Techverse.asia – Pada sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS yang digelar pada Kamis (24/3/2023) waktu lokal, CEO TikTok Shou Zi Chew menghadapi rentetan pertanyaan atas kekhawatiran bahwa data yang dikumpulkan pada pengguna aplikasinya di AS mungkin rentan terhadap pengawasan oleh China.
Tanggapan Chew terhadap salah satu pertanyaan tersebut secara khusus kemungkinan akan menggali lubang perusahaan lebih dalam lagi dalam hal membangun kepercayaan dengan Washington.
Mengutip laporan dari Forbes, yang kemudian dikonfirmasi oleh perusahaan itu sendiri, Perwakilan Florida Neal Dunn bertanya kepada Chew apakah perusahaan induk TikTok, ByteDance, telah memata-matai warga Amerika. Chew menjawab, "Menurut saya, memata-matai bukanlah cara yang tepat untuk menggambarkannya."
Pada Desember 2022, TikTok mengakui bahwa karyawan ByteDance menggunakan aplikasi tersebut untuk melacak lokasi wartawan yang melaporkan perusahaan secara kritis melalui alamat IP mereka. Empat karyawan ByteDance, baik yang berbasis di AS dan China, dipecat karena mengakses data dalam upaya nyata untuk mengidentifikasi sumber yang membocorkan informasi internal perusahaan kepada wartawan.
“Kepercayaan publik yang telah kami bangun dengan upaya besar akan dirusak secara signifikan oleh kesalahan beberapa individu. Saya yakin situasi ini akan menjadi pelajaran bagi kita semua,” Kata Kepala Eksekutif ByteDance, Liang Rubo, dalam email internal yang diterbitkan oleh Emily Baker-White, salah satu reporter yang diawasi.
Baca Juga: CEO TikTok Beri Kesaksian di Depan Anggota Kongres AS: Kami Bukan Agen China
Kejadian data jurnalis yang diretas kemungkinan akan menjadi salah satu momen di antara banyak momen yang semakin merusak kepercayaan pada TikTok terlepas dari kampanye besar-besaran perusahaan untuk menggambarkan dirinya sebagai transparan dan akuntabel. Upaya itu, yang dikenal sebagai Proyek Texas, adalah reorganisasi perusahaan besar-besaran senilai $1,5 miliar yang pada akhirnya akan memindahkan data pengguna AS ke server domestik yang diawasi oleh raksasa perangkat lunak Amerika Serikat, Oracle, pada akhir tahun.
TikTok juga melakukan kampanye hubungan masyarakat paralel, merekrut influencer, mendekati jurnalis, dan menyebarkan pesannya melalui aplikasinya sendiri menjelang sidang. Apakah tindakan tersebut akan berdampak pada hubungan tegang TikTok dengan pemerintah AS masih harus dilihat, tetapi sepertinya tidak.
Sekarang, dengan FBI dan Departemen Kehakiman AS dilaporkan tengah menyelidiki insiden ByteDance yang mengawasi jurnalis AS, perusahaan tersebut sedang dalam di pinggir jurang lantaran terus munculnya desakan untuk melarang pengguna aplikasi TikTok di negeri Paman Sam tersebut.
Sebagaimana diketahui, menurut laporan internal ByteDance, seperti yang pertama kali dilaporkan oleh New York Times, menemukan bahwa karyawan mengakses alamat IP dan data lain dari dua reporter yang berbasis di AS melalui akun TikTok mereka.
Kedua jurnalis yang datanya diakses adalah jurnalis untuk BuzzFeed News dan jurnalis di Financial Times. Staf yang terlibat memata-matai dua jurnalis itu sedang mencoba untuk melihat apakah wartawan tersebut sedang menyelidiki karyawan ByteDance lainnya.
Baca Juga: TikTok Perbarui Aturan Pedoman Komunitas, Melarang Deepfake Tokoh Nonpublik dan Dukungan Palsu
Seorang juru bicara TikTok mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Variety, menyebutkan bahwa pelanggaran orang-orang itu, yang tidak lagi bekerja di ByteDance, adalah penyalahgunaan otoritas mereka yang mengerikan untuk mendapatkan akses ke data pengguna. Perilaku buruk ini tidak dapat diterima, dan tidak sejalan dengan upaya perusahaan di seluruh TikTok untuk mendapatkan kepercayaan dari pengguna.
"Kami menangani keamanan data dengan sangat serius, dan kami akan terus meningkatkan protokol akses kami, yang telah ditingkatkan dan diperkuat secara signifikan sejak insiden ini terjadi," tulis pernyataan tersebut dilansir Techverse.asia, Jumat (23/12/2022).
Perwakilan BuzzFeed dan Financial Times mengecam pengawasan ByteDance terhadap reporter mereka. “Kami sangat terganggu oleh laporan bahwa karyawan ByteDance mengakses data pengguna pribadi seorang reporter BuzzFeed News, menunjukkan pengabaian terang-terangan terhadap privasi dan hak jurnalis serta pengguna TikTok,” kata juru bicara BuzzFeed News, mencatat bahwa media baru-baru ini melaporkan karyawan ByteDance yang berbasis di China mengakses data pengguna AS dan upaya perusahaan untuk "mendorong pesan pro-China ke orang Amerika."
Sementara itu, seorang juru bicara dari Financial Times yang berbasis di Inggris mengatakan, “Memata-matai wartawan, mengganggu pekerjaan mereka atau mengintimidasi sumber mereka sama sekali tidak dapat diterima. Kami akan menyelidiki cerita ini lebih lengkap sebelum memutuskan tanggapan resmi kami,” ujar juru bicara Financial Times.