Techverse.asia - PT Wasteforchange Alam Indonesia (Waste4Change)
berhasil menjadi pemenang dalam program Climate Impact Innovations Challenge (CIIC) 2023, trek Ocean/Kelautan, yang diumumkan di acara CIIC 2023 Grand Finale di The Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta, Sabtu (2/9/2023).
Dengan kemenangan ini, Waste4Change sukses mendapatkan hadiah
berupa uang tunai senilai Rp2,5 miliar, berbagai keuntungan eksklusif, dan salah satunya berhasil mengamankan dana investasi senilai US$70.000 atau sekitar Rp1 miliar dari Rumah Group yang akan digunakan untuk mengoptimalkan pengelolaan Low Value Plastic menjadi produk yang layak secara ekonomi.
Diwakili oleh Bagas Mukti Wibowo selaku Senior Business Development Executive Waste4Change, Waste4Change mempresentasikan pembahasan berjudul “Circular Business Model for Low Value Plastic Recovery from Marine Environment” dalam CIIC 2023.
Dalam pembahasan ini, ditunjukkan bagaimana pentingnya menghadirkan upaya pengelolaan low value plastic bertanggung jawab untuk mencegahnya menumpuk dan bocor mencemari lingkungan, salah satunya lautan. Diperkirakan, sebanyak 620 ribu ton sampah plastik dari daratan bocor ke laut Indonesia tiap tahunnya.
Bagas bersyukur bisa jadi pemenang pada acara CIIC 2023 tersebut. Pihaknya yakin ini hanya awal, Waste4change bersemangat untuk akhirnya dapat membangun fasilitas daur ulang plastik bernilai rendah dengan RiverRecycle, memperluas dampak yang dihadirkan.
"Kami menantikan kolaborasi dengan semua pihak ke depannya, termasuk dengan para finalis CIIC," ujar Bagas.
Sejak beberapa tahun ke belakang, Waste4Change terus berupaya sebanyak mungkin mengumpulkan dan mengelola low value plastic yang bocor ke lingkungan dengan berbagai cara. Di tahun 2021, Waste4Change bersama RiverRecycle - perusahaan berbasis di Finlandia yang menawarkan solusi untuk mengumpulkan dan mendaur ulang plastik dari sungai - memulai proyek Citarum Repair bekerja sama dengan pihak lainnya dan telah mengelola sebanyak 470,093 kilogram (kg) sampah plastik dari sungai Citarum.
Baca Juga: Mitigasi Persoalan Sampah Makanan, Surplus Indonesia Buka Pendanaan Pra-Seri A
Proyek ini masih terus berjalan hingga sekarang. Selain itu, Waste4Change juga menyelenggarakan program Waste4Change Supplier Partner (WSP) bermitra dengan pengepul sampah usaha mikro/kecil untuk meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pengolahan guna meningkatkan daur ulang sampah.
Namun, kegiatan tersebut baru mampu diterapkan pada masalah yang terjadi di daratan dan sungai. Perlu upaya yang lebih besar agar masalah pencemaran laut akibat plastik ini dapat segera diatasi.
Oleh karena itu, Waste4Change berencana menggunakan pendanaan yang diperoleh untuk meningkatkan kapasitas pengumpulan dan pengelolaan sampah plastik, membangun fasilitas dengan dilengkapi teknologi yang mumpuni yang diharapkan dapat mengatasi masalah plastik laut dalam skala besar secara berkelanjutan.
"Kepercayaan yang diberikan panitia dan juri CIIC memberikan energi yang positif bagi seluruh jajaran team Waste4Change mewujudkan visi misinya yaitu menjadi perusahaan yang memimpin di bidang pengelolaan sampah bertanggung jawab untuk mewujudkan dunia yang bebas sampah (zero
waste)," kata CEO Waste4Change, Mohamad Bijaksana Junerosano.
Baca Juga: Diolah Jadi Aspal: Sebuah Cara Mengubah Limbah Plastik dan Sabut Sawit, Agar Tak Lagi Sekadar Sampah
Sebelumnya, Waste4Change telah memperoleh suntikan pendanaan Seri A senilai US$5 juta dari perusahaan modal ventura terkemuka di Asia Tenggara, AC Ventures. Sebagai salah stau perusahaan modal ventura paling aktif di kawasan ini, AC Ventures menaruh optimisme besar terhadap model bisnis yang dijalani oleh Waste4Change.
Founding Partner AC Ventures, Pandu Sjahrir sebelumnya mengatakan bahwa Waste4Change adalah pionir yang menyediakan solusi pengelolaan sampah end-to-end. Keberlanjutan adalah fokus utama tim, dengan komitmen yang ditunjukkan untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.
"Perusahaan ini telah mencapai kecocokan pasar produk dan memiliki potensi untuk berkembang di seluruh negeri. Waktu perusahaan juga ideal, karena pemerintah Indonesia menginginkan setidaknya pengurangan 30 persen di sumbernya, dengan 70 persen sisanya ditangani pada 2025," katanya.