Techverse.asia - Sampah plastik masih menjadi masalah dalam pengelolaan sampah di Indonesia yang hingga kini sulit untuk diselesaikan. Sebab, komponen plastik menjadi jenis sampah yang sulit buat dihancurkan.
Baca Juga: Honda Bangun Pabrik Kendaraan Listrik Terpadu di Kanada
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat terdapat total timbunan sampah di Tanah Air yang mencapai 17,4 juta ton sampai tahun 2023. Adapun sampah plastik yang menyumbang sekitar 17,29 persen dari total sampah seluruhnya.
Padahal meningkatnya polusi mikroplastik tak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan, namun juga berdampak terhadap kesehatan manusia dan hewan.
Direktur Direktorat Penelitian UGM Profesor Mirwan Ushada menjelaskan bahwa isu mengenai pengolahan sampah serta limbah sekarang jadi permasalahan yang serius di banyak daerah termasuk yang kini jadi sorotan soal Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Baca Juga: Atasi Sampah, UGM Kenalkan Teknologi Pengolahan Sampah Organik Pada Masyarakat
Meski begitu, salah satu isu yang jadi perhatian utama yakni meningkatknya polusi mikroplastik yang cukup berbahaya untuk kesehatan. "Salah satu isu yang mengkhawatirkan adalah meningkatknya polusi mikroplastik yang tak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan hidup, tapi juga berdampak pada kesehatan manusia dan hewan," ujar Mirwan.
General Manager Nexus 3 Foundation Krishna Zaki memaparkan, untuk memahami bahaya sampah plastik untuk kesehatan dilihat dari unsur kimia yang terbentuk di dalamnya. Sedikitnya ada 13.000 monomer atau molekul kecil yang berikatan membentuk molekul primer yang panjang di dalam plastik, 7.000 diantaranya bersifat berbahaya, dan 3.200 diantaranya berpotensi menimbulkan kekhawatiran.
"Salah satu contohnya yakni adanya kelompok senyawa buatan yang selama puluhan tahun banyak dipakai untuk membuat wajan anti lengket sebab ketahanannya terhadap panas atau air," terang Zaki.
Selain itu, bahan kimia dalam plastik yang digunakan dalam produk sehari-hari, seperti mainan anak, perabotan, maupun pakaian, bisa berpotensi mengancam kesehatan manusia. Pasalnya, paparan terhadap bahan kimia ini bisa terjadi lewat udara terkontaminasi, air, makanan, dan debu yang tercemar, serta kontak langsung dengan kulit.
Baca Juga: Satu-satunya di Jawa Tengah, Pabrik Ini Bisa Daur Ulang Sampah Plastik
"Itu dampaknya termasuk gangguan fungsi hormon, penurunan kesuburan, kerusakan pada sistem saraf, hipertensi serta penyakit kardiovaskular, hingga risiko kanker paru-paru dan hati," katanya.
Menurut dia, penting untuk masyarakat Indonesia untuk mengurangi dan mengeliminasi produk plastik yang bermasalah, seperti polistirena, sedotan, dan tas plastik, hingga kebijakan bersama antar negara untuk mengadopsi kontrol global terhadap plastik.
Sementara itu, Direktur Penelitian Institut Nasional Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Prancis (INSERM) Profesor Isabella Annesi Maesano menambahkan, dampak kesehatan buruk dari paparan mikroplastik adalah seperti logam berat, dan adanya kandungan bio kontaminan dari bakteri, virus, dan jamur.
"Jadi ada dua efek yang bisa ditimbulkan yaitu efek fisik dan efek kimia," ujarnya.
Baca Juga: Jamur Fomes fomentarius: Bisa Jadi Pengganti Bahan Dasar Plastik
Sedangkan Profesor Tri Wibawa, menekankan pendekatan One Health untuk memahami lebih dalam tentang dampak polusi mikroplastik dan bagaimana mengatasi secara global. Untuk mengatasi bahaya sampah plastik ini, menurutnya, perlu kerja sama dan pendekatan holistik yang dipandu oleh prinsip satu kesehatan.
"Dibutuhkan kerjasama antar stakeholders untuk mengatasi bahaya sampah plastik ini," papar dia.
Bahaya mengenai plastik daur ulang muncul seminar yang bertajuk "Plastic Pollution from scientific to Community Perspective: a One Health Approach" di ruang auditorium Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada April kemarin.
Baca Juga: Sampah Plastik Masih Jadi Masalah di Indonesia, LPEM FEB UI: Jumlahnya Jutaan Per Tahun