Indonesia menjadi negara dengan populasi terbesar keempat di dunia sekaligus pencemar plastik terbesar kedua setelah China. Negara kepulauan ini sudah lama bergulat dengan masalah pengelolaan sampah.
Perkembangan ekonomi yang pesat di Indonesia ternyata turut memperburuk masalah ini. Sebagian besar tempat pembuangan sampah sudah mencapai kapasitas maksimal, yang mana hal ini menjadi masalah serius bagi penduduk setempat.
Padahal, tempat pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan banyak risiko kesehatan dan sanitasi, hingga menyebabkan bencana, misalnya kebakaran tempat pembuangan sampah.
Sistem pengelolaan sampah formal di Indonesia saat ini masih mengikuti siklus 'ambil-buat-buang' dari ekonomi linear. Masalah sampah bukan hanya berkutat pada masalah pembuangan, tetapi juga mencakup seluruh siklus hidup material.
Begitu kompleksnya masalah sampah kemudian mendorong Rekosistem hadir. Startup lokal ini berusaha mengintegrasikan proses daur ulang dan penyortiran, ke dalam rantai pengelolaan sampah formal, untuk mendorong ekonomi sirkular.
Baca Juga: Spesifikasi dan Harga Ponsel Entry Level Itel S24, Punya 3 Mode Pemotretan
Teman Kampus Jadi Teman Bisnis, Kenapa Tidak?!
Sebelum mendirikan Rekosistem, pendirinya adalah teman satu kampus, yang kemudian bekerja di dunia korporat.
Ernest Layman kini menjadi CEO dan Co Founder, sementara itu Joshua Valentino duduk di kursi COO yang juga selaku Co Founder Rekosistem.
Ernest mengungkap, Joshua adalah orang yang sangat peduli isu sosial dan etis, sedangkan ia lebih peduli lingkungan.
"Dari situ kami bekerja sama—Joshua menjadi sopir truk, dan saya menjadi investor," canda Ernest, mengenang awal Rekosistem dibentuk, dikutip Selasa (11/6/2024).
Ernest menjelaskan, Indonesia sangat bergantung pada sektor informal untuk daur ulang sampah—pemulung, gerobak sampah, pengepul sampah. Sektor-sektor ini merupakan tulang punggung dalam menerapkan ekonomi sirkular.
Untuk selanjutnya, Rekosistem berperan untuk menyentralisasi proses ini.
"Kami mengumpulkan sampah ke hub-hub pusat, dimana pemulung bisa menyortir dan memilah sampah untuk di daur ulang secara efisien. Cara ini meringankan biaya perjalanan dan meningkatkan produktivitas," kata Ernest.
Baca Juga: Komitmen Dimulai, Seluruh Perangkat Terbaru OPPO Bakal Bertenaga AI Generatif
Perjalanan bisnis mereka dimulai pada 2018, bersama-sama, Ernest dan Joshua mulai mempelajari pengelolaan sampah dengan modal awal, seperti truk bekas, sebidang tanah, dan beberapa klien B2B.
Ernest tahu betul mereka tidak punya jaringan, modal, atau pengalaman untuk memulai secara besar-besaran. Satu yang mereka yakini, mereka bisa menciptakan nilai.
Bisnis Ini Mengubah Wajah Pekerja Sampah
Alih-alih membangun tim pengolah sampah baru dari nol, Rekosistem bermitra dengan pihak-pihak yang sudah lebih dahulu bekerja di proses pengelolaan sampah, yaitu para pengangkut sampah, pengepul, dan pemulung.
"Kami fokus meningkatkan keahlian mereka, dan kami menyediakan alat mekanisasi serta sistem insentif yang terstandarisasi,” jelas Ernest.
Software Rekosistem menghubungkan pemerintah kota dengan pengangkut sampah dan fasilitas daur ulang milik Rekosistem. Reko Station dan Reko Hub, memastikan sampah bisa dilacak, disortir, dan disuplai ke pengolah daur ulang.
Terlebih lagi, hub Rekosistem berfokus pada ergonomi dan efisiensi dengan memfasilitasi pekerja dengan alat penyortiran; seperti conveyor belt yang terhubung dengan mesin pres dan penyaring, untuk mengurangi biaya logistik.
Dengan mesin penimbang, Reko dapat memberi insentif kepada para pekerja, berdasarkan banyak dan berat sampah yang dikelola. Proses ini mendorong alur kerja yang efektif melalui mekanisasi.
Baca Juga: Bocoran Samsung Galaxy Watch FE Kembali Bergulir, Rilis Bulan Ini?
Ia mengungkap, salah satu dampak yang paling mengharukan dari kerja Rekosistem yaitu adanya transformasi pada kehidupan para pekerja sampah.
"Sebelumnya, pekerjaan ini dipandang tidak stabil dan berisiko, dengan upah minimum. Kami mengubahnya menjadi lebih aman dan lebih dihargai, serta meningkatkan pendapatan mereka sebesar 220 persen," terangnya.
"Sekarang, pekerja kami dapat memiliki kondisi keuangan yang lebih stabil dan kualitas hidup yang lebih baik," imbuh Ernest.
Baca Juga: Hal-hal yang Diharapkan Rilis dalam Gelaran Apple WWDC 2024
Baca Juga: Palo Alto Netwroks Resmi Investasi Cloud Baru di Indonesia
Pada 2023, Rekosistem berhasil mendapatkan investasi sebesar US$5 juta dari East Ventures dan investor lainnya.
Hal itu mengingatkan Ernest pada masa perjuangan Rekosistem di masa lalu, yang begitu sulit meyakinkan investor. Meski demikian, Ernest mengakui, perjuangan ini juga sering dialami oleh banyak founder startup teknologi iklim (climate tech).
Ernest percaya, menghadapi rintangan yang sulit di awal akan menjadikan sebuah startup lebih baik dan lebih siap untuk menghadapi tantangan masa depan.
"Melewati hal tersebut membuat kami tangguh," tutur Ernest.
Reality check membuat tim di Rekosistem lebih cepat dewasa. Sehingga ia kemudian mengajak para founder startup lain untuk tetap realistis dengan produk; mengenai apa yang bisa dieksekusi dan apa yang dibutuhkan di setiap tahap, terutama untuk social entrepreneur yang memiliki niat baik dan tekad kuat.
Solusi ideal memang penting, tetapi untuk mencapainya tetap perlu pendekatan bertahap yang relevan dengan kebutuhan pasar saat ini. Kita harus fokus pada apa yang dibutuhkan sekarang untuk mencapai keadaan ideal.
"Dampak membutuhkan pengukuran—solusi harus bisa diukur dan menguntungkan banyak orang, agar bisa benar-benar berdampak," tegas dia.
Selain itu, para founder startup climate tech harus memprioritaskan hal-hal terpenting untuk bisa berkembang lebih pesat, meskipun dengan investasi minim.
Ernest juga menyemangati para startup founder di bidang ekonomi sirkular dan pengelolaan sampah di Indonesia, agar jangan takut bersaing.
"Pasar ini cukup besar untuk banyak pemain, dan, apabila ada lebih banyak pemain di sektor seperti pengumpulan, pengolahan, dan penyortiran sampah, hal ini menunjukkan bahwa langkah Anda sudah benar," lanjut dia.
Pemain yang berbeda membawa hipotesis dan pendekatan yang berbeda, yang menunjukkan bahwa ada potensi besar di sektor ini. Jadi, jangan berkecil hati—gunakan hal tersebut sebagai motivasi untuk menjadi yang terbaik, dan ketahuilah bahwa kita telah memilih sektor dan area yang tepat dalam pengelolaan sampah.
Ke depannya, Rekosistem terus mengembangkan teknologi untuk menyederhanakan proses pengelolaan sampah. Dengan tetap fokus pada aspek teknologi dan sosial dari pengelolaan sampah, Rekosistem tidak hanya mengelola tetapi juga mengubah sampah menjadi sumber daya untuk masa depan yang berkelanjutan.