Techverse.asia - Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, kini setiap momen bisa diabadikan melalui kamera yang ada di smartphone. Terlebih sekarang ini hampir semua orang memiliki smartphone sehingga bisa mengambil foto dan merekam video dalam momen apapun, agar bisa dijadikan kenang-kenangan.
Tak terkecuali ketika makan di suatu tempat, saat makanan datang diantar oleh pelayan ke meja si pemesan, bisa dijumpai pemandangan orang tersebut tidak langsung menyantap makanannya, tapi mengambil gambar atau foto yang kemudian diunggah di sosial media. Setelah diunggah di sosial media, mereka baru memakan makanannya.
Baca Juga: Terkena Gas Air Mata? Tips Dokter: Segera Bebersih Dan Ganti Pakaian
Hal seperti itu, tidak pernah ditemui sebelumnya sampai medio tahun 2010-an. Memotret makanan sudah menjadi budaya baru, apalagi ditambah adanya aplikasi editing photo yang bisa mempercantik foto sehingga terlihat estetik saat diunggah di media sosial.
Merespons budaya itu, Pakar Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogykarta, Dr. Toto Sudargo mengatakan bahwa Indonesia memiliki beragam budaya nusantara, salah satunya budaya makan. Budaya makan tidak sekadar menjadi sebuah 'kebiasaan'.
Di dalamnya terkandung kepercayaan, pantangan, anjuran dan beragam catatan lain yang melekat pada setiap kekhasan makanan. Budaya makan ini juga menjadi salah satu yang memengaruhi perilaku makan masyarakat, seperti tata krama, frekuensi, pola makan dan pemilihan makanan. Perbedaan budaya setiap daerah mengakibatkan adanya perilaku makan yang berbeda-beda.
“Perilaku makan ini terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah faktor fisik dan psikologis. Sedangkan faktor eksternalnya adalah faktor budaya, ekonomi, norma sosial, dan pengetahuan,” ujar Toto pada Selasa (4/10/2022).
Menurut dia, budaya makan yang berkembang dan turun temurun secara tidak disadari akan menjadi semacam acuan masyarakat dalam mengkonsumsi bahan pangan. Tidak jarang budaya mengkonsumsi bahan pangan tertentu sudah ditradisikan sejak masa kanak-kanak.
Oleh karena itu, perilaku makan ini memiliki berkaitan dengan kualitas status kesehatan masyarakat. Situasi ini di satu sisi bisa mengakibatkan terjadinya kelebihan kandungan zat nutrisi tertentu untuk makanan yang dianjurkan.
“Namun di sisi lain, masyarakat akan mengalami defisiensi nutrisi akibat adanya pantangan makanan,” terangnya.
Baca Juga: Sutradara Kurang Puas, Film Sri Asih Tidak Jadi Tayang Pada 6 Oktober Besok
Penulis Buku "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia" sekaligus pakar sejarah, Fadly Rahman menyampaikan bahwa budaya makan di Indonesia erat kaitannya dengan aspek sejarah. Sepanjang tahun 1950-an hingga awal 1960-an banyak diterbitkan buku-buku ilmu gizi dan kesehatan masyarakat.
Lalu buku-buku ini dibagikan ke sekolah-sekolah dan rumah tangga guna memberi edukasi kepada para siswa dan ibu rumah tangga tentang cara mengatasi gizi buruk.
“Salah satu penyebab tingginya angka gizi buruk adalah beredarnya berbagai mitos dalam budaya makan masyarakat yang sebagian besar berlaku untuk ilmu hamil dan menyusui serta anak-anak,” ujar Fadly.
Dampak Buruk Memotret Makanan
Sebuah penelitian menunjukkan jika kebiasaan memotret makanan punya dampak buruk dan bisa jadi tanda seseorang punya masalah terhadap makanan. Untuk itu, bisa jadi sinyal buat kamu yang punya hobi begini.
Kepala Psikiatri di Women's College Hospital, University of Toronto, Canada, dr Valerie Taylor menjelaskan, kebiasaan memotret makanan menjadi tanda bahwa seseorang memiliki masalah diet yang besar. Itu lantaran mereka tidak lagi memilih makanan tapi memilih mana makanan yang bagus untuk difoto.
“Saya menganggap bahwa kebiasaan tersebut membuat orang memilih makanannya, tapi enggak lagi memilih makanan karena alasan hidup sehat atau sedang diet, melainkan memilih mana makanan yang terlihat keren untuk difoto. Dan untuk dipamerkan bahwa dia pernah makan di restoran mahal itu,” ujarnya.