Chatbot kecerdasan buatan (AI) karya OpenAI memimpin ibadat bagi jemaat Kristen Protestan di gereja St. Paul, wilayah Kota Fuerth, Bavaria, Jerman.
Arstechnica mengabarkan bahwa ibadah yang meliputi doa dan musik ini merupakan gagasan dari Jonas Simmerlein, seorang teolog dan filsuf dari Universitas Wina. Isi khotbah berfokus pada topik meninggalkan masa lalu, mengatasi rasa takut akan kematian, dan tidak pernah kehilangan keyakinan kepada Yesus Kristus.
Dalam laman berita Associated Press, dituliskan kalau sosok buatan ChatGPT itu dihadirkan berbentuk empat avatar dengan persona berbeda-beda; dua lelaki dan dua perempuan.
Khotbah pertama dimulai oleh sosok avatar lelaki kulit hitam berjanggut. Personifikasi AI sosok pemimpin ibadat itu mengatakan kalimat pembuka sebelum memulai doa.
"Teman-teman terkasih, merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk berdiri di sini dan berkhotbah kepada Anda sebagai kecerdasan buatan pertama di konvensi tahun ini," tulis AP News, dikutip pada Sabtu (17/6/2023).
Kemudian 'ia' mulai berkhotbah kepada lebih dari 300 orang yang hadir sekitar 40 menit lamanya. Untuk diketahui, kebaktian itu merupakan bagian dari Deutscher Evangelischer Kirchentag, sebuah acara dua tahunan populer yang berlangsung di Nuremburg dan Fürth di dekatnya. Event itu menarik puluhan ribu orang Kristen. Isu yang dibahas pada acara tahun ini, yang berlangsung Rabu hingga Minggu, meliputi perubahan iklim, perang di Ukraina, dan AI.
Baca Juga: Mercedes Benz Tambahkan ChatGPT dalam Sistem Kontrol Suara Bagi Pengendaranya
Baca Juga: Kini Bing Desktop Bisa Menjawab Perintah Suara
Baca Juga: Dua Fitur Baru Google: Virtual Try On dan Mendeteksi Masalah Kulit Lewat Google Lens
Simmerlein (29), membenarkan bahwa 'pendeta AI' itu adalah idenya, ia yang menyusun layanan khotbah dengan bantuan ChatGPT itu.
"Tetapi sebenarnya saya lebih suka menyebutnya sebagai pendamping ibadat, karena menurut saya sekitar 98% berasal dari mesin," ungkap Simmerlain.
Simmerlein juga diketahui meminta chatbot menerapkan mazmur, doa, dan berkat penutup dalam khotbah.
Kebaktian Dipimpin ChatGPT dan Testimoni Jemaat
Sebuah artikel dalam website Fox News melaporkan, sejumlah jemaat menyadari bahwa pendeta AI itu memiliki beberapa kekurangan. Misalnya, jemaat melihat kalau empat avatar AI yang berbeda secara bergiliran memimpin layanan, kadang-kadang mengundang tawa karena penampilan mereka yang monoton dan datar.
Bahkan, Simmerlain juga menyadari minus dari pendeta AI ini.
"Pendeta ada di dalam jemaat, dia tinggal bersama mereka, dia menguburkan umat, dia mengenal mereka sejak awal. Kecerdasan buatan tidak bisa melakukan itu. Ia tidak mengenal jemaah," ungkap Simmerlain, lewat AP News.
Sementara itu Heiderose Schmidt (54), menilai avatar itu tidak memiliki hati dan jiwa, tidak menunjukkan emosi sama sekali dan tidak memiliki bahasa tubuh.
"Mereka berbicara sangat cepat dan monoton, sehingga sangat sulit bagi saya untuk berkonsentrasi pada apa yang mereka katakan," keluh Schmidt.
"Tapi mungkin [kesan] [yang] berbeda dengan generasi muda yang tumbuh dengan semua ini," imbuhnya.
Baca Juga: Hapus 'i', Intel Kini Gunakan Branding 'Ultra' Untuk Core Prosesornya
Baca Juga: Wisata Ke Solo? Gunakan Aplikasi 'Solo Destination' & Temukan Semua Informasi yang Kamu Butuhkan
Baca Juga: Platform Loker EKRUT Diakuisisi Getlinks dari Thailand
Seorang pendeta Lutheran berusia 31 tahun, Marc Jansen, memiliki pandangan yang lebih positif.
"Saya benar-benar membayangkannya menjadi lebih buruk. Tapi saya benar-benar terkejut betapa bagusnya itu bekerja. Selain itu, bahasa AI bekerja dengan baik, meski terkadang masih sedikit bergelombang," kata Jansen.