Teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan memberikan kita kemudahan beraktivitas di banyak sektor. Bukan hanya mendukung pekerjaan, AI juga mengakomodasi kebutuhan kita akan hiburan dan akses pembaruan digital.
Baca Juga: Begini Cara Optimalkan Potensi Karyawan Generasi Z
Teknologi ini terlihat canggih dan serba bisa, bahkan ia mampu membuat kerja lebih efisien dan efektif. Namun, yang namanya teknologi buatan manusia tentu tetap ada cacat atau sisi kurangnya. Tak terkecuali kecerdasan buatan yang beberapa tahun belakangan menjadi tren yang diagungkan.
AI membawa banyak sekali pertanyaan yang timbul, seperti halnya akankah AI benar-benar dapat mempercepat pekerjaan kita? Akankah AI dapat menjaga privasi kita?
Setelah itu, ekspektasi kita kemudian akan menuju pada pertanyaan seperti apa pengembangan kecerdasan buatan di tahun-tahun berikutnya?
Belum Aman Untuk Privasi Dan Bisa Hasilkan Disinformasi
Maximilian Gahntz, seorang peneliti kebijakan senior di Mozilla Foundation, menjelaskan bahwa walaupun AI adalah hal yang menarik dan merupakan perangkat yang kreatif, hari ini harus diakui jika dunia AI masih belum bisa dikatakan aman untuk privasi kita.
Akademisi Universitas Cambridge itu melanjutkan, AI terbukti mereproduksi sebuah bias yang berbahaya, dan dapat memuat sebuah konten disinformasi.
"Sebagai salah satu contohnya adalah Stable Diffusion, yang mengumpankan miliaran gambar di internet, hingga mengasosiasikan kata dan konsep tertentu. Text-generatingnya dapat mudah saja diakali untuk mendukung pandangan yang cukup ofensif, atau menghasilkan konten yang menyesatkan," kata dia, dalam laman Mozilla Foundation, dirangkum pada Rabu (28/12/2022).
Baca Juga: Jelang Tutup Tahun, Jumlah Transaksi Di Marketplace Lokal Surabaya 'e-Peken' Tembus Rp35 Miliar
Selanjutnya, para pengembang AI dalam sistemnya juga mengharuskan para seniman membolehkan mereka menjadi pengguna yang utama, dalam pengolahan data-data mereka.
"Masih banyak kasus pengelolaan karya seni gratis ini tidak transparan dalam penggunaan karya seninya," ucapnya.
Memberi Ruang Untuk Otomatisasi Kejahatan Digital
Di masa depan, sepertinya para pengembang kecerdasan buatan sudah seharusnya mempersiapkan ruang untuk memperkecil kemungkinan peretasan.
Majalah digital Nirmagz mengulas, kecerdasan buatan dapat memberikan ruang untuk otomatisasi tindakan jahat. Baik itu phising, pengiriman virus ke perangkat lunak, dan memanfaatkan sistem AI itu sendiri.
Sehingga, untuk mengatasi hal tersebut, tentunya harus segera ada pembentukan peraturan global mengenai kecerdasan buatan dan tindakan digital.
"[Langkah] menentukannya, dari bagaimana perspektif pemerintah untuk memungkinkan interaksi global yang aman serta efektif, dalam AI," tulis majalah itu.
Aturan-aturan tersebut harus transparan dan dapat beradaptasi dengan bagaimana lingkungan digital ini terbentuk.
Baca Juga: Banyak Permintaan, Etihad Airways Tambahkan Rute Penerbangan ke China
Jika aturan tersebut belum ada, lalu bagaimana batasan-batasan ini akan muncul?
Dengan tidak ada batasan dalam suatu hal, maka timbulnya tindak kejahatan dalam ruang digital tidak akan mampu dikendalikan. Akan banyak sekali peluang para pengguna kejahatan tersebut untuk mengambil data-data privat dari kita semua.
Perilaku Ramah, Aman Dalam Ruang Digital Dengan AI? Tak Ada Jaminan
Sementara itu sebuah ulasan dari The Guardian menunjukkan, meski solusi dari kesulitan yang kita hadapi bisa diatasi oleh AI dalam waktu singkat 'bagai kecepatan cahaya', namun kita patut berhati-hati dan mengingat risiko yang mungkin muncul.
Selain itu, tidak akan mungkin ruang digital dengan kecerdasan buatan akan menjamin adanya sebuah perilaku yang aman, ramah. Demikian kritik atas kecerdasan buatan, yang kami temukan dari laman The New Atlantis.
Jadi, sekeren apapun teknologi kecerdasan buatan, tetap ada celah yang belum tertutupi dari kekurangannya. Maka, tetap waspada saat berurusan dengan teknologi digital. Tapi tetap bersahabat, karena dunia terus terkomputasi di masa kini.