Penggunaan chatbot, utamanya ChatGPT seperti menjadi tren belakangan ini.
Bahkan, perusahaan sekelas Microsoft juga mempertimbangkan untuk menambahkan fungsionalitas ChatGPT, ke dalam rangkaian program produktivitas Office mereka.
Situasi ini menunjukkan, teknologi kecerdasan buatan (AI) bisa meningkatkan kemungkinan siswa yang mencoba untuk lulus sekolah, dengan menyelesaikan pekerjaan rumah dan tugas-tugas menggunakan teknologi itu.
Hingga kemudian sejumlah media telah memberitakan, seorang mahasiswa Universitas Princeton di Amerika Serikat baru saja membuat aplikasi GPTZero, awal tahun ini. Aplikasi ini dapat mendeteksi bila esaimu ditulis oleh ChatGPT.
Edward Tian (23 tahun) adalah nama mahasiswa peneliti dan pembuat aplikasi itu, karena ingin memerangi plagiarisme.
Bila kamu melihat akun twitternya, pada 3 Januari 2023 akun @edward_the6, nampak Tian mencuit soal ia telah menghabiskan masa liburan pergantian tahun untuk membangun GPTZero.
Masih dalam cuitan yang sama; ia mengenalkan GPTZero sebagai aplikasi yang dapat dengan cepat dan efisien, mendeteksi apakah sebuah esai adalah ChatGPT atau tulisan manusia.
Di dalam laman profil pribadinya, yang kami kutip pada Jumat (13/1/2023) itu, Tian juga membagikan dua video yang membandingkan analisis aplikasi terhadap artikel sebuah media dan tulisan di kanal lain.
Dari video demo, terlihat GPTZero terbukti dapat dengan benar mengidentifikasi tulisan itu masing-masing ditulis oleh manusia dan AI.
Mantan jurnalis data BBC ini mengatakan kepada media Business Insider, kalau ia termotivasi untuk membangun GPTZero setelah melihat peningkatan kasus plagiarisme AI.
"Apakah guru sekolah menengah ingin siswa menggunakan ChatGPT untuk menulis esai sejarah mereka? Sepertinya tidak," cuitnya.
AI sangat menarik, kata Tian, tetapi teknologinya membutuhkan perlindungan.
Untuk itu kemudian ia belajar tentang perkembangan dalam berbagai cara. Termasuk penelitian deteksi AI di Princeton dan selama magang musim panas di Microsoft.
Tian mengakui bahwa temuannya ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Namun ia menegaskan, ia tidak menentang siswa yang menggunakan AI, jika itu masuk akal.
"Hanya saja, kita harus mengadopsi teknologi ini secara bertanggung jawab," ujarnya.
"Setiap manusia ingin mengetahui kebenaran," kata Tian menegaskan pentingnya aplikasi ini untuk ia kembangkan.
Penggunaan ChatGPT Sudah Dilarang di Sejumlah Negara
ChatGPT merupakah model bahasa percakapan yang diluncurkan pada November 2022 oleh OpenAI, mudah dan gratis untuk digunakan.
ChatGPT dapat dengan cepat menghasilkan puisi, persamaan matematika, atau esai tentang topik seperti penyebab Perang Sipil.
Sebuah analisis yang kami dapati dari laman The Washington Post mengungkap, kehadiran chatbot ini memicu kekhawatiran, para siswa akan menyalahgunakan teknologi tersebut.
Beberapa pejabat sekolah, termasuk pimpinan sekolah negeri di New York City dan Los Angeles, telah melarang akses ke ChatGPT di ruang kelas.
Dan Tian, bukan satu-satunya yang mencoba membuat teknologi serupa. Yakni, dapat membedakan tulisan yang dibuat oleh pikiran manusia, dan tulisan dihasilkan oleh mesin. Sudah ada perusahaan pendeteksi plagiarisme, yang berebut untuk melakukan hal itu.
Organisasi yang meluncurkan ChatGPT, juga sedang mengerjakan cara untuk memberi sinyal teks diproduksi dengan AI.
Konon, ChatGPT-pun memperkenalkan sistemnya sendiri untuk memerangi plagiarisme. Caranya, dengan membuatnya lebih mudah untuk diidentifikasi, dan memberi tanda air pada keluaran bot.
Aplikasi GPTZero Menghadapi Pesimisme
Profesor kecerdasan buatan Scientia di University of New South Wales, Toby Walsh, tidak yakin dengan temuan Tian. Kecuali bila aplikasi itu diambil oleh perusahaan besar.
Tetapi bila tidak, maka GPTZero tidak mungkin berdampak pada kapasitas ChatGPT untuk digunakan untuk menjiplak.
Menurut dia, selalu ada perlombaan senjata, antara teknologi untuk mengidentifikasi teks sintetis dan aplikasinya. Terlebih cukup mudah bagi pengguna, meminta ChatGPT untuk menulis ulang kalimat dengan gaya yang lebih menarik.
"Ini akan membuatnya lebih sulit, tetapi tidak akan menghentikannya," tutur Walsh.
Pengguna juga dapat meminta ChatGPT untuk menambahkan lebih banyak frasa yang disusun acak-acakan, ke dalam teks. Dengan tujuan menghindari sensor, mengaburkan sinonim dan menimbulkan tata bahasa yang berbeda.
"Setiap aplikasi yang dikembangkan untuk menemukan teks sintetik, memberikan kemampuan yang lebih besar bagi program kecerdasan buatan untuk menghindari deteksi," paparnya.
Dan setiap kali pengguna masuk ke ChatGPT, umpan balik manusia dihasilkan untuk meningkatkan filter, baik secara implisit maupun eksplisit.
"Ada alasan teknis mendasar yang mendalam bahwa, kita tidak akan pernah memenangkan perlombaan senjata," kata Walsh.