Nilai pendanaan startup Indonesia pada kuartal ketiga (Q3) tahun 2023 mulai meningkat dibanding dua kuartal sebelumnya.
Data yang dihimpun DSInnovate dalam Indonesia’s Startup Handbook, pada kuartal ini pendanaan ekuitas sekitar US$501,6 juta dari 38 transaksi telah dibukukan. Sebelumnya ekosistem tanah air hanya mendapatkan US$376,7 juta pada Q1 dan US$330,2 juta pada Q2.
Peningkatan ini memberikan indikasi positif bagi industri, mengingat pada paruh pertama tahun ini (H1) terjadi penurunan 74% secara yoy.
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures, Willson Cuaca, menyebut bahwa penurunan tersebut menjadi salah satu dampak dari 'tech winter', tidak hanya di Indonesia namun juga seluruh dunia.
"Gejolak ekonomi makro membuat para investor mengerem kucuran arus dana ke startup (khususnya tahap lanjut)," ujarnya, dikutip Senin (9/10/2023).
Ia mengatakan, melihat data yang dihimpun, perekonomian global dinilai masih belum menentu akibat inflasi yang tinggi dan kondisi geopolitik. Hal ini menciptakan sejumlah tantangan bagi perekonomian di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, termasuk bagi startup digital. Kondisi ini diprediksi akan masih terjadi setidaknya sampai akhir tahun ini.
Willson menjelaskan, pihaknya melihat pertumbuhan pada 2023 masih melambat, namun pemulihan secara bertahap diperkirakan mulai terjadi pada 2024.
"Oleh sebab itu, saran dari kami, startup harus dapat bertahan (mempunyai runway) hingga tahun 2025," ucapnya.
Baca Juga: Unisoc dan Itel Akan Rilis Smartphone yang Memiliki Sistem Android 14
Baca Juga: MotoGP 2023: Sebanyak 22 Pembalap Dipastikan Tampil di Sirkuit Mandalika Lombok
Di lain sisi, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,5-5,3% dengan inflasi turun ke 3,0 ± 1% di 2023. Secara keseluruhan, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan meningkat 19% per tahun hingga 2025; didorong oleh potensi penetrasi internet yang belum mencapai puncaknya, populasi unbankable yang besar, serta peluang inovasi yang masih dapat dieksplorasi.
Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai US$290 miliar dalam beberapa tahun mendatang.
Meski demikian, di tengah ketidakpastian global, transisi kepemimpinan regional, serta kelangkaan alokasi dana untuk perusahaan swasta, East Ventures akan tetap bijaksana dan optimis dalam berinvestasi di kawasan ini.
Salah satu sektor usaha yang kini tengah menggeliat adalah financial technology atau fintech (fintek).
Principal East Ventures, Yoshiharu Okubo, mengungkap bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pendanaan ke sektor fintech meningkat secara signifikan. Antara 2021 dan 2022, angka ini meningkat sebesar 83%, menunjukkan optimisme investor terhadap peluang di sektor ini.
Sektor fintech di Indonesia telah berevolusi secara dinamis. Evolusi tersebut memperlihatkan kemampuan beradaptasi dan beragam inovasi dalam lanskap fintech di Indonesia.
Yoshiharu Okubo menjelaskan, proporsi usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak mempunyai rekening bank (unbanked) dan memiliki akses fasilitas perbankan yang terbatas (underbanked) sama-sama besar.
Baca Juga: Pemilu 2024 Rawan Kampanye Hitam, Ini Tips Agar Tidak Tertipu Konten Deepfake
Baca Juga: Lazada Bebaskan Biaya untuk Penjual yang Baru Mendaftar
"Dengan lebih dari 50% populasi orang dewasa di Indonesia tidak memiliki rekening bank atau memiliki akses perbankan terbatas, platform pinjaman online (pinjol) muncul sebagai solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut," tuturnya.
Meski perkembangannya terlihat menjanjikan, sektor fintech Indonesia memiliki tantangan; jangka pendek, menengah dan panjang.
Menurut McKinsey & Company, meningkatnya biaya dana memberikan tekanan pada margin perusahaan fintech, dengan rata-rata margin bersih menurun dari 10% pada 2021 menjadi 8% pada 2022.
Tantangan lainnya, biaya yang dikenakan kepada merchant/toko (merchant discount rate) biasanya lebih rendah dibandingkan layanan finansial yang serupa seperti pembayaran lewat mesin EDC.
"Agar tetap dapat bertahan, perusahaan-perusahaan fintech tersebut ini harus berinovasi dan mengadopsi model bisnis berkelanjutan, yang menjamin keberlangsungan perusahaan, sekaligus meminimalkan potensi kerugian," jelas Yoshiharu.