Bekerja menjadi rutinitas yang dilakukan oleh orang-orang usia produktif, kemudian menjadi cara mereka mencari penghidupan dan menjalani sebuah passion.
Ada orang-orang yang bekerja dengan jam kerja wajar, seperti pagi hingga sore, namun ada pula yang bekerja dengan sistem jadwal malam. Tipe pekerja yang terakhir ini, bekerja sejak sore hingga dini hari atau sejak malam hingga esok harinya. Ternyata, pekerjaan yang menuntut seseorang untuk bekerja dalam shift malam cukup berisiko terhadap kesehatan.
Sebuah studi terbaru dari Washington State University and Pasific Northwest Nation Laboratory mendapati bahwa, bekerja shift malam dapat menyebabkan para pekerja rentan terkena penyakit diabetes dan obesitas.
Laman Antara yang mengutip laporan Medical Daily, menuliskan alasan risiko tersebut yang dilatarbelakangi karena ritme protein dalam tubuh yang terganggu, terlebih bila shift malam dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
"Lewat penelitian tersebut, para peneliti studi mengeksplorasi bagaimana pekerja shift malam lebih rentan terhadap gangguan metabolisme termasuk diabetes dan obesitas," ungkap laporan yang dikutip Senin (13/5/2024).
Menurut hasil yang diterbitkan dalam Journal of Proteome Research, bekerja pada jadwal shift malam dapat mengganggu ritme protein yang berkaitan dengan regulasi glukosa darah, metabolisme energi, dan peradangan, proses yang dapat mempengaruhi perkembangan kondisi metabolisme kronis.
Kondisi itu terbukti hanya beberapa hari pada jadwal shift malam.
Baca Juga: Tangkas Kebut Produksi X7 New
Peneliti kemudian merekrut sukarelawan yang menjalani simulasi jadwal shift malam atau siang selama tiga hari. Para peserta kemudian tetap terjaga selama 24 jam setelah giliran kerja terakhir mereka, di bawah pencahayaan, suhu, postur, dan asupan makanan yang konstan.
"Ini untuk mengukur ritme biologis internal mereka tanpa pengaruh luar," kata peneliti.
Sementara para peserta tetap terjaga, sampel darah diambil untuk mengidentifikasi protein dalam sel sistem kekebalan berbasis darah.
Beberapa protein ini terkait erat dengan jam biologis utama. Karena jam utama yang menjaga tubuh pada ritme 24 jam tahan terhadap perubahan jadwal shift, tidak banyak perubahan pada protein ini.
Namun, pada sebagian besar jenis protein lain, seperti yang terlibat dalam regulasi glukosa, terdapat perubahan ritme yang substansial di antara peserta shift malam dibandingkan dengan peserta shift siang.
Di samping itu, mereka turut mencatat bahwa terdapat pembalikan ritme glukosa yang hampir sempurna pada peserta shift malam. Peserta shift malam juga tidak memiliki sinkronisasi dalam proses produksi dan sensitivitas insulin.
Baca Juga: Pajero Sport dan Xpander Cross Edisi Terbatas, Tampil dengan Penyegaran Eksterior dan Interior
"Proses-proses ini biasanya harus bekerja sama untuk menjaga kadar glukosa dalam kisaran yang sehat. Hal ini, disebabkan oleh regulasi insulin yang mencoba membatalkan perubahan glukosa yang dipicu oleh jadwal shift malam, yang mungkin merupakan respons yang sehat saat ini, namun menimbulkan masalah dalam jangka panjang," tulis penelitian itu.
Penulis studi senior dari WSU Elson S. Floyd College of Medicine, Hans Van Dongen, menambahkan perihal adanya proses yang terkait dengan jam biologis utama di otak kita.
Proses tersebutlah yang mengatakan bahwa siang adalah siang dan malam adalah malam, serta proses lain yang mengikuti ritme yang diatur di tempat lain di tubuh, yang mengatakan malam adalah siang dan siang adalah malam.
Baca Juga: Pendapatan HYBE Turun Tajam, Mendapat Debut Kuat oleh TWS dan ILLIT
Baca Juga: Mistral AI Galang Pendanaan Lebih dari Rp90 Triliun
Temuan ini menunjukkan, intervensi dini mungkin dilakukan untuk mencegah diabetes dan obesitas, yang juga dapat diterapkan untuk mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke pada pekerja shift malam.
"Ketika ritme internal tidak teratur, Anda mengalami stres berkepanjangan dalam sistem tubuh Anda, yang kami yakini memiliki konsekuensi kesehatan jangka panjang," kata Dongen.