Setelah sempat menghentikan pelayanan, startup HappyFresh sebagai platform belanja kebutuhan rumah tangga, mulai merestrukturisasi bisnis dan kepemimpinan dalam perusahaan.
HappyFresh dikabarkan telah mendapatkan pendanaan dari investor untuk melanjutkan operasi grosir online mereka di Indonesia. Mereka perlahan berhasil mencegah potensi krisis uang tunai yang dipicu oleh perlambatan ekonomi regional. Layanan HappyFresh yang dilakukan di Indonesia, Thailand dan Malaysia tersebut akan bekerja keras mencari profit dengan suntikan dana utang ventura Genesis, Innoven dan Mars.
Seiring dengan adanya restrukturisasi, beberapa petinggi startup tersebut kembali memimpin perusahaan, demikian dikabarkan Bloomberg, Rabu (21/9/2022). Jajaran pimpinan yang dimaksud itu antara lain CEO Guillem Segarra, CFO Frederic Verin, dan COO Christoph Krauss. Dewan direksi baru juga sedang dibentuk oleh Segarra dan Kroll, setelah Kai–Kevin Gotthard Kux, Lee Jung An, dan David Keller mengundurkan diri, pekan lalu.
Pihak HappyFresh enggan mempublikasikan jumlah dana utang yang mereka dapatkan. Namun, mereka menyatakan bahwa saat ini mereka akan fokus mengembangkan bisnis e-grocery tersebut di Indonesia, sambil mempertimbangkan opsi untuk bisnisnya di Thailand dan Malaysia.
Dukungan Konsumen dan Daya Magisnya Bagi Semangat Perusahaan
HappyFresh berdiri pada 2014, berawal dari ide Kai Kux, Konstantin Lange, Markus Bihler, Benjamin Koellmann, Fajar Budiprasetyo, dan Tim Marbach. Berbasis di Jakarta, HappyFresh akan berjuang tahun ini, untuk meningkatkan modal setelah beberapa waktu terakhir mengalami penurunan tajam kegiatan bisnis, kehilangan laba pada 2021 dan menanggung kerugian kotor sebesar US$4,3 juta. Imbas dari kondisi itu, perusahaan bahkan menunda pengupahan sejumlah karyawan.
Dari sumber lainnya, Managing Director HappyFresh Indonesia, Filippo Candri mengungkap bahwa manajemen telah melalui banyak hal.
“Selama beberapa pekan terakhir ketika kami menghentikan operasi, kami melihat banyak komentar dari pelanggan di berbagai platform media sosial yang menyatakan ketergantungan mereka pada penawaran layanan kami. Sambil meminta layanan untuk dilanjutkan sesegera mungkin," tuturnya.
Apa yang dihadapi oleh HappyFresh beberapa waktu lalu, merupakan imbas memburuknya pasar untuk layanan pengiriman bahan makanan, di saat dunia sedang menghadapi pertumbuhan ekonomi yang melambat, melonjaknya inflasi dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Happyfresh, layanan e-grocery asal Indonesia, dilaporkan menutup layanan di sejumlah wilayah, belum lama ini. Yakni mulai dari Malaysia hingga sebagian Jakarta. Perusahaan HappyFresh tidak menjelaskan masalah apa yang sedang sedang mereka hadapi. Perusahaan hanya mengumumkan kepada publik, bahwa mereka butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikannya. Kemungkinan penutupan tersebut terjadi karena HappyFresh sedang mengalami masalah keuangan. Tak ingin terus terpuruk, perusahaan menunjuk konsultan keuangan global, untuk meninjau masalah keuangan yang terjadi.
Startup Agritech dan e-grocery: Ada Cuan, Ada Perjuangan
Bisnis e-grocery di Indonesia berada pada persaingan yang ketat. Beberapa startup agritech harus menghadapi perjuangan yang tidak mudah untuk menyelamatkan bisnis mereka masing-masing.
Misalnya saja, masih lekat dalam ingatan kita, TaniHub atau PT Tani Hub Indonesia menutup dua gudang di Bandung dan Bali. Langkah yang diambil ini mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejumlah pekerja TaniHub. Perusahaan juga kemudian memutuskan menghentikan semua layanan B2C (Business to Consumers), -yang melayani konsumen perorangan atau rumah tangga- , awal Maret 2022. Untuk kemudian fokus pada layanan Business to Business (B2B). Sebuah gerakan pivot untuk menyelamatkan bisnis mereka.
SayurBox, startup ini mulai merangkak sejak 2017 hingga 2020, terus menghadapi badai. SayurBox hampir tutup karena nihil pendanaan. Namun, dari yang awalnya hanya menawarkan produk sayur organik lewat Whatsapp, SayurBox mulai berkembang dan menjangkau pasar yang lebih luas. Produk yang dijual di aplikasi mereka juga terus bertambah.