Amerika Serikat Ingin Bangun 'Clean-Energy Economy', Tak Ada yang Salah Bila Belajar Dengan China

Uli Febriarni
Kamis 23 Februari 2023, 16:02 WIB
penggunaan kekuatan cahaya matahari untuk energi hijau (Sumber : Pixabay)

penggunaan kekuatan cahaya matahari untuk energi hijau (Sumber : Pixabay)

Semua berawal dari satu perusahaan mobilitas Amerika Serikat, Ford, yang bergerak sangat cepat untuk mengimplementasikan transformasi kendaraan listrik senilai $50 miliar.

Hal itu, kemudian membuat para pekerja konstruksi masih memasang peralatan di pusat baterai kendaraan listriknya yang baru, pada Senin (20/2/2023). Itu adalah momen ketika perusahaan tersebut mengumpulkan pejabat di sana, untuk mengumumkan investasi multi-miliar.

Perusahaan mengatakan akan menghabiskan $3,5 miliar, digunakan membangun fasilitas baru untuk memproduksi baterai kendaraan listrik.

Berkali-kali, para eksekutif menjelaskan bahwa perkembangan itu dimungkinkan oleh kebijakan iklim federal.

Misalnya seperti dikemukakan oleh CEO Ford Jim Farley, mereka meningkatkan produksi baterai EV di perusahaan, di rumah, yang mencerminkan tujuan utama Undang-Undang Pengurangan Inflasi.

Namun ada yang belum disebutkan dalam pengumuman heboh itu. Menyangkut kolaborasi kunci yang memungkinkan proyek tersebut berjalan, yakni kemitraan dengan produsen baterai China Contemporary Amperex Technology Co. Limited, yang dikenal sebagai CATL.

Perusahaan akan menyediakan peralatan dan keahlian, yang diperlukan untuk meluncurkan pabrik meskipun Ford memiliki 100% proyek tersebut.

Tapi sebelum mengulas lebih jauh soal baterai kendaraan listrik dan penerapan energi bersih lain yang melangit, ada satu yang perlu dipahami terlebih dahulu. 

Perkembangan yang digambarkan di atas tadi, menggarisbawahi ketegangan yang muncul dalam politik perubahan iklim, setelah diberlakukannya Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA).

Majalah Time menyebutkan, tiba-tiba, dan sebagian besar berkat IRA, Amerika Serikat merangkul transisi energi dan mengembangkan ekosistem energi bersih domestik.

"Itu pada akhirnya akan mengurangi ketergantungan AS pada China. Tapi bukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam semalam. Untuk membangun kapasitas itu, AS membutuhkan produk China dalam jangka pendek," sebut media itu, kami lansir pada Kamis (23/2/2023).

Semua itu menambah dinamika politik dan geopolitik yang cukup berantakan. Partai Republik mengkritik IRA, karena berpotensi meningkatkan permintaan produk China. Pasalnya, orang Amerika mengandalkan negara untuk panel matahari dan baterai.

Sementara itu, pemerintah berusaha menyeimbangkan urgensi pengerahan energi bersih; bahkan dengan teknologi China dengan kebutuhan untuk memisahkan kedua ekonomi.

Ketergantungan pada China tidak muncul secara tiba-tiba. Sebagian besar penelitian dan pengembangan tahap awal dunia menjadi teknologi bersih, telah dilakukan di laboratorium A.S.. Tetapi perusahaan sering beralih ke China, untuk mengubah produk tersebut menjadi penawaran komersial.

"Alasannya sederhana. Selama dekade terakhir, pemerintah China menawarkan ratusan miliar subsidi untuk mendukung pembuatan produk ramah lingkungan," kata media itu. 

"Akibatnya, China mengembangkan ekosistem teknologi bersih yang dapat memproduksi berbagai teknologi bersih secara efisien, serta rantai pasokan untuk mendapatkan semua bahan," tulis Time lagi.

Amerika Serikat tidak mengembangkan kebijakan serupa. Beberapa pemimpin di Amerika bahkan main mata dengan membatasi energi bersih.

Hasilnya? saat ini China mendominasi produksi berbagai teknologi energi bersih. Ini memiliki setidaknya 60% dari kapasitas manufaktur global untuk panel matahari, komponen sistem energi angin, dan baterai. Setidaknya data itu menurut laporan Januari dari Badan Energi Internasional.

Pada Januari 2023, China memiliki sebagian besar kapasitas produksi baru yang direncanakan hingga 2030. Terdiri atas 85% kapasitas bilah angin, 90% kapasitas sel matahari, dan lebih dari 95% material anoda dan katoda untuk baterai EV.

"Kami menemukan teknologi ini di Amerika Serikat, dan kemudian melambai ke arah mereka saat mereka melayang di lepas pantai," kata Penasihat Iklim Nasional Gedung Putih Ali Zaidi.

IRA dirancang untuk mengubahnya, memacu produsen untuk mendirikan toko di Amerika Serikat, berkat insentif pajak yang mendukung produk yang dibuat di Amerika Utara.

Tetapi akan membutuhkan waktu bagi perusahaan, untuk menyusun kembali rantai pasokan dan membangun kapasitas produksi dalam negeri.

Sekelompok peneliti di jurnal Science, pernah suatu ketika mengungkap, negara Amerika Serikat masih membutuhkan China.

"Di berbagai bidang teknologi tingkat integrasi sangat besar. Sehingga pemisahan yang sebenarnya hampir tidak mungkin, dan berpotensi kontraproduktif dengan kepentingan nasional," tulis mereka, sekitar 2022.

Follow Berita Techverse.Asia di Google News
Berita Terkini
Techno22 Januari 2025, 22:43 WIB

Instagram Hadirkan 2 Pembaruan untuk Reels dan Postingan Berubah Jadi Persegi Panjang

Reels kini bisa menggungah konten dengan durasi sampai tiga menit, padahal sebelumnya cuma 90 detik.
Instagram Reels sekarang bisa unggah video selama tiga menit. (Sumber: Instagram)
Automotive22 Januari 2025, 22:11 WIB

Toyota Hilux Rangga SUV Concept Hasil Karoseri New Armada, Bisa Muat 8 Penumpang

Kendaraan ini menawarkan Pilihan Basis dari 3 Tipe Hilux Rangga.
Toyota Hilux Rangga SUV Concept. (Sumber: Toyota)
Startup22 Januari 2025, 18:56 WIB

Openspace Ventures Beri Pendanaan Lanjutan untuk MAKA Motors

Pendanaan ini datang setelah startup tersebut melansir motor listrik pertamanya, MAKA Cavalry.
MAKA Cavalry.
Techno22 Januari 2025, 18:34 WIB

Huawei FreeBuds SE 3: TWS Entry-level Seharga Rp400 Ribuan

Gawai ini akan menghadirkan keseimbangan sempurna antara performa dan kenyamanan.
Huawei FreeBuds SE 3. (Sumber: Huawei)
Techno22 Januari 2025, 16:28 WIB

Apa yang Diharapkan pada Samsung Galaxy Unpacked 2025, Bakal Ada S25 Slim?

Galaxy Unpacked Januari 2025: Lompatan Besar Berikutnya dalam Pengalaman AI Seluler.
Samsung Galaxy Unpacked 2025 akan digelar pada Rabu (22/1/2025). (Sumber: Samsung)
Startup22 Januari 2025, 16:02 WIB

Antler Salurkan Pendanaan Senilai Rp49 Miliar kepada 25 Startup Tahap Awal di Indonesia

Antler Pertahankan Momentum Kuat di Indonesia, Mencatatkan 50 Investasi Selama Dua Tahun Terakhir Di Tengah Tantangan Pasar.
Antler. (Sumber: antler)
Automotive22 Januari 2025, 15:33 WIB

Harga dan Spesifikasi New Yamaha R25, Bawa Kapasitas Mesin 250CC

Tampil Sebagai Urban Super Sport, New Yamaha R25 Siap Geber Maksimal.
Yamaha R25 2025. (Sumber: Yamaha)
Techno22 Januari 2025, 14:51 WIB

Tak Disebut Pada Pelantikan Presiden AS Donald Trump, Bagaimana Nasib Bitcoin?

Bitcoin terkoreksi ke US$100 ribu pasca Presiden AS Donald Trump tidak menyebut soal kripto pada sesi pelantikan.
ilustrasi bitcoin (Sumber: freepik)
Techno21 Januari 2025, 18:55 WIB

Insta360 Luncurkan Flow 2 Pro, Tripod Khusus untuk iPhone

Gimbal ini memungkinkan pembuatan film menggunakan kamera iPhone dan punya fitur-fitur AI.
Insta360 Flow 2 Pro. (Sumber: Insta360)
Techno21 Januari 2025, 18:37 WIB

Fossibot S3 Pro: Ponsel Entry Level dengan Pengaturan Layar Ganda

Gawai ini menawarkan fitur premium, tapi harganya ramah di kantong.
Fossibot S3 Pro. (Sumber: istimewa)