Techverse.asia - Tim Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penerapan IPTEK (PKM-PI) beranggotakan lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menerapkan teknologi magnetisasi air atau magnetized water device pada salah satu agrowisata di Kabupaten Bantul, Jogja Anggur.
Teknologi ini sebetulnya telah banyak dikembangkan di berbagai negara ini dapat meningkatkan kualitas sistem irigasi di perkebunan.
“Teknologi ini banyak dikembangkan di luar negeri dan berhasil meningkatkan kualitas tanaman perkebunan, sayangnya di Indonesia sendiri masih sangat awam dalam penerapannya” ujar Maulana Istar pada Senin (9/5/2022).
Baca Juga: Beli Smartwatch Atau Jam Tangan Biasa? Pertimbangkan Alasan Ini
Tim PKM ini beranggotakan empat mahasiswa Fakultas Teknik, yaitu Maulana, Aristo Bima, Petrus Kurniawan Kleden, dan Muhammad Naufal Rozaan, serta satu mahasiswa Fakultas Pertanian, Hanin Aulia Rahma. Kelompok mahasiswa yang dibimbing oleh Dr. Nur Abdillah Siddiq.
Ini menjadi salah satu tim PKM UGM yang menerima pendanaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Maulana menerangkan, dengan penggunaan alat ini, molekul air menjadi lebih halus dan terstruktur sehingga dapat pH tanah dan mempercepat penyerapan air oleh akar. Pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat baik dari segi batang, akar, daun, bunga, maupun buah, dan tanaman menjadi lebih resistan terhadap patogen seperti powdery mildew dan hama trips.
"Jadi membuat tanaman bisa tumbuh lebih cepat dibanding yang enggak memakai teknologi magnetized water," paparnya.
Lebih lanjut ia menyampaikan, meski teknologi ini bukan hal yang baru, dalam hal ini timnya melakukan berbagai pengembangan sesuai dengan kebutuhan mitra. Pembaruan dari magnetisasi air yang mereka rancang adalah integrasi dengan sistem pendingin temperatur air dan sistem elektronis sebagai sumber energi untuk pengoperasian peralatan dari panel surya.
“Alat ini sebenarnya sudah ada, kami rancang lebih lanjut untuk inovasi dengan sistem pendingin dan elektroniknya. Hal ini disesuaikan juga dengan kebutuhan mitra dari Jogja Anggur,” kata dia.
Baca Juga: SnackVideo Menandatangani Kemitraan Lisensi Global dengan Warner Chappell Music
Pimpinan Agrowisata Jogja Anggur, Danang mengungkapkan bahwa hama trips dan powdery mildew memang menjadi persoalan yang banyak ditemukan di kebun. Selain itu, ada beberapa kendala yang juga kerap terjadi terkait penyiraman tanaman.
“Terkadang ada pemadaman dadakan sehingga kami tidak dapat menyiram tanaman” ujar Danang.
Penerapan teknologi pemagnetisasi air ini diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang ada di mitra. Dari hasil pemantauan sementara, penyiraman tanaman menggunakan teknologi ini berhasil mempercepat pertumbuhan tanaman dibanding penyiraman dengan air biasa.
Kecepatan tersebut dilihat dari jumlah daun dan tinggi batang pada bibit tanaman anggur. Dengan perbaikan kualitas tanaman, harapannya teknologi ini dapat meningkatkan profit yang didapatkan oleh mitra di waktu mendatang.
“Teknologi ini dapat meningkatkan kualitas tanaman sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya,” imbuh Petrus.
Sebagai informasi, Jogja Anggur merupakan tempat penanaman dan pembititan anggur yang memiliki luas lahan 2.000 meter yang berada di Kalurahan Patalan, Kapanewon Jetis, Bantul. Jogja Anggur dibuka untuk umum pada September 2020 lalu.
Di sana wisatawan dapat berwisata edukasi sekaligus mencicipi buah anggur yang langsung dipandu oleh pemandu Jogja Anggur. Terdapat sekitar 500 pohon dan 40 varian anggur yang baru tertanam.
Untuk tiket masuk pada hari Senin-Jumat, wisatawan dikenakan biaya Rp 15.000 untuk dewasa dan Rp 10.000 untuk anak-anak. Dan untuk hari Sabtu-Minggu, wisatawan dikenakan biaya Rp 20.000 untuk dewasa dan Rp 15.000 untuk anak-anak.
Jogja Anggur mulai dari pukul 08.00-17.00 WIB. Waktu yang tepat untuk berkunjung adalah saat musim kemarau karena buah anggur matang dengan sempurna. Mulai pertengahan 2021, wisatawan dapat memetik dan membeli anggur.