OpenAI sudah merilis ChatGPT pada Desember 2022. Sedangkan menjelang akhir tahun, 21 Desember 2022, sebuah website tanya jawab Quora juga mengenalkan Poe.
Baca Juga: Tren AI: Quora Bikin Chatbot Mirip ChatGPT, Namanya Poe
Sistem chatbot, khususnya yang kini sudah disematkan dengan teknologi kecerdasan buatan, diklaim dapat menjawab semua pertanyaan yang kalian ajukan. Namun yang namanya teknologi, kita tidak bisa berpangku tangan pada mereka. Tidak ada jawaban maksimal dan memuaskan bagi semua pertanyaanmu.
Baca Juga: ChatGPT, Mekanisme Pintar Rilisan Open AI Yang Bisa Jawab Berbagai Pertanyaan
Chatbot pada akhirnya hanya sebuah robot buatan manusia, yang dilatih untuk mengenali pola dalam kumpulan data besar yang terjaring di internet.
Layanan chatbot mungkin terdengar masuk akal dan meyakinkan, sekaligus salah. Pencetus ChatGPT, OpenAI juga telah memeringatkan kita soal ini.
Chatbot adalah sebuah konsep yang telah dikemukakan dalam tahun-tahun sebelumnya. Para peneliti AI, seperti yang ditulis dalam CNET, sebenarnya ingin mengimplementasikan sebuah konsep dari Alan Turing. Seorang ilmuwan komputer yang hidup pada sekitar tahun 1950-an dan mencetuskan sebuah konsep Imitation Game yang sering disebut Turing Test.
Turing test adalah sebuah konsep yang mengukur kecerdasan komputer untuk dapat berbicara dengan manusia, dan dapat membedakan tentang segala objek atau subjek yang sedang mereka bicarakan.
Sia-sia dan buang-buang waktu
Chatbot mungkin mendapat banyak tepukan tangan, karena dianggap bisa memberikan jawaban pertanyaan dalam waktu singkat. Namun tidak perlu bersenang hati, tak semua pihak merasa diuntungkan menggunakannya.
Seperti yang dijumpai dalam studi yang dilakukan oleh UJET, platform yang menangani kontak pelanggan. Studi yang mereka sampaikan di laman perusahaan itu, mendapatkan kesimpulan bahwa chatbot hanya sebuah kesia-siaan.
Studi itu mengambil 1.700 responden dari orang Amerika. Sebanyak 72% dari responden tersebut mengatakan, menggunakan chatbot hanya membuang-buang waktu mereka.
Data lainnya? 80% konsumen melaporkan peningkatan tingkat frustrasi ketika menggunakan chatbot layanan pelanggan; sebanyak 63% menunjukkan kalau interaksi mereka dengan chatbot tidak menghasilkan penyelesaian.
Senior Director of Corporate Communications, Justin Robbins mengatakan, merek tidak dapat memberikan layanan pelanggan yang hebat hanya dengan mengadopsi otomatisasi.
"Pemimpin harus berhati-hati dalam merancang dan menerapkan otomasi untuk menambah nilai bagi konsumen, pekerja layanan, dan keuntungan bisnis," kata pemimpin penelitian ini untuk UJET.
Temuan mereka menyoroti tantangan yang dihadapi merek dalam menerapkan otomatisasi untuk mengurangi waktu tunggu, meningkatkan resolusi kontak pertama, serta meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Jangan terlalu percaya jawaban chatbot
Sementara terkait tanya-jawab yang ada hubungannya dengan keperluan maupun nasihat medis dan kesehatan, cara kerja chatbot seperti misalnya dalam chatGPT bersifat sangat berbahaya.
Bahkan pihak OpenAI mengatakan jika terkadang jawaban dari ChatGPT adalah sebuah halusinasi.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk tidak mempercayai semua jawaban ChatGPT dan chatbot yang memberikan pelayanan yang sama.
Bias pemahaman
Banyak jawaban-jawaban ChatGPT yang bias pemahaman.
Laman Make Us Of menuliskan kalau ChatGPT pada kesempatan tertentu memberikan penjelasan yang cenderung mendiskriminasi perempuan. Laman itu juga menduga, bisa jadi ini adalah bagian gunung es, yang nantinya akan berdampak terhadap kelompok minoritas lain.
Sementara Poe juga masih membutuhkan daftar tunggu untuk bisa menggunakannya, chatbot Quora sepertinya bisa menyempurnakan teknologi kecerdasan buatannya. Tapi lagi-lagi, chatbot Poe tak bisa kita andalkan 100% untuk memberikan jawaban yang benar.
Jadi, gunakan teknologi secukupnya, optimalkan pengetahuanmu sebanyak-banyaknya.