Perkembangan teknologi telah banyak membantu bidang kesehatan, khususnya terapi rehabilitasi untuk pasien pasca-amputasi, tak terkecuali teknologi metaverse.
Teknologi metaverse, menggabungkan antara realitas virtual dengan augmented reality. Teknologi unik ini, meskipun masih terus dipertanyakan penerapannya di Indonesia, sudah terus dioptimalkan manfaatnya oleh kaum akademisi.
Pasalnya, diketahui ada keuntungan dalam penerapan teknologi metaverse ini. Setiap orang bisa melakukan banyak hal, tanpa harus berada di satu tempat tertentu bersama-sama, melainkan menjalankan keperluan itu di mana saja. Asalkan saling terhubung lewat teknologi ini.
Misalnya saja seperti yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berikut. Mereka berinovasi menciptakan metode terapi rehabilitasi yang diintegrasikan dengan teknologi metaverse, untuk pasien pasca-amputasi.
Baca Juga: VRIPE-Health: Inovasi Pembelajaran Ilmu Kedokteran Melalui Teknologi Metaverse
Inovasi bernama 'Metatherapy' ini, digagas oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Video Gagasan Konstruktif (VGK) ITS. Tim ini terdiri dari Epindonta Ginting, Galih Sukma Adjie, Rizqullah Irwanto, Izzah Awwalin, dan Akila Kumalasari.
Ketua tim ini, Epindonta Ginting, mengatakan bahwa, terapi rehabilitasi merupakan metode pengobatan pasien untuk mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami cedera atau sudah teramputasi. Terapi tersebut dilakukan secara rutin selama enam bulan.
"Namun, terapi ini dinilai masih kurang efektif. Karena mengharuskan pasien datang ke rumah sakit sehingga membuat pasien jenuh," ungkapnya, seperti dilansir dari laman ITS, Selasa (3/1/2023).
Baca Juga: Walau Logonya Kepala Hewan, Ternyata Ini Asal-usul Toyota Kijang Dinamakan 'Kijang'
Mengetahui tantangan dalam proses terapi yang demikian, Epin, -demikian ia biasa disapa-, bersama timnya berinovasi menciptakan metode terapi rehabilitasi yang diintegrasikan dengan teknologi metaverse.
Dengan menggunakan teknologi metaverse itu, para pasien akan menjalani terapi rehabilitasi dengan dokter secara virtual. Dengan begitu, para pasien tidak perlu harus datang ke rumah sakit menjalani rehabilitasi.
"Dalam inovasi kami, rehabilitasi dikhususkan untuk pasien pasca-amputasi tubuh bagian atas," ujar mahasiswa Departemen Teknik Mesin ITS ini.
Epin menjelaskan, untuk awalnya pasien akan bertemu dengan dokter secara virtual pada metaverse menggunakan kacamata virtual reality (VR).
Dilanjutkan, pasien akan menggerakkan lengan atau anggota tubuh yang tidak diamputasi untuk mengukur sinyal saraf dan respon gerakan otot. Pengukuran dilakukan dengan bantuan alat Electromyography (EMG). Nantinya, sinyal saraf dan gerakan otot tersebut akan divisualisasikan secara virtual dengan alat Motion Tracking.
Baca Juga: Mulai Maret 2023, Apple Bakal Naikkan Ongkos Ganti Baterai
Menurut tim mereka, terapi rehabilitasi dengan metode virtual ini dinilai memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan metode yang lama.
"Terapi ini mampu memvisualisasikan gerakan otot lengan serta gerakan lain secara akurat, sehingga mampu mempercepat rehabilitasi pasien," tutur Epin.
Selain itu, dalam teknologi ini terdapat fitur seperti audio dan getaran untuk menunjang pemulihan fungsi motorik tangan dan psikis pasien.
Ada alasan yang mendasari Epin dan rekan setimnya untuk menggunakan metaverse dalam inovasi tersebut.
Epin menjelaskan lebih lanjut, dalam dunia virtual metaverse, para pasien bisa mendapatkan sensasi menggunakan tangan sungguhan agar mampu mempercepat proses pemulihan.
Dengan teknologi ini, para pasien dan dokter bisa saling berinteraksi dan aktif bergerak. Shingga diyakini dapat meningkatkan efektivitas terapi rehabilitasi.
Melalui ide solutif tersebut, tim ini juga telah berhasil meraih medali perak dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) 2022 lalu.
Epin berharap inovasi timnya tersebut dapat terealisasikan, agar nantinya mampu memberikan kemudahan rehabilitasi bagi pasien pasca-amputasi.
Baca Juga: Belum Diketahui Penyebabnya, 1899 Tak Akan Tayang Lagi di Netflix