Endgdget baru-baru ini menerbitkan laporan bahwa, sekitar 32.000 pekerja kontrak dan tetap di Komisi Eropa, diminta untuk sesegera mungkin menghapus aplikasi TikTok dari perangkat mereka. Langkah itu harus dilakuakn paling lambat 15 Maret 2023.
Apabila tidak mematuhi aturan itu, pegawai Komisi Eropa tersebut bakal kehilangan akses ke aplikasi perusahaan, termasuk layanan email Komisi Eropa dan Skype for Business.
"Kami kecewa dengan keputusan ini, yang kami yakini salah arah dan berdasarkan kesalahpahaman mendasar," kata seorang juru bicara TikTok, kami kutip dari laman media itu, Sabtu (25/2/2023).
Baca Juga: Fitur Baru WhatsApp Bisa Bagikan 100 Foto Dalam Sekali Kirim
Baca Juga: Google Lakukan 3 Pembaruan Fitur: Latar Belakang Kamera 360 Untuk Google Meet Dan Emoji Bergerak
Juru bicara TikTok mengaku kaget, mereka tidak dihubungi oleh Komisi Eropa secara langsung, atau memberikan penjelasan.
"Kami telah meminta pertemuan, untuk meluruskan bagaimana kami melindungi data 125 juta orang di seluruh UE yang datang ke TikTok setiap bulan," kata pihak TikTok.
Bersamaan dengan keterangan itu, TikTok menyatakan terus meningkatkan pendekatannya terhadap keamanan data di wilayah tersebut. Salah satunya adalah dengan mendirikan tiga pusat data di Eropa, untuk menyimpan data pengguna secara lokal.
Perusahaan juga mengklaim semakin mengurangi akses karyawan ke data, serta dan meminimalkan aliran data di luar Eropa.
Pelarangan ini menjadi salah satu aturan baru yang terkait kekhawatiran pemerintah beberapa negara terhadap keamanan data di TikTok.
TikTok yang Dilarang
Baca Juga: Jalan-Jalan Keliling 'Kota Bandar' Gresik: Menengok Pertemuan Warisan Kolonial dan Keberagaman
Baca Juga: Selalu Ada Sesuatu di Yogyakarta, Salah Satunya Sate Kere
Beberapa negara mengungkapkan kekhawatiran mereka atas TikTok, dengan menuding aplikasi tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah Tiongkok, untuk mengakses data pengguna.
Tahun lalu, TikTok mengakui beberapa staf di China dapat mengakses data pengguna Eropa.
Perusahaan induk TikTok, ByteDance, menghadapi peningkatan pengawasan barat dalam beberapa bulan terakhir, karena kekhawatiran tentang seberapa banyak akses yang dimiliki Beijing ke data pengguna.
Sebelum di Eropa, Pemerintah AS juga telah melarang TikTok untuk digunakan di perangkat yang dikeluarkan pemerintah federal, dengan alasan masalah keamanan nasional.
AS khawatir, pemerintah China dapat memanfaatkan TikTok untuk mengakses perangkat tersebut dan data pengguna AS.
Di Eropa, larangan berlaku bagi pekerja Komisi Eropa. Sedangkan di Amerika Serikat, perintah untuk menghapus TikTok dari semua ponsel staff, berlaku di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS.
Menurut memo internal yang diperoleh NBC News, arahan tersebut dilaporkan dikeluarkan oleh Catherine L Szpindor selaku Kepala Administrasi DPR.
Cath juga melarang aplikasi media sosial populer untuk diunduh di perangkat yang dikeluarkan DPR ke depannya.
Kantor Cybersecurity CAO percaya TikTok menjadi berisiko tinggi bagi pengguna, karena kurangnya transparansi mengenai bagaimana perusahaan induknya di China, ByteDance, menangani data pelanggan.
"Staf DPR tidak diizinkan mengunduh aplikasi TikTok di perangkat seluler yang merupakan milik DPR AS. Jika Anda memiliki aplikasi TikTok di perangkat seluler House Anda, Anda akan dihubungi untuk menghapusnya," bunyi memo tersebut.
Meresponnya, di masa itu Juru Bicara TikTok Brooke Oberwetter mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa langkah tersebut merupakan sinyal politik daripada solusi praktis untuk masalah keamanan.
TikTok juga menyebut, larangan tersebut akan berdampak minimal karena sangat sedikit ponsel yang dikelola DPR AS yang memasang TikTok.
Arahan tersebut mengikuti beberapa upaya lain untuk membatasi penggunaan TikTok di AS, karena kekhawatiran bahwa pemerintah China dapat menggunakan aplikasi tersebut untuk melacak dan memata-matai orang-orang di AS.