Indonesia Punya 2 Tantangan di Sektor Kredit, Lembaga-lembaga Ini Membentuk APIIK

Ilustrasi kredit. (Sumber: freepik)

Techverse.asia - Meskipun tingkat adopsi layanan keuangan di Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi, dengan sekitar 85% dari populasi telah memanfaatkan jasa keuangan, rasio produk domestik bruto (PDB) terhadap utang rumah tangga di Indonesia masih berada di angka yang rendah, yaitu 16%. Perbandingan ini jauh di bawah negara-negara seperti India dan Filipina, yang mencapai rata-rata 30%. 

Selain itu, data dari World Bank pada 2021 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah penduduk unbanked (individu yang cukup umur namun tidak memiliki rekening bank) terbesar keempat di dunia, yaitu sebanyak 97,74 juta orang dewasa. Jumlah ini setara dengan 48% populasi dewasa di dalam negeri.

Situasi ini mencerminkan adanya kesenjangan yang signifikan antara tingginya permintaan kredit dengan suku bunga kompetitif dan ketidakefisienan dalam pemanfaatan data keuangan, serta menunjukkan perlunya peningkatan dalam evaluasi kelayakan kredit.

Baca Juga: Vredeburg Fair 2024 Suguhkan Pameran Sejarah dan Program Publik Interaktif di Museum

Dalam upaya menghadapi tantangan ini, tiga Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia - PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK), PT Kredit Biro Indonesia Jaya (CBI), dan PT PEFINDO Biro Kredit (idScore) - telah membentuk kolaborasi strategis dengan mendirikan Asosiasi Pengelola Informasi Kredit (APIIK).

Kedepan, APIIK berharap bakal berkontribusi memperkuat infrastruktur kredit di Indonesia dan menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan efisien.

Ketua Umum APIIK Yohanes Arts Abimanyu menyampaikan APIIK digagas untuk mengatasi kesenjangan akses kredit bagi masyarakat masih besar. Pendirian APIIK merupakan langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan ini dan mendukung transformasi lanskap kredit di Indonesia.

"Kami berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran publik dan pemangku kepentingan tentang peran penting biro kredit dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih inklusif dan efisien," ungkapnya, Jumat (6/9/2024).

Baca Juga: Duh, Baru 46% UMKM Pisahkan Keuangan Bisnis dan Pribadi

APIIK dan EY Parthenon juga melakukan studi mengenai Ekosistem Pelaporan Kredit Indonesia dalam rangka memberikan pandangan yang komprehensif kepada regulator dan pemangku kepentingan terkait kondisi infrastruktur kredit nasional.

Studi ini bertujuan untuk memahami kinerja dan dinamika sektor pelaporan kredit di Indonesia, memahami industri pelaporan kredit global khususnya interaksi antara Public Credit Registry (PCR) dan Private Credit Bureau (PCB), serta mengidentifikasi berbagai kesenjangan dan peluang yang berpotensi meningkatkan kapabilitas penilaian kredit.

Hasil dari studi tersebut merekomendasikan agar Indonesia mempertahankan pendekatan sistem ganda (dual system approach) untuk infrastruktur pelaporan kreditnya, di mana PCR dan PCB memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi.

Saat ini, PCR di Indonesia direpresentasikan oleh SLIK OJK, dimana fungsinya adalah sebagai basis data terpusat untuk data dari lembaga jasa keuangan (LJK). Sementara PCB atau Biro Kredit Swasta mengumpulkan data beragam dari non-lembaga jasa keuangan (Non-LJK) untuk menghasilkan laporan terperinci dan skor kredit yang menilai kelayakan kredit dan pola penggunaan kredit

Baca Juga: OJK Menyebutkan Generasi Milenial dan Z Rentan Terjerat Pinjol Ilegal dan Investasi Bodong

Kombinasi keduanya diharapkan bisa mencapai tujuan nasional yakni meningkatkan inklusi keuangan pada kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses perbankan (unbanked), memastikan penilaian risiko yang kuat, menjaga privasi data yang aman, dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pelaporan kredit secara keseluruhan.

Partner EY-Parthenon Anugrah Pratama menjelaskan bahwa adopsi pendekatan sistem ganda akan mengatasi inefisiensi yang ada saat ini dan meningkatkan pemanfaatan data kredit secara signifikan.

"Kedepannya, pendekatan ini dapat meningkatkan inklusivitas keuangan dan memungkinkan penilaian kelayakan kredit yang lebih akurat, memperluas akses keuangan bagi UMKM, mendukung manajemen risiko kredit, dan menghasilkan produk keuangan yang lebih baik untuk pasar Indonesia," katanya.

Baca Juga: Barista Janji Jiwa Eksplorasi Google Gemini untuk Temukan Menu Golden Mapple Latte

Ketua Dewan Pengawas APIIK Rizana Noor menambahkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam sektor kredit. Perbaikan berkelanjutan dalam infrastruktur dan model akses berbagi data sangat penting untuk menyediakan akses data yang adil dan dapat diandalkan untuk PCB, serta untuk mengembangkan platform berbagi data yang aman dan mendorong inovasi.

"Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa semua pihak yang terlibat memiliki akses yang setara dan transparan terhadap data kredit. Hal ini penting untuk menciptakan sistem yang lebih inklusif dan efisien, yang pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujarnya.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI