Sebuah perusahaan keamanan siber yang bermarkas di Swis dan Singapura, Acronis, memperkirakan ancaman siber akan meningkat pesat pada 2023.
Laman Techradar menuliskan bahwa, peningkatan ancaman siber yang diprediksi oleh Acronis itu bahkan mencapai 60%. Sementara ancaman rekayasa sosial diperkirakan meningkat sampai 3%.
Lembaga itu merinci beberapa bentuk masalah yang memicu separuh kejahatan siber, yang dilaporkan pada paruh pertama tahun 2022. Antara lain seperti kata sandi atau data kredensial yang bocor, dicuri.
"Pada kuartal III/2022, proporsi serangan phishing terhadap serangan malware meningkat 1,3 kali lipat, jumlahnya meningkat menjadi 76%. Serangan email meningkat 58% pada paruh pertama tahun ini," tulis laman yang kami kutip pada Jumat (30/12/2022).
Acronis merilis pula, bahwa lebih dari 750.000 endpoint unik di seluruh dunia, perusahaan mengklaim biaya rata-rata pelanggaran data diperkirakan mencapai USD5 juta pada tahun depan.
Mereka mengungkap, beberapa bulan terakhir belakangan, telah terbukti bahwa ancaman-ancaman yang dilancarkan oleh para pelaku, lebih rumit ketimbang masa sebelumnya.
Melihat hal itu Acronis meminta setiap organisasi, lembaga, perusahaan, ketika ingin mengurangi phishing dan peretasan lainnya, di tahun mendatang, mereka bisa memprioritaskan solusi yang mencakup semua.
Wakil Presiden Riset Perlindungan Cyber Acronis, Candid Wüest menyebut, langkah itu harus diambil karena pelaku penyerangan terus mengembangkan metode mereka.
Dilansir dalam laman IDX Channel, Candid menyebut bahwa para penjahat siber sekarang menggunakan alat keamanan umum untuk melumpuhkan korban.
"Seperti MFA, yang diandalkan banyak perusahaan untuk melindungi karyawan dan bisnis mereka," ucapnya.
Acronis mencatat, sebagian besar korban berlokasi di Amerika Serikat, tetapi bisnis di Jerman dan Brazil juga menjadi sasaran berat.
"Titik akhir di Korea Selatan, Yordania, dan China merupakan target malware terbesar," demikian laman itu melaporkan.
Sementara itu Candid menambahkan, berbagai industri yang sering menjadi sasaran pelaku ancaman dengan phishing dan email jahat, mulai dari bisnis konstruksi, ritel, real estate, layanan profesional, dan keuangan.
Bukan hanya di tingkat internasional, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satu wilayah hukum di negara Indonesia, pada 2022 ini banyak menangani kasus kejahatan siber.
Wadirkrimsus Polda DIY, AKBP FX.Endriadi mengatakan, pihaknya paling banyak menangani kasus kejahatan siber di sepanjang 2022. Dari 83 kasus yang diselesaikan penanganannya, 43 kasus di antaranya adalah kejahatan siber.
Secara detail, rincian kejahatan siber yang terjadi adalah 14 penipuan online, 6 kasus ilegal akses, pornografi 16 kasus, ada tiga kasus judi online, satu kasus SARA, ada dua kasus pencemaran nama baik, serta satu kasus ujaran kebencian.
Lewat rilis pers yang digelar, Endriadi menyatakan, ada sebanyak 47 orang tersangka yang ditangkap sepanjang tahun ini, atas kejahatan siber.
Ia menjelaskan, Ditreskrimsus membidangi lima Subdirektorat. Pertama, tindak pidana industri, produksi, dan perdagangan. Kedua, perbankan, ketiga tindak pidana korupsi (Tipikor), keempat tindak pidana tertentu, dan kelima siber.
Ia menjelaskan, capaian 83 kasus tertangani dari target awal 113 kasus ini, menurutnya rendah secara kuantitatif. Namun secara kualitatif, jenis perkara yang ditangani lebih berkualitas.
"Tindak pidana siber yang beberapa kali dirilis merupakan kasus-kasus besar yang melibatkan tersangka dari luar negeri. Fokus kami lebih ke sana, secara kualitatif lebih meningkat kalau kuantitatif memang angkanya di bawah target," jelas dia.
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yulianto mengakui jumlah kasus yang tertangani belum mencapai 100%. Dan tentunya, hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Ditreskrimsus. Pada 2023 mendatang, pihaknya akan berupaya meningkatkan jumlah kasus yang mampu diselesaikan.