Praktik Dekarbonisasi untuk Ekonomi Hijau Berkelanjutan

Daftar startup yang mempromosikan energi terbarukan (Sumber: medgreeneconomy.org)

Perubahan iklim telah menjadi hal besar yang memerlukan perhatian dan komitmen internasional. Asia Tenggara, termasuk Indonesia, tidak luput dari dampak ini.

Salah satu komitmen global untuk mengatasi masalah perubahan iklim adalah The Paris Agreement, yang telah disetujui oleh 198 negara.

Perjanjian tersebut menekankan pentingnya dekarbonisasi, yaitu upaya dalam mengurangi atau menghilangkan emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) lainnya dari atmosfer. Sehingga meminimalkan dampak buruk perubahan iklim.

Dalam ekonomi hijau, investasi diarahkan pada kegiatan, infrastruktur, dan aset yang memungkinkan pengurangan emisi karbon, efisiensi energi, dan pencegahan hilangnya keanekaragaman hayati.

Di bawah ini, kita akan mengenal startup lokal yang berada dalam portfolio East Ventures, yang memiliki komitmen dekarbonisasi sekaligus membangun ekonomi hijau.

Baca Juga: Startup Berbasis di Australia Membuat Ikat Kepala yang Melacak dan Mengatasi ADHD

CEO and Founders Maka Motors Raditya Wibowo (kiri) (sumber: MAKA Motors)
  • MAKA Motors

    MAKA Motors adalah startup kendaraan listrik yang berfokus pada pengembangan sepeda motor listrik.

    Indonesia memiliki lebih dari 130 juta pengendara sepeda motor, namun hanya sekitar 150.000 yang sudah menggunakan kendaraan listrik roda dua (EV2W).

    Meskipun penjualan EV2W di Indonesia meningkat pesat sebesar 260% tahun lalu, penetrasi pasar masih rendah dan tantangan pada kualitas produk serta ekspektasi konsumen lokal.

    Co-Founder dan CEO MAKA Motors, Raditya 'Dito' Wibowo, menilai bahwa dalam transisi ke EV2W, konsumen tidak selalu memprioritaskan faktor keberlanjutan.

    "Mereka lebih cenderung dipengaruhi oleh faktor seperti biaya, kinerja, dan keandalan," kata dia, seperti dikutip Rabu (11/9/2024).

    MAKA Motors menargetkan pengemudi layanan on-demand seperti Gojek dan Grab, karena mereka adalah pengguna aktif terbesar di jalan raya selain konsumen ritel.

Xurya Project (sumber: Xurya)
  • Xurya

    Di Indonesia, energi matahari seharusnya menjadi solusi yang ideal, namun 61% listrik yang dihasilkan masih berasal dari batubara.

    Sebagai perbandingan, listrik dari batubara mencapai 189.683 GWh pada 2021, sedangkan dari panel surya hanya 192 GWh.

    Managing Director Xurya Daya Indonesia (Xurya), Eka Himawan, mengungkapkan bahwa meyakinkan pemerintah bahwa energi terbarukan lebih murah daripada batubara saat ini mungkin menjadi tantangan tersendiri.

    Masyarakat juga cenderung mengutamakan manfaat ekonomi dibandingkan dengan keberlanjutan lingkungan.

    Kemudian, Xurya hadir dengan inovasi model bisnis tanpa investasi di awal. Klien bisa mendapatkan listrik dengan harga yang lebih rendah dibandingkan PLN.

    Perusahaan ini juga memiliki platform yang memungkinkan pemetaan area atap pelanggan cukup dalam lima menit saja, yang mana hal tersebut mempercepat proses pengajuan proposal kepada calon klien.

Baca Juga: Resmi, Oppo Memperbarui Kemitraan dengan UEFA untuk 3 Musim Mendatang

Baca Juga: Acer Swift Go 14 AI: Laptop dengan PC Copilot Plus

Rekompos, salah satu produk yang ditawarkan Rekosistem (sumber: Rekosistem)
  • Rekosistem

    Rekosistem mendigitalisasi ekosistem sampah di Indonesia, dari pengumpulan hingga distribusi sampah ke tempat daur ulang.

    Peran Rekosistem adalah membantu pengumpul, pengelola, dan pemerintah daerah untuk mengurangi dan memanfaatkan sampah sebagai sumber daya yang berharga.

    CEO dan Co-Founder Rekosistem, Ernest Layman, menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih menerapkan model ekonomi linear, di mana 90% sampah berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

    "Rekosistem membantu pengumpul sampah, agregator, pemilah, dan pemerintah daerah untuk mengurangi serta memanfaatkan sampah sebagai sumber daya yang bernilai," tutur Ernest.

Baca Juga: GoTo Group Mengadopsi GitHub Copilot dari Microsoft, Ini Alasannya

Baca Juga: Pendanaan ke Startup Indonesia Anjlok, Pemerintah Gelar NextHub Global Summit 2024

Tim platform Jejak.in sedang bekerja (sumber: Jejak.in)
  • Jejak.in

    Jejak.in menyediakan platform teknologi untuk membantu perusahaan menghitung jejak karbon mereka dan menyeimbangkannya.

    Jejak.in menawarkan tiga produk, yakni akuntansi karbon, pemantauan digital, pelaporan dan verifikasi (MRV), serta pasar offset karbon.

    Co-Founder dan Chief Growth Officer Jejak.in, Sudono Salim, menerangkan perihal operasi bisnis Jejak.in menerapkan model B2B dan B2G.

    Klien mereka meliputi kota-kota atau kawasan perumahan, dan pengolahan sampah di Indonesia dan negara sekitar. Perusahaan juga ingin menjangkau pasar yang lebih luas.

Baca Juga: Pemerintah Dorong Startup Aquatech dan Agritech Terapkan AI untuk Bisnis

Baca Juga: Penggemar K-pop Desak HYBE Hentikan Praktik Penjualan Kotor yang Tidak Ramah Lingkungan

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI