OJK Menyebutkan Generasi Milenial dan Z Rentan Terjerat Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong

Ilustrasi generasi milenial dan generasi Z. (Sumber: freepik)

Techverse.asia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan generasi milenial dan generasi Z adalah kelompok yang paling rentan terjerat pinjaman online alias pinjol ilegal dan investasi bodong. Dua generasi ini adalah kelompok yang rentan secara finansial dengan gaya hidup yang lebih banyak mengeluarkan uang untuk kesenangan semata dibanding menabung maupun berinvestasi.

"Banyak anak muda yang terjebak pinjol karena mengambil utang untuk kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi.

Kiki, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa generasi milenial dan generasi Z menghadapi permasalahan finansial, termasuk investasi bodong akibat prinsip You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO). Gaya hidup FOMO akan menyebabkan seseorang merasa ketinggalan kalau tak mengikuti tren yang sedang ada.

Baca Juga: Dukung Keberlanjutan, Cinema XXI Gandeng TUKR Olah Limbah Minyak Jelantah

Sedangkan, gaya hidup YOLO kerap dikaitkan dengan cara menikmati hidup yang bebas dan maksimal. Kedua prinsip ini membawa generasi muda pada keputusan yang buruk, salah satunya yaitu tak menyiapkan dana darurat. Kerentanan generasi muda itu juga dipicu oleh kebiasaan mereka yang kerap membagikan informasi pribadi melalui media sosial.

"Perilaku tersebut sangat berbahaya tapi mereka enggak sadar. Misalnya, mengunggah KTP, alamat rumah, dan informasi pribadi lainnya yang bisa dimanfaatkan oleh orang yang tak bertanggung jawab," katanya.

Selain itu, sikap FOMO juga membawa generasi muda terjebak pada investasi bodong. Sementara tanpa memiliki pemahaman mengenai keuangan dan investasi yang memadai, kelompok ini justru banyak menjadi korban terhadap iming-iming yang menggiurkan.

"Mereka sering meniru apa yang dilakukan oleh para influencer atau tokoh idolanya, termasuk saran mengenai keuangan," ujarnya.

Baca Juga: Begini Cara Optimalkan Potensi Karyawan Generasi Z

Oleh karena itu, dia berpesan agar generasi milenial dan generasi Z paham tentang aspek perencanaan keuangan (financial planning). Terlebih lagi jumlah mereka yang mencapai lebih dari setengah penduduk Indonesia, tentu saja kelompok tersebut merupakan critical economy players yang harus dibekali tentang pemahaman keuangan yang memadai.

Berdasarkan Survei Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilaksanakan oleh OJK pada 2022 mencatat generasi muda di Tanah Air mempunyai tingkat literasi dan inklusi keuangan yang rendah. Tingkat literasi keuangan penduduk berusia 15-17 tahun berada di angka 43 persen, sedangkan tingkat inklusi keuangannya di angka 69 persen.

"Angka tersebut jauh di bawah tingkat literasi serta inklusi keuangan nasional yang mencapai 49,7 persen dan 85 persen. Untuk itu, penting meningkatkan literasi dan inklusi keuangan untuk generasi muda. Langkah ini diharapkan bisa menjauhkan mereka dari jeratan investasi bodong dan pinjol ilegal," katanya.

Terpisah, Kepala OJK Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Parjiman menandaskan perlunya kolaborasi dari berbagai pihak guna meningkatkan literasi dan inklusi keuangan yang lebih baik di Provinsi DIY. Kolaborasi dibutuhkan antara pemerintah, pelaku jasa industri keuangan, perguruan tinggi, hingga media.

Baca Juga: OJK Tutup Ratusan Pinjol Ilegal, Jangan Berikan Akses ke 2 Menu Ini

"Upaya ini dibutuhkan agar mempersempit kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan. Sebab, inklusi keuangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan literasi berarti terdapat lebih banyak masyarakat yang memanfaatkan produk jasa dan keuangan tanpa mengetahui risiko yang menantinya," kata Parjiman.

Data SNLIK tahun 2022 mencatat indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia berada di angka 49,68 persen. Itu artinya baru separuh masyarakat kita yang sudah memperoleh edukasi dengan baik tentang produk dan jasa keuangan.

"Setiap 100 orang baru 50 persen atau separuhnya yang telah teredukasi dengan baik terkait dengan produk dan jasa keuangan. Sementara itu, sisanya masih gelap," ujarnya.

Ditambahkannya, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan, termasuk DIY. Indeks literasi DIY mencapai 54,55 persen, angka ini lebih tinggi dibandingkan nasional. "Inklusinya ini perlu kita tingkatkan karena sedikit ada di bawah nasional yaitu di angka 82,68 persen," ujarnya.

Baca Juga: Gen Z Tak Lagi Percaya dengan Mega Influencer, Yuk Pahami Influencer Fatigue

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI