Universitas Prasetiya Mulya mengembangkan teknologi yang bisa mendeteksi kejahatan finansial dengan menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Mengutip dari LKBN Antara, riset ini tengah dilakukan oleh tim pengembang AI Program Studi Computer Systems Engineering Prasetiya Mulya. Tim periset dipimpin oleh Ketua Progam Studi S1 Computer Systems Engineering Universitas Prasetiya Mulya, Agung Alfiansyah.
Agung menjelaskan, pengembangan kecerdasan buatan ini mereka lakukan agar sistem di lembaga keuangan seperti bank dapat tetap saling berbagi data, namun keamanan informasinya tetap terproteksi dan terjamin.
Menurut Agung, dikutip pada Sabtu (8/4/2023), sistem ini diharapkan bisa digunakan untuk mendeteksi kasus penipuan, fraud, sampai kejahatan pencucian uang.
Agung mengatakan, pihaknya mengembangkan sistem AI ini karena mengingat AI merupakan teknologi yang dapat mengumpulkan dan menggunakan data masyarakat; yang mungkin saja termasuk informasi sensitif.
Ada banyak layanan dan produk online populer, yang mengandalkan kumpulan data besar untuk mengajarkan dan meningkatkan algoritma AI mereka.
Selain jasa keuangan, sektor lain yang sangat sensitif terhadap isu perlindungan privasi dan manajemen data adalah medis. Dua sektor ini, belakangan mulai memanfaatkan teknologi AI untuk mendorong efisiensi dan peningkatan kualitas dalam proses kerja mereka.
Dalam konteks pemanfaatan AI di dunia medis, Agung melanjutkan, saat ini kian banyak sistem diagnosa berbasis AI yang diujicoba untuk diimplementasikan secara luas untuk kesehatan.
Kemudian, ia bersama mahasiswa di Prasetiya Mulya juga sedang mengembangkan sistem AI, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu dokter mendeteksi penyakit pneumonia atau radang paru-paru.
Projek penelitian ini didanai oleh APNIC Foundation, lembaga internasional yang salah satu bidangnya adalah menaungi keamanan internet di Asia Pacific. Sistem yang masih dalam tahap purwarupa ini, dikembangkan tim Prasetiya Mulya bersama mitra penelitian dari INSA Centre Val de Loire di Prancis.
Namun, karena data pasien, seperti rekam medis, merupakan informasi sensitif dan bersifat privat, maka dalam pengembangan sistem pendeteksi pneumonia ini, Agung dan timnya juga mengembangkan sistem pembelajaran mesin (machine learning). Yang dinilai dapat menjamin agar data yang digunakan menjaga privasi dan anonimitas informasi pribadi pasien.
Pengembangan sistem machine learning lain yang telah dikembangkan Agung dan timnya dari Prancis tiga tahun yang lalu adalah sistem berbasis AI yang digunakan untuk mendeteksi kanker payudara.
"Kami merancang sistem yang dapat memilah dan mengelola repository data medis. Agar informasi individual pasien yang bersifat privat tidak bisa diidentifikasi kembali siapa person-nya secara spesifik. Dengan sistem ini, kolaborasi dan pertukaran data antar rumah sakit bisa dilakukan dengan aman dan menjaga privasi pasien," kata dia.
Agung menjelaskan, teknologi ini dirancang agar diagnosis pneumonia atau kanker bisa lebih cepat, akurat, dan murah. Sehingga membantu pengambilan keputusan para dokter menegakkan diagnosis pasien.
Selain itu, di lapangan beberapa dokter pemula juga merasa terbantu dengan adanya sistem ini, karena sering kali sistem berbasis AI mampu mendeteksi objek samar yang tidak begitu tampak oleh para dokter.
Sistem pendeteksi penyakit ini tengah dikembangkan melalui kerjasama dengan beberapa rumah sakit di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk yang belum mengenal Computer Systems Engineering -kanal pengembangan teknologi berbasis AI didalami Universitas Prasetiya Mulya-, dapat dijelaskan bahwa ini adalah bagian dari aktivitas yang ada di bidang ilmu AI jurusan S1 Program Studi Computer Systems Engineering. Bidang ilmu ini dihadirkan sejak 2017 oleh Universitas Prasetiya Mulya sebagai pengembangan rumpun keilmuan science, technology, engineering, and mathematics (STEM).
Agung mengungkap, belakangan minat mahasiswa Universitas Prasetiya Mulya untuk mendalami AI terus meningkat dari tahun ke tahun. Ia memperkirakan, dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, para ahli AI akan semakin banyak dicari karena luasnya pemanfaatan teknologi tersebut dalam berbagai bidang.
Program Studi Computer Systems Engineering memberikan sejumlah mata kuliah terkait kecerdasan buatan. Namun, mahasiswa tak hanya mendapatkan ilmu terkait kecerdasan buatan dalam konteks praktikal.
"Lebih dari itu, kami justru menitikberatkan pada hal-hal fundamental dan teoretisnya, termasuk juga mengenai etika," ujar Agung.