Akhir tahun lalu, tepatnya 26 Desember 2022, negara Korea Selatan menyatakan bahwa mereka mendapatkan satu kasus infeksi amoeba pemakan otak, atau yang dalam istilah medis dikenal dengan Naegleria fowleri.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea atau Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA) mengungkap, ada riwayat perjalanan ke Thailand selama empat bulan yang dilakukan oleh pasien itu, sebelum ia dinyatakan terjangkit infeksi amoeba pemakan otak.
NDTV mengungkap, lelaki berusia 50 tahun itu kemudian dinyatakan meninggal dunia pada 21 Desember 2022, setelah sempat mendapatkan perawatan medis.
Tim rumah sakit yang menangani pasien ini menjelaskan, sang pasien mengalami sejumlah keluhan mirip meningitis, saat mendatangi instalasi gawat darurat. Keluhan itu antara lain sakit kepala, demam, muntah, bicara cadel, leher kaku.
Kematian pasien dinyatakan akibat amoeba mematikan, usai dilakukan pengujian genetik pada tiga infeksi berbeda, yang menyebabkan Naegleria fowleri.
Hasil pengujian mengungkap, tubuh laki-laki itu mengandung gen yang 99,6% identik dengan gen yang ditemukan pada pasien meningitis, yang telah dilaporkan ke luar negeri.
Apa Itu Naegleria fowleri?
Center for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, mengatakan bahwa, Naegleria fowleri adalah amoeba (organisme hidup bersel tunggal) yang hidup di tanah dan air tawar yang hangat, misalnya danau, sungai, dan mata air panas.
Naegleria tidak bisa hidup di air asin, tidak dapat bertahan di kolam renang yang dirawat dengan baik atau air perkotaan yang dirawat dengan baik.
Kita tidak akan terinfeksi, bila meminum air yang terkontaminasi amoeba Naegleria. Tapi, ketika air yang terkontaminasi amoeba jenis ini masuk ke dalam hidung, mereka akan naik ke otak dan menyebabkan infeksi.
CDC menyebut hanya sekitar tiga orang di Amerika Serikat yang terinfeksi setiap tahun, tetapi infeksi ini biasanya berakibat fatal.
Laman IFL Science mengungkap bahwa makanan normal Naegleria bukanlah otak manusia, melainkan organisme lain seperti bakteri, yang ditemukan di sedimen sungai dan danau. Dan ketika mereka pada akhirnya menginfeksi ke dalam tubuh manusia, amoeba ini memilih otak sebagai makanan mereka.
Nagleria Punya Tiga Fase Kehidupan
Kita perlu terlebih dahulu mengenali tahap kehidupan si amoeba. Mulai dari kista, trofozoit, dan flagelata.
Saat masih berada dalam tahap kista, amoeba ini sangat kuat dan dapat menahan kondisi yang sangat keras. Mereka diketahui dapat bertahan jika air menjadi dingin atau membeku, atau jika air mengering selama beberapa bulan. Amoeba yang masih dalam fase kista, dapat hidup di tanah atau debu.
Tahap flagela adalah fase saat amoeba ini menjadi perenang cepat dan hanya terjadi jika sumber makanan berkurang. Mereka akan kembali menjadi trofozoit ketika kondisinya lebih menguntungkan mereka.
Ini dia tahap bentuk amoeba yang berbahaya bagi manusia. Ketika amoeba memasuki tahap trofozoit, mereka bisa bereplikasi dengan pembelahan biner.
Bagaimana Naegleria fowleri Menginfeksi Otak Manusia?
Masih bersumber laman yang sama, diketahui cara yang bisa membawa amoeba ke jaringan hidung adalah lewat berenang, bermain rekreasi, menyelam ke sumber air yang terinfeksi.
Laman CDC juga mengungkap, potensi sama bisa terjadi bagi seseorang yang terbiasa melakukan aktivitas mencuci hidung (nasal) menggunakan air segar. Baik itu dalam konteks pembersihan biasa maupun reliji, seperti yang dipraktikan dalam Yoga, Ayurveda, wudu dalam keyakinan Islam.
Meminum air yang terkontaminasi amoeba ini tidak akan menularkannya. Termasuk juga uap air, tetesan aerosol, kontak manusia ke manusia.
Jadi, begitu amoeba Naegleria fowleri yang berbentuk trofozoit masuk ke dalam hidung, mereka akan menembus jaringan hidung, berjalan ke pelat kribiform (bagian dari tengkorak, awal dari bagian rongga mata). Selanjutnya trofozoit bermigrasi ke otak melalui saraf penciuman.
Begitu berada di otak, Naegleria dapat dengan berkembang, tumbuh, makan dan menyebar ke seluruh organ.
"Bagian makan inilah yang menyebabkan masalah paling banyak: Mereka menelan sel, dan ini menyebabkan perdarahan dan kematian jaringan," tulis laman IFL Science.
Bagaikan sebuah 'prasmanan', proses amoeba ini memakan otak juga akan menyebabkan respon peradangan yang sangat besar. Itu kemudian membuat sel darah putih menabrak situs (area) tersebut.
Peristiwa ini menyebabkan otak membengkak dan tekanan tengkorak meningkat. Efeknya bisa disebut meningoensefalitis amuba primer (PAM), koma. Kematian pasien dapat terjadi segera setelahnya.