel Detik yang berjudul ‘Pak Prabowo Sekarang Sabar Kok’.
"Meskipun judul artikel tersebut menyebutkan nama ‘Prabowo’, tetapi substansi yang dibahas berfokus pada topik terkait ‘apakah karakter seseorang dapat berubah’," kata dia.
CfDS juga menemukan fenomena serupa terhadap beberapa artikel lainnya.
"Sebagian dari judul-judul artikel tersebut bersifat ambigu, yang fungsinya lebih sebagai clickbait daripada ringkasan singkat dari topik yang diulas," pungkas Irbah.
Selanjutnya disimpulkan oleh peneliti berikutnya, Emira Anjani, bahwa lewat data-data yang telah diperoleh, CfDS menemukan indikasi clickbait journalism yang dilakukan oleh media terhadap artikel-artikel terkait Pemilu 2024, yang menyebutkan nama-nama capres tertentu.
"Secara prinsip, clickbait journalism merupakan strategi pemasaran bagi media digital untuk menciptakan website traffic. Namun, hal ini juga berpotensi menimbulkan kesalahan dalam penafsiran dan konsumsi informasi oleh masyarakat," tambah Emira.