Perangkat teknologi drone atau pesawat nirawak sudah digunakan untuk berbagai keperluan keseharian masyarakat. Mulai dari pertanian, dokumentasi kegiatan, dokumentasi pernikahan, pemetaan titik api di kawasan hutan, hingga penanganan bencana.
Kabar paling terakhir penerapan teknologi drone ini di Indonesia, yakni dalam penanganan bencana gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat. Dilakukan oleh tim dari Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), belum lama ini.
Tim ini melakukan pemetaan area terdampak gempa bumi di Cianjur, menggunakan GNSS tipe Geodetic dan pesawat nirawak/UAV VTOL P330.
Bekerja sama dengan Tim Reaksi Cepat (TRC) Fakultas Teknik UGM, tim melakukan pemetaan di wilayah yang paling terdampak gempa. Dipimpin oleh Ruli Andaru, pemetaan kawasan terdampak berlangsung sejak 7 hingga 9 Desember 2022, menggunakan GNSS tipe Geodetic dan pesawat nirawak/UAV VTOL P330. Drone diketahui membawa membawa sensor kamera berresolusi 40 Mp dan sensor portable Lidar.
Ruli menyebut bahwa yang mereka petakan antara lain dampak kerusakan bangunan dan fasilitas umum akibat gempa, menganalisis pergerakan tanah, penentuan area relokasi hunian warga.
"Pemetaan dilakukan secara ekstra terestrial, yaitu dengan melakukan pemotretan udara dengan wahana UAV secara fotogrametris," ujarnya, dikutip dari laman UGM, Kamis (15/12/2022).
UAV yang diterbangkan memiliki kapasitas baterai 30.000 mAh, dengan kemampuan terbang selama 100 menit dan cakupan area pemotretan seluas 1.500 Hektare (Ha), kata dia.
Selain memetakan area seluas 5000 Ha, tim juga melakukan penyiaman dengan teknologi Lidar, di beberapa spot area, untuk mendapatkan data permukaan topografi/surface yang lebih detail.
"Kami menjumpai beberapa kendala teknis maupun non teknis," tuturnya.
Ruli menyebutkan, faktor cuaca dan juga pergerakan pesawat udara (helicopter) di sekitar lokasi untuk transportasi logistik menjadi kendala yang dominan saat itu.
Kondisi tersebut menyebabkan slot penerbangan UAV TRC FT UGM menjadi terbatas. Kendati begitu, menurutnya area yang berhasil dipotret oleh tim, telah mampu memberikan gambaran kondisi terkini pasca gempa. Selanjutnya akan diproses dan dibuat tampilan visualnya dalam sebuah peta foto dan peta garis.
"Dengan kemampuan pembentukan permukaan terain secara 3D, gambaran elevasi dan tingkat kelerengan tanah dapat diukur secara teliti. Hasil mapping ini, nantinya juga akan diintegrasikan dengan hasil mapping institusi lain dan akan diupload di portal BNPB," ucapnya.
Sementara itu Kepala Desa Desa Bunikasih, H. Solehudin menyatakan terima kasihnya atas kontribusi UGM dalam kegiatan pemetaan ini. Peta yang dihasilkan nantinya bisa memberikan kontribusi untuk desa. Khususnya untuk memberikan informasi dampak secara lebih detail dan juga untuk kegiatan relokasi hunian warga Bunikasih.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama FT UGM, Ali Awaludin mengatakan, tim mapping dari Departmen Teknik Geodesi ini merupakan tim pertama yang dikirimkan Fakultas Teknik UGM. Selanjutnya dalam beberapa waktu mendatang akan disusul oleh tim lain, dari sejumlah departemen di Fakultas Teknik untuk keperluan asesmen lainnya.
Ketua Departemen Teknik Geodesi, Prof. Trias Aditya mengungkap, tim pengabdian Teknik Geodesi terus berkontribusi dalam mitigasi bencana di tanah air, terutama untuk keperluan mapping. Beberapa di antaranya yang telah dilakukan adalah saat kejadian bencana erupsi Gunung Merapi (2012-2015), Gunung Agung ( 2017-2020), longsor Banjarnegara (2014), serta Gempa Aceh (2016).
"Dalam beberapa waktu mendatang, tim ini juga akan melakukan pemetaan untuk keperluan mitigasi bencana rob di Semarang," pungkasnya.