5 Poin Kunci Bisnis Agritech

(ilustrasi) 5 cara hadapi tantangan bisnis agritech (Sumber: Freepik)

Sektor agritech (teknologi pertanian) di Asia Tenggara berada di garis depan dalam mengatasi beberapa tantangan paling mendesak yang dihadapi pertanian global saat ini.

Berikut adalah lima hal utama yang dapat disimpulkan untuk masa depan lanskap agritech.

Menurut empat startup mitra East Ventures, semua upaya ini akan berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan, dan memperbaiki penghidupan petani dan nelayan di wilayah tersebut.

  1. Mengatasi pemborosan dan inefisiensi pangan

Co-Founder dan CEO TreeDots, Tylor Jong, menjelaskan perihal isu kritis tentang hilangnya makanan di Asia Tenggara.

"90 persen sampah makanan terjadi di hulu rantai pasokan. Dari semua sampah, 66% masih dapat dimakan, yang menunjukkan inefisiensi signifikan dalam sistem pangan," kata dia, seperti dikutip Senin (2/9/2024).

Di situ TreeDots hadir dengan menciptakan pasar untuk makanan surplus dan tidak sempurna, yang biasanya dibuang karena ukuran, tampilan, atau preferensi konsumen. Misalnya, daging paha ayam lebih populer di Asia Tenggara daripada daging dada, sehingga berpotensi terbuang jika tidak dikelola dengan baik.

Baca Juga: Dokter Urologi RS I.G.N.G Ngoerah Bali dan RSCM Jakarta Lakukan Operasi Telerobotic Surgery Jarak Jauh

Dengan memanfaatkan kembali makanan ini, TreeDots telah membangun operasi di 13 kota di tiga negara: Indonesia, Singapura, dan Malaysia, dengan 66% operasinya sebagian besar berada di Indonesia.

TreeDots juga memperdagangkan kelebihan makanan di 14 negara, dari Brasil hingga Eropa dan Asia Utara.

Tylor menyoroti tantangan dalam beroperasi di industri ini, menggambarkannya sebagai 'black box', karena sifat pasar yang terfragmentasi.

Ia mencatat kesulitan dalam mengintegrasikan orang, produk, dan proses di berbagai konteks budaya dan tantangan dalam mempromosikan upaya Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) di wilayah yang tidak selalu mengutamakan transparansi.

Meskipun menghadapi rintangan ini, komitmen TreeDots untuk mengurangi pemborosan makanan dan meningkatkan rantai pasokan makanan tetap teguh, menunjukkan dampak signifikan yang dapat diberikan agritech di Asia Tenggara terhadap ketahanan pangan global.

  1. Menjembatani kesenjangan bagi petani kecil

Di Indonesia, negara dengan 33 juta petani kecil, perbedaan antara perusahaan pertanian korporat besar dan petani kecil sangat jelas dan nyata.

Co-Founder dan CEO Gokomodo, Samuel Tirtasaputra, menyoroti potensi pertumbuhan sektor ini yang sangat besar.

Sementara perusahaan-perusahaan besar telah mencapai efisiensi yang signifikan, petani kecil terus berjuang dengan produktivitas yang rendah, yang menghambat kemampuan negara untuk mencapai tujuan ketahanan pangannya.

"Gokomodo bertujuan untuk menjembatani kesenjangan ini, dengan menghubungkan petani kecil dengan sumber daya dan teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas mereka," terangnya.

Baca Juga: Algorithmics Kini Hadir di 4 Kota Besar di Indonesia, Tingkatkan Literasi Digital Anak

Baca Juga: Garmin Enduro 3 Gunakan Baterai Surya, Daya Tahannya hingga 320 Jam

Pendekatan Gokomodo memadukan solusi agritech modern di Indonesia. Misalnya GokoMart, yang menggabungkan infrastruktur ritel fisik dengan perangkat digital seperti aplikasi ritel dan layanan agronomi digital.

"Layanan ini membantu petani mengakses produk yang lebih baik dan memberikan edukasi penting tentang praktik pertanian berkelanjutan," imbuhnya.

  1. Meningkatkan efisiensi dari pertanian ke meja makan

Sementara itu, Co-Founder dan CEO Chickin, Tubagus Syailendra, memberikan narasi menarik tentang perjalanannya dari pertanian skala kecil, hingga meluncurkan platform berbasis teknologi yang mengatasi inefisiensi dalam industri unggas.

"Misi Chickin adalah membantu petani mengatasi tantangan volatilitas pasar, fluktuasi harga, dan inefisiensi operasional sebagai perusahaan rintisan agritech yang sedang berkembang di Indonesia," ujar Tubagus.

Tubagus menjelaskan bahwa, siklus panen yang pendek dalam peternakan unggas biasanya 30 hingga 40 hari dan dapat menyebabkan 'panic selling' di kalangan peternak, yang memaksa mereka menjual dengan harga yang tidak menguntungkan.

Chickin bertujuan untuk mendemokratisasi industri unggas dengan memanfaatkan dan mengintegrasikan teknologi internet of things (IoT). Hal itu telah menghasilkan penghematan biaya yang signifikan bagi petani, terutama biaya pakan dan listrik, yang merupakan pengeluaran utama dalam peternakan unggas.

Dengan meningkatkan rasio konversi pakan dan mengurangi tingkat kematian, Chickin telah membantu lebih dari 60.000 petani di 12.000 lokasi peternakan untuk meningkatkan keuntungan mereka.

"Pendekatan holistik ini tidak hanya meningkatkan hasil ekonomi bagi petani, tetapi juga berkontribusi pada industri unggas yang lebih stabil dan berkelanjutan di Indonesia," menurut perusahaan tersebut.

  1. Memberdayakan nelayan dan memperluas pasar ke pasar global

Sebagai negara dengan penangkapan ikan tuna terbesar di dunia dan eksportir kepiting terkemuka, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa di sektor maritim.

Namun, masyarakat nelayan di negara ini masih termasuk yang termiskin, dengan 25% dari populasi termiskin di Indonesia adalah nelayan.

Co-Founder dan CEO Aruna, Farid Naufal Aslam, menyadari kesenjangan ini dan berupaya untuk menjembatani kesenjangan antara sumber daya maritim Indonesia yang kaya, dan kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayannya.

"Pendekatan Aruna melibatkan pembangunan hubungan langsung antara nelayan dan pasar global, yang didukung oleh infrastruktur rantai dingin yang kuat," kata Farid.

Ia menambahkan, 'pusat-pusat mini' milik perusahaan berfungsi sebagai fasilitas rantai dingin yang penting, yang memastikan bahwa ikan yang ditangkap oleh nelayan lokal dapat diawetkan dan didistribusikan secara efisien ke pasar internasional.

Perusahaan agritech ini juga meluncurkan program pengembangan masyarakat yang menyediakan pelatihan, penghargaan, dan manfaat loyalitas bagi nelayan, yang menumbuhkan rasa memiliki dan komitmen terhadap praktik berkelanjutan.

Baru-baru ini, Aruna berhasil memasuki pasar Amerika Serikat dan Kanada, untuk membawa makanan laut Indonesia ke konsumen Amerika Utara, bermitra dengan perusahaan mapan seperti North Coast Seafood.

Perolehan sertifikasi keberlanjutan Marine Stewardship Council (MSC) yang cepat dari perusahaan ini, semakin menegaskan komitmennya terhadap praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Upaya Aruna tidak hanya meningkatkan mata pencaharian nelayan, tetapi juga menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci di pasar makanan laut global.

5. Meningkatkan penghidupan dan pendapatan masyarakat

Tubagus Syailendra mengungkap teknologi Chickin telah melipatgandakan keuntungan petani, dengan meningkatkan efisiensi pakan dan mengurangi biaya sebagai perusahaan rintisan agritech.

Hal tersebut kemudian berdampak besar pada stabilitas ekonomi masyarakat petani, yang memungkinkan mereka untuk berinvestasi demi masa depan dan meningkatkan taraf hidup mereka.

Baca Juga: Huawei Optix Club 2024: Membangun Fondasi Kecerdasan Industri dengan Teknologi Canggih F5.5G

Senada dengan itu, Samuel Tirtasaputra menjelaskan bahwa inisiatif pendidikan Gokomodo tidak hanya membantu petani meningkatkan produktivitas mereka, tetapi juga mempromosikan praktik berkelanjutan yang bermanfaat bagi lingkungan.

Dengan melatih petani dalam pelestarian tanah dan manfaat kebijakan tanpa pembakaran, Gokomodo membantu menciptakan sektor pertanian yang lebih berkelanjutan dan tangguh di Indonesia.

Di bidang kelautan dan perikanan, Farid Naufal menyoroti dampak signifikan yang diberikan Aruna terhadap pendapatan nelayan melalui program pengembangan masyarakat dan akses pasar langsung.

Dengan menyediakan peralatan, pelatihan, dan insentif yang lebih baik bagi nelayan, Aruna membantu mengangkat salah satu komunitas paling terpinggirkan di Indonesia, memastikan bahwa mereka memperoleh manfaat dari sumber daya maritim yang melimpah di negara ini.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI