Mie instan merupakan salah satu jenis makanan yang bisa dikonsumsi di waktu darurat oleh banyak orang. Walaupun diberi embel-embel instan, mi instan tetap dimasak sebelum dimakan. Beberapa produsen membuat mi yang tidak perlu dimasak, melainkan hanya cukup diseduh.
Mi instan sebetulnya tidak benar-benar mentah. Produk itu sudah dimasak sebelumnya, kemudian dikeringkan kembali. Tujuannya agar konsumen tidak membutuhkan waktu terlalu lama untuk membuatnya matang.
Beberapa bahan utama yang ada dalam komposisi mi, antara lain tepung terigu, garam, pengawet, pewarna buatan, bubuk penyedap yang mengandung monosodium glutamat (MSG), minyak bumbu, gula.
Ternyata, sejumlah produsen mi instan menambahkan nutrisi kepada produk mereka. Misalnya saja mi instan di Indonesia, diberi tambahan vitamin, mineral, zat besi. Ada pula merk mi instan yang menambahkan vitamin B dan zat gizi mikro tertentu.
Namun demikian, mengonsumi mi instan tetap tidak boleh berlebihan. Tetap atur jadwal dalam mengonsumsi mi, jangan kemudian mengisi waktu sepekan penuh untuk memakannya. Karena memakan mi dalam porsi berlebihan, memiliki beberapa risiko bagi tubuh.
Efek MSG Pada Mi Terhadap Otak
Ada salah satu bahan yang digunakan dalam membuat mi, yaitu monosodium glutamat (MSG). Bahan tambahan ini biasanya berfungsi sebagai penguat rasa makanan. FDA mengakui MSG merupakan bahan pelengkap yang aman untuk dikonsumsi, tetapi MSG masih berpotensi berefek pada kesehatan tubuh.
MSG bukan hanya dibuat oleh pabrikan, melainkan terkandung pula dalam produk seperti protein nabati terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, tomat, keju.
Beberapa penelitian menyebut, mengonsumsi MSG dalam jumlah banyak dapat berefek pada peningkatan tekanan darah, sakit kepala, dan mual.
Tulisan ilmiah lain yang berjudul Deciphering the MSG controversy, diterbitkan oleh National Library of Medicine, mengaitkan MSG dengan dampak negatifnya untuk kesehatan otak. MSG dalam jumlah konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan pembengkakan dan kematian sel-sel otak dewasa.
Konsumsi Mi Berlebihan Bisa Tingkatkan Risiko Sindrom Metabolik
Sebuah artikel dalam Healthline mengungkap, konsumen mi instan dapat mengalami peningkatan asupan natrium dan kalori dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsinya. Dalam jumlah tidak terkontrol, mi instan dapat meningkatkan risiko mengembangkan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik sering menyebabkan peningkatan gula darah dan tingkat tekanan darah, menyebabkan risiko diabetes, stroke, atau penyakit jantung yang lebih tinggi.
Sumber yang teridentifikasi menyebabkan munculnya sindrom metabolik adalah zat yang ditemukan dalam mi, yang disebut Tersier-butil hidrokuinon (TBHQ), produk sampingan industri perminyakan yang digunakan untuk mengawetkan makanan olahan yang murah.
Di dalam sebuah studi di Korea Selatan yang dipublikasikan PubMed, peneliti mengamati diet yang dilakukan oleh 10.711 orang, responden berusia 19 dan 64 tahun. Ditemukan bahwa, responden perempuan yang makan mi instan setidaknya dua kali sepekan mengalami peningkatan risiko sindrom metabolik. Anehnya, hasil seperti itu tidak ditemukan pada peserta pria, yang oleh para ilmuwan dikaitkan dengan perbedaan biologis antara jenis kelamin.
"Mereka yang berkulit hitam, berusia di atas 40 tahun atau memiliki riwayat keluarga dengan tekanan darah tinggi adalah yang paling mungkin terkena," tulis artikel itu.
Bukan hanya itu, asupan natrium yang tinggi mungkin memiliki efek negatif pada orang-orang tertentu yang dianggap sensitif terhadap garam. Orang-orang ini mungkin lebih rentan terhadap efek natrium dan peningkatan asupan natrium dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
“Meskipun mi instan adalah makanan yang nyaman dan lezat, mungkin ada peningkatan risiko sindrom metabolik karena natrium tinggi, lemak jenuh yang tidak sehat, dan kandungan glikemik,” kata Hyun Shin, kandidat doktor dan rekanan Harvard School of Public Health, di penulis hasil studi.
Menurut Asosiasi Mie Instan Dunia (WINA), pada 2015 tercatat ada sebanyak 52 negara mengkonsumsi mi instan, namun beberapa negara dengan angka konsumsi mi tertinggi antara lain China dan Hong Kong, yang bersama-sama mengonsumsi 40,43 miliar porsi; Indonesia 13,20 miliar porsi; Amerika Serikat menghabiskan 4 miliar porsi mi instan.
Mengonsumsi Mi Instan Yang Aman
Beberapa efek buruk karena mengonsumsi mi, bisa muncul karena kita memang memiliki alergi terhadap bahan tertentu, yang ada di dalam komposisi produk mi instan yang kita makan.
Penyebab lainnya karena kita tidak mengontrol diri, terlalu sering menjadikan mi sebagai konsumsi harian.
Nah, agar dapat mengonsumsi mi tanpa terlalu merasa berdosa dengan tubuh, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan.
- Pilih mi yang dibuat dengan campuran bahan sayuran, misalnya sawi, bayam, wortel atau bit. Kendati jumlahnya kecil, namun kita masih bisa sedikit mendapat manfaatnya.
- Klaim mi pabrikan yang tidak menambahkan bahan pengawet, tidak dapat sepenuhnya dapat kita percaya. Maka, tetap konsumsi mi pabrikan manapun dengan sewajarnya. Misalnya, disiplinkan diri hanya mengonsumsi mi maksimal satu kali dalam sepekan.
- Usahakan tidak makan mi tanpa campuran sayuran. Beri sedikit potongan sayur hijau, wortel rebus, kacang-kacangan, tomat bahkan telur ayam kampung, agar kita tetap bisa mendapatkan manfaat nutrisi, gizi dan vitamin penting dari bahan-bahan pelengkap tadi.