Platform ekonomi di Indonesia saat ini telah tumbuh pesat dan dianggap berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Kondisi itu, selanjutnya membuat platform ekonomi di Indonesia semakin menjadi subjek perdebatan akademis dan kebijakan. Setidaknya dalam beberapa tahun terakhir.
Ukuran pasar dan juga meningkatnya jumlah pekerja platform mengundang perdebatan, baik di tingkat nasional maupun internasional. Ditambah lagi, sejumlah platform memperluas aktivitas mereka ke negara tetangga.
Pekerja gig, diasosiasikan dengan meningkatnya kondisi kerja yang kurang stabil dan tidak layak. Walau mengingatkan kita dengan frasa gig di tengah budaya anak nongkrong, gig artinya bukan sekadar manggung. Gig economy adalah suatu sistem pasar tenaga kerja bebas, dalam sistem ini, perusahaan akan mengontrak karyawan independen untuk bekerja dalam jangka waktu yang singkat. Pekerja kontrak, pekerja lepas (freelance) identik dengan sistem kerja yang demikian.
Merespon hal tersebut, Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada berkolaborasi dengan Fairwork Foundation berbasis di University of Oxford, dan Centre for Digital Development, University of Manchester bersama perwakilan pemerintah, mendiskusikan lebih lanjut terkait permasalahan kelayakan kerja pekerja gig.
Diskusi ini perlu dilakukan, pasalnya, di balik kontribusi dalam membuka kesempatan kerja yang fleksibel, praktik ekonomi platform tidak lepas dari tantangan. Terutama pada keadilan dan hak untuk para pekerjanya.
Sebagaimana dalam laporan riset CfDS UGM bersama Fairwork Foundation 2022, dikatakan bahwa ada penurunan nilai keadilan pekerja yang dinilai berdasarkan lima prinsip, yaitu Upah Layak (Fair Pay), Kondisi Layak (Fair Conditions), Kontrak Layak (Fair Contracts), Manajemen yang Layak (Fair Management), dan Representasi yang Layak (Fair Representation).
Grab, Gojek, Gobox Punya Rating Tinggi, Tapi Nilainya Rendah
Ketua Riset ini dari CfDS UGM, Treviliana Eka Putri menyebutkan, tim peneliti mengkaji perusahaan yang menawarkan layanan taksi, ride-hailing, pengiriman, dan layanan logistik. Untuk menilai, bagaimana perusahaan-perusahaan yang mayoritas startup itu, memperlakukan pekerja mereka.
Berdasarkan studi, sebelas platform gig economy paling populer di Indonesia telah dinilai berdasarkan seberapa adil mereka memperlakukan pekerja. Sayangnya, peringkat yang dicapai oleh platform ini relatif rendah.
Grab, Gojek, dan Gobox menduduki peringkat teratas dengan hanya skor empat dari sepuluh. Maxim mengikuti dengan skor total satu dari sepuluh.
"Dalam laporan ini, Grab, Gojek, dan Gobox (jasa kurir di bawah GoJek) menjadi platform dengan skor tertinggi. Karena platform tersebut menawarkan perlindungan kepada semua pekerjanya dari risiko dengan asuransi kecelakaan, saluran bantuan darurat, akses ke pelatihan, dan inisiatif kesejahteraan lainnya. Namun, secara keseluruhan skor platform tahun ini lebih rendah dari tahun lalu," ungkapnya, selanjutnya disusun dalam laporan Techverse, Sabtu (24/9/2022).
Treviliana memberikan catatan, walau daftar tadi terlihat punya rating tinggi, tapi secara umum dinamika kebijakan platform terkait dengan jaminan keselamatan seperti asuransi, serta aksesibilitas syarat dan ketentuan pekerjaan para pekerjanya masih sangat minim.
“Banyak komunitas driver yang memiliki aspirasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai pekerja, namun hubungan antara asosiasi dan platform belum diakui secara formal oleh perusahaan. Sehingga mereka belum mendapatkan representasi yang layak,” ungkap dia.
Melihat kondisi itu, Trevi berharap kajian yang mereka lakukan ini dapat bermanfaat sebagai bahan refleksi bersama bagi pemerintah dan sejumlah stakeholder terkait pelaksanaan gig economy, tak terkecuali pengguna platform tersebut. Salah satunya, mendesak regulasi yang menjaga kelayakan para pekerja gig economy.
“Isu perlindungan terhadap pekerja gig economy merupakan isu bersama. Maka dibutuhkan kerja kolektif dari konsumen, pemilik platform, pekerja, dan juga pemerintah. Demi kebaikan dan kesejahteraan bersama," tandasnya.
Turut memberikan pandangannya, Research Principal Investigator dari Fairwork Foundation, Profesor Richard Heeks menyatakan, nilai rendah dari banyak platform populer di tabel Fairwork Indonesia jelas menunjukkan perlunya intervensi peraturan untuk memastikan pekerja tidak lagi jatuh melalui celah, yang semakin diperburuk melalui pandemi.
"Sebagai bagian dari visi kami untuk masa depan kerja yang lebih adil, kami menetapkan jalur untuk mewujudkan ambisi tersebut melalui peluncuran Fairwork Pledge," tambahnya.
Bagaimana Respon Pemerintah Indonesia?
Dari kalangan pemerintah, Direktur Bina Riksa Norma Ketenagakerjaan, Ditjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker RI Yuli Adiratna memberikan respon dalam diskusi ini. Aplikasi berbasis mobile ini, menurutnya, dapat dilihat sebagai sesuatu yang memberikan peluang. Sekaligus tantangan bagi para pekerja dan pemerintah tentunya.
Pemberian perlindungan, upah dan tunjangan yang layak merupakan bagian dari perwujudan perlindungan ketenagakerjaan.
"Perlu untuk menjadi perhatian bersama, dalam memberikan keadilan ke semua pihak," tuturnya.
Koordinator Pengembangan Industri Pos dan Kurir, Kominfo RI Muhammad Fadh menjelaskan, pelaksanaan ongkos kirim untuk industri marketplace, di satu sisi memberatkan kurir dan penyelenggara pos. Begitu juga dengan yang dirasakan oleh platform transportasi online saat ini. Penyelenggara transportasi online sudah merambah ke bisnis penyelenggaraan logistik dan kurir. Tentunya ada beberapa hal yang perlu dikaji mengenai praktiknya.
"Kominfo tidak memiliki kewenangan dalam penyusunan tarif, karena kami menyerahkannya kepada penyelenggara pos. Akan tetapi, dalam waktu dekat, Kominfo akan menyusun standar keselamatan, bagi pekerja logistik atau kurir yang menggunakan kendaraan roda dua," jelasnya.